I Putu Dicky Merta Pratama
10 Dec 2024 at 13:28


Setiap tanggal 10 Desember, dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai pengingat atas perjuangan dan pentingnya menjunjung tinggi serta menjamin nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, dan martabat yang melekat pada setiap individu. Hari ini adalah momentum untuk merefleksikan seberapa jauh nilai-nilai HAM telah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus menyusun strategi untuk menghadapi tantangan di masa depan. Tanggal ini dipilih untuk memperingati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1948.

Pada momen ini, kita diingatkan akan kata-kata Eleanor Roosevelt, salah satu tokoh utama dalam penyusunan UDHR, yang berkata:

"Di mana, setelah semua, hak asasi manusia dimulai? Di tempat-tempat kecil, dekat dengan rumah, begitu dekat dan begitu kecil sehingga mereka tidak terlihat di peta dunia. Namun di tempat inilah setiap pria, wanita, dan anak mencari keadilan yang setara, peluang yang sama, dan martabat tanpa diskriminasi."

Dalam konteks Indonesia, perjuangan hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dari semangat Pancasila, khususnya sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal ini juga tercermin dalam kata-kata Presiden Soekarno yang pernah berkata:

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati hak asasi manusia."

Quote tersebut mengingatkan kita bahwa penghormatan terhadap HAM tidak hanya menjadi tanggung jawab negara, tetapi juga setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks Indonesia, implementasi HAM menjadi kunci dalam mewujudkan amanat Pancasila dan UUD 1945, terutama yang tercantum dalam sila kedua. Bung Karno menegaskan bahwa keberhasilan suatu bangsa tidak hanya diukur dari kemajuan ekonominya, tetapi juga dari sejauh mana bangsa tersebut menjunjung tinggi hak-hak setiap warganya tanpa diskriminasi.

Implementasi HAM di Indonesia

Sebagai negara yang pluralistik, Indonesia memiliki tantangan besar dalam menjamin HAM bagi semua warganya. Isu-isu seperti diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan terhadap kelompok rentan masih menjadi pekerjaan rumah. Namun, pemerintah bersama masyarakat sipil terus berupaya mencari solusi melalui penegakan hukum, kampanye edukasi, dan pemberdayaan komunitas.

Komnas HAM, sebagai lembaga independen, telah menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan menegur pelanggaran HAM. Namun, keberhasilan upaya ini memerlukan dukungan dari masyarakat luas untuk menciptakan budaya saling menghormati dan toleransi. Pendekatan yang berfokus pada perdamaian, melalui mediasi dan penyelesaian sengketa secara damai, memiliki potensi besar untuk meredakan ketegangan yang muncul dari pelanggaran HAM. Perdamaian yang dibangun dari kesadaran terhadap hak asasi manusia bukan hanya menghindari kekerasan, tetapi juga mengedepankan dialog dan pemahaman yang mendalam antarindividu dan kelompok.

Hak Asasi Manusia di Indonesia: Tantangan dan Harapan

Indonesia, sebagai negara yang berlandaskan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, menghadapi berbagai tantangan dalam menjamin penghormatan terhadap HAM. Kasus intoleransi, pelanggaran kebebasan berpendapat, dan ketimpangan sosial masih menjadi isu yang perlu diselesaikan.

Namun, banyak upaya positif yang telah dilakukan, seperti penguatan hukum melalui Komnas HAM dan program edukasi publik mengenai pentingnya toleransi. Meski demikian, perjuangan ini memerlukan kolaborasi seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah, lembaga non-pemerintah, hingga individu. Dalam hal ini, perdamaian dan toleransi menjadi dasar penting dalam membangun ruang bagi pemahaman yang lebih inklusif dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

Refleksi Nilai Luhur Nusantara dan HAM

Dalam konteks lokal, kearifan tradisional Nusantara juga memuat ajaran-ajaran luhur tentang penghormatan terhadap martabat manusia. Nilai-nilai luhur Nusantara juga sejalan dengan prinsip HAM. Dalam budaya Jawa, misalnya, terdapat konsep “memayu hayuning bawana” yang berarti menjaga keharmonisan dunia. Sementara itu, dalam filsafat Hindu Bali, terdapat konsep "Tat Twam Asi" yang berarti "Aku adalah kamu, kamu adalah aku." Konsep ini mengajarkan bahwa setiap manusia adalah cerminan satu sama lain, sehingga menghormati orang lain berarti menghormati diri sendiri. Konsep ini juga mengajarkan empati dan penghormatan terhadap hak setiap manusia sebagai bagian dari kesatuan universal.

Dengan mengintegrasikan penguatan nilai-nilai kearifan lokal dan HAM universal ini, kita dapat menciptakan pendekatan unik Indonesia dalam menanamkan kesadaran HAM di masyarakat. Perdamaian yang didorong oleh nilai-nilai kearifan lokal ini dapat menjadi jembatan dalam memperkuat pemahaman terhadap hak asasi manusia dan menciptakan tatanan dunia yang lebih damai dan adil.

Peran Generasi Muda dalam Memajukan HAM

Pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia ini, mari kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita menghormati hak orang lain dalam lingkungan kita? Seberapa sering kita bersuara untuk mereka yang haknya terabaikan? Refleksi ini adalah langkah awal untuk memperkuat budaya penghormatan terhadap HAM dan membangun perdamaian.

Sebagaimana Eleanor Roosevelt mengingatkan, perjuangan hak asasi manusia dimulai dari tempat kecil, rumah, komunitas, dan hubungan antarmanusia. Dari titik inilah, harapan besar bagi dunia yang lebih adil dapat dimulai. Generasi muda memegang peranan kunci dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Dengan akses yang luas terhadap teknologi dan informasi, mereka dapat menjadi agen perubahan yang menyuarakan isu-isu HAM, melawan ketidakadilan, dan mempromosikan kesetaraan.

Sebagai warga negara, kita juga dapat mengambil langkah kecil yang berdampak besar, seperti:

  • Mengedukasi diri dan orang lain tentang HAM.
  • Membantu kelompok rentan yang membutuhkan dukungan.
  • Mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang adil dan inklusif.

Menghidupkan Semangat Soekarno dalam HAM dan Perdamaian

Peringatan Hari HAM ini adalah momen tepat untuk merefleksikan semangat Bung Karno dalam menghormati hak asasi manusia. Sebagaimana beliau berjuang untuk kemerdekaan dan martabat bangsa, kita pun harus melanjutkan perjuangan ini dalam bentuk penghormatan terhadap martabat manusia tanpa terkecuali. Perdamaian, sebagaimana yang ditegaskan oleh Bung Karno, bukan hanya tentang menghindari konflik, tetapi tentang menciptakan kondisi di mana setiap individu dapat hidup dengan hak-hak mereka dihormati dan dilindungi.

Pada akhirnya, sebagaimana yang diingatkan oleh Bung Karno, menghormati HAM bukan sekadar tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab kita bersama sebagai sebuah bangsa. Mari menjadikan Hari HAM sebagai titik awal untuk membangun Indonesia yang lebih adil, bermartabat, dan beradab bagi semua, sekaligus menciptakan perdamaian yang berkelanjutan.

Selamat Hari Hak Asasi Manusia. Mari kita tegakkan martabat manusia tanpa batas, untuk dunia yang lebih damai dan adil.

0