I Gede Made Bayu Mertha Putra
22 Nov 2024 at 20:05Membangun ketahanan pemuda terhadap radikalisasi membutuhkan pendekatan yang kuat dan bermakna. Di Indonesia, budaya dan filosofi lokal menyimpan kekuatan besar untuk membangun resiliensi yang alami pada generasi muda. Nilai-nilai budaya seperti Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi dari Bali, yang mewakili kearifan lokal Indonesia, bisa menjadi landasan penting yang, jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan membantu pemuda menghindari pengaruh negatif yang dapat mengancam keamanan sosial.
Tri Hita Karana, prinsip hidup yang mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan, adalah kearifan lokal yang relevan dalam membangun rasa tanggung jawab sosial dan harmoni. Dalam filosofi ini, manusia diajak untuk menyadari bahwa segala tindakan yang dilakukan akan mempengaruhi kehidupan mereka sendiri, masyarakat, dan lingkungan alam di sekitar. Ketika pemuda diajak untuk melihat kehidupan sebagai proses menjaga keseimbangan, mereka akan memiliki pandangan yang lebih dalam tentang keberadaan mereka di dunia. Rasa tanggung jawab sosial dan lingkungan ini bisa menjadi penangkal efektif terhadap ideologi radikal yang sering kali mengabaikan nilai-nilai kebersamaan. Sebaliknya, ideologi radikal cenderung menciptakan jarak antara individu dan masyarakat dengan pendekatan ekstrem yang mengganggu keharmonisan hidup.
Prinsip Tat Twam Asi, yang berarti “aku adalah kamu,” menanamkan pandangan bahwa setiap individu adalah bagian dari keseluruhan masyarakat. Filosofi ini mengajarkan rasa kesetaraan dan kepedulian, yang penting dalam mencegah pemuda merasa terasing atau memusuhi kelompok lain. Banyak pemuda yang terjebak dalam radikalisasi karena merasa tidak diterima atau dipinggirkan. Dengan menanamkan prinsip Tat Twam Asi, pemuda akan belajar untuk memandang orang lain dengan empati dan memahami bahwa mereka adalah bagian tak terpisahkan dari komunitasnya. Filosofi ini tidak hanya memperkuat identitas diri pemuda, tetapi juga membantu mereka mengembangkan rasa saling menghargai dalam keberagaman.
Mengintegrasikan kedua nilai ini dalam kehidupan sehari-hari pemuda bisa menjadi langkah konkret dalam membangun resiliensi mereka. Di sekolah, program-program yang mengajarkan tentang harmoni alam dan kebersamaan bisa memperkenalkan Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi dengan cara yang relevan dan aplikatif. Pelajaran-pelajaran yang mengajak pemuda untuk menghargai alam dan bekerja sama dengan sesama dapat membuka pemahaman mereka tentang bagaimana keseimbangan dalam hidup bisa tercapai. Dalam kegiatan seni dan budaya, pemuda juga bisa menemukan ruang untuk mengekspresikan jati diri mereka dengan cara positif, menghindari tekanan dari pengaruh luar yang merusak. Seni tari, musik tradisional, dan acara gotong royong dapat membantu pemuda merasakan langsung makna hidup dalam kebersamaan, sehingga mereka akan lebih menghargai nilai-nilai ini sebagai bagian dari identitas mereka.
Media sosial juga bisa dimanfaatkan untuk menyebarluaskan nilai-nilai budaya ini kepada pemuda dengan cara yang lebih modern dan menarik. Ketika nilai-nilai lokal dibagikan dengan format yang sesuai dengan minat pemuda masa kini, mereka akan lebih mudah terhubung dengan warisan budaya mereka tanpa merasa terasing dari kehidupan modern. Platform seperti Instagram, YouTube, atau TikTok dapat digunakan untuk mempromosikan konten yang menunjukkan bagaimana budaya Indonesia mengajarkan harmoni, toleransi, dan keberagaman. Ini juga akan menguatkan rasa bangga terhadap budaya mereka, yang pada gilirannya akan memperkuat ikatan dengan komunitas lokal dan menjauhkan mereka dari pengaruh luar yang merugikan. Dengan hadirnya konten-konten inspiratif yang dibagikan dalam format digital, pemuda akan semakin mengenali nilai luhur budaya mereka dan merasa bahwa budaya lokal bisa eksis berdampingan dengan teknologi.
Secara keseluruhan, dengan menanamkan nilai Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi dalam kehidupan pemuda, masyarakat dapat membangun ketahanan mereka terhadap radikalisasi melalui pendekatan yang alami, organik, dan berbasis budaya. Ketika pemuda memahami dan menghayati nilai-nilai ini, mereka tidak hanya akan tumbuh dengan identitas yang kuat, tetapi juga menjadi agen perubahan positif yang menjaga keharmonisan sosial di tengah arus globalisasi. Sebagai generasi penerus, mereka akan memainkan peran penting dalam menjaga keamanan sosial dan budaya daerah mereka, menghindarkan diri dari pengaruh negatif yang merusak, dan mengembangkan kehidupan yang damai serta saling menghormati.
Credit: Divisi Blogger Duta Damai Bali
0