Ratih Amalia Lestari
15 Nov 2022 at 07:59KISAH HIDUP KARTINI
BELIA
Oleh: Ratih Amalia
Lestari Anggota Duta Damai BNPT Provinsi Papua
Potret memasung hak
perempuan masih terjadi di kebudayaan bangsa lain, seperti pada budaya Jawa. Perempuan
di Jawa seolah-olah tidak diperkenankan memiliki wawasan yang luas dalam bidang
keilmuan, wawasan yang perlu diketahui perempuan Jawa hanyalah seputar
kehidupan berumah tangga. Berikut ini Kartini menceritakan kondisinya pada saat
usianya menginjak 12 tahun dengan sudut pandang orang ketiga yang dipaksa
keluar dari sekolah untuk menjalani prosesi pingitan (Toer, 2003: 67). Si gadis
kecil berumur 12,5 tahun sekarang, dan tibalah masa baginya untuk mengucapkan
selamat jalan bagi kehidupan bocah yang ceria, meminta diri pada bangku sekolah
yang ia suka duduk di atasnya; pada kawan-kawannya di Eropa, yang ia suka
berada di tengah-tengahnya. Ia telah dianggap cukup tua tinggal di rumah, hidup
dalam pengucilan yang keras dari dunia luar sedemikian lama, sampai tiba
masanya seorang yang diciptakan Tuhan untuknya datang menuntutnya serta
menyeretnya ke rumahnya.
Kartini belia juga
menuangkan kekecewaan dan kesedihannya ketika harus ditarik masuk ke rumah dan
melalui hari-hari tanpa bersekolah lagi. Dalam suratnya, ia sangat menyayangkan
nasibnya yang tidak dapat lagi menambah ilmu pengetahuan, bidang yang amat
dicintainya. (Toer, 2003: 68).
Dia tahu benar, bahwa
pintu sekolah yang memberi jalan pada banyak hal yang dicintainya, telah
tertutup baginya. Perpisahan dari guru-gurunya tercinta yang bicara padanya
begitu manis dan manis sewaktu ia hendak pergi dan kawan-kawan kecil yang menjabat
tangannya dengan mata berlinangan dan tempat dimana ia telah lewatkan jam-jam
yang sedap, sangatlah berat baginya. Tapi semua ini belum berarti dibandingkan
duka cita karena harus mengakhiri pelajarannya.
0