Riska Yuli Nurvianthi
04 Aug 2022 at 08:05Sahabat damai, Lebaran haji 2022 telah kita lalui, itu artinya Ibadah haji telah ternuaikan bagi orang yang mendapat kesempatan untuk beranjak ke tanah suci menghajikan diri. Ibadah haji merupakan ibadah yang komplit. Pelaksanaannya melibatkan multi dimensional dari diri manusia itu sendiri.
Kenyataanya haji melibatkan sekurangnya 5 aspek dari diri manusia itu sendiri secara sekaligus di dalam pelaksanaannya, yaitu: ibadah qalbiyyah (ibadah hati/mental), ibadahruhiyyah (ibadah ruh/jiwa),ibadah badaniyyah (ibadah fisik/jasad), ibadah maliyyah (ibadah materi/harta), dan ibadah ijtima’iyyah (ibadah sosial/kemasyarakatan).
Aneka dimensi tersebut telah berhasil menempatkan ibadah haji sebagai ibadah paling istimewa melebihi ibadah-ibadah lainnya. Secara sosial empiris, ibadah haji juga menjadi satu-satunya ibadah dalam Islam yang membuat pelakunya merasa memiliki kebanggaan tersendiri di tengah masyarakatnya bagi siapapun yang telah selesai menjalankannya, khususnya di NKRI.
Telah menjadi suatu fenomena budaya di tanah air orang yang baru pulang dari ibadah haji langsung mendapat titel yang ditulis di depan namanya berupa H untuk haji laki-laki, dan Hj. untuk haji perempuan. Atau bila tidak demikian, minimal sehari-harinya ia sudah dipanggil pak haji bagi kaum pria atau ibu hajjah untuk wanita.
Selain itu, bila ibadah lain dapat dilaksanakan di mana saja seorang muslim berada, maka ibadah haji hanya bisa dijalankan di tempat khusus, yaitu Mekah dan sekitarnya (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Bahkan, mutlak pelaksanaannya tidak bisa dipindah atau dijalankan di tempat lain.
Pelaksanaan ibadah haji pun bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain. Alias tidak statis pada tempat tertentu. Mulai dari tempat miqat (tempat memulai menjatuhkan niat dan berpakaian ihram) yang beragam tergantung dari arah mana calon haji datang.
Bila datang dari arah Selatan kota Mekah, maka miqatnya di Yalamlam. Bila datang dari arah Barat miqatnya di Zulhulaifah atau Abyar Ali atau lebih dikenal dengan nama Bir Ali. Bila datang dari arah Timur,miqatnya di Qarnul Manazil atau as-Sail yang terletak 94 km sebelah Timur Mekah. Sedangkan yang datang dari arah Utara miqatnya di Rabigh atau Juhfah.
Bagi penduduk Mekah sendiri, miqatnya cukup dari rumah masing-masing. Begitu pula dengan aktifitas Tawaf dan Sa’i-nya. Keduanya dilakukan di Masjidil Haram di Mekah. Wuqufnya di padang Arafah. Mabitnya di Muzdalifah dan melontar jumrah plus mabitnya dilakukan di Mina. Pelibatan berbagai tempat tersebut tentulah memiliki hikmah dan maqashid di sisi Allah SWT.
Sahabat damai, Ragam aktifitas yang sifatnya berbeda-beda, dijalankan di tempat-tempat tersebut pun tentu sarat dengan muatan hikmah, pesan simbolik serta nilai-nilai-nilai filosofis, yang jika dapat ditangkap, direnungkan dan dihayati secara mendalam tentulah akan menimbulkan kesan yang amat dalam dan berbekas sepanjang hayat bagi jemaah yang menunaikannya.
Tidak hanya pada saat sementara menjalani rangkaian nusuk haji, tapi menyentuh dan berpengaruh positif sampai pada suasana kehidupannya di masyarakat setelah balik dari menunaikan ibadah haji.
Persoalannya sekarang adalah kenyataan yang dijumpai di lapangan menunjukkan bahwa umat Islam yang telah pulang dari tanah suci dan telah meraih “gelar” seorang haji belum sepenuhnya mampu mewujudkan perubahan signifikan dalam peningkatan kualitas hidup dan kualitas spiritualnya.
Padahal, salah satu indikator kemabruran haji menurut kitab Lathaif al-Ma’arif adalah diberikannya yang bersangkutan kemampuan atau taufik untuk dapat melakukan berbagai kebaikan lagi setelah amalan tersebut selesai dilakukan. Yakni konsisten menjalankan kewajiban agama dan menjauhi yang dilarang, senang berbuat baik kepada sesama, dan banyak berzikir kepada Allah.
Dengan kata lain, terjadi peningkatan kualitas moral, spiritual,dan sosial dalam dirinya setelah kembali ke tanah airnya. Predikat haji mabrur yang merupakan goal dan nawa cita dari ibadah haji ini penting dan harus menjadi implikasi dari suatu pelaksanaan ibadah haji yang tuntunkan oleh Nabi. Sebagaimana sabdanya: “Haji yang mabrur tiada lain balasannya kecuali surga”.
Jika demikian, maka selain sisi penguasaan dan pemahaman tentang tata cara haji yang baik, tentu tidak kalah pentingnya untuk diwujudkan dalam diri setiap jemaah adalah bagaimana memahamkan aspek historis dan nilai filosofis dibalik pensyariatan ibadah haji tersebut, agar dapat terserap ke dalam sanubari umat Islam hingga menjiwai seluruh kehidupan sehari-harinya dan membentuk karakter berfikir dan tingkah lakunya, baik sebelum maupun setelah kembali ke tanah air.
Para ulama sepakat bahwa ibadah haji hukumnya wajib bagi setiap orang yang mampu sekali seumur hidup. Meski demikian, bisa saja ibadah haji wajib dijalankan lebih dari sekali karena suatu alasan syar’i. Umpamanya karena ada suatu nazar tertentu yang diucapkan/dilakukan setelah sebelumnya telah berhaji.
Atau karena alasan qadha’ (mengganti) ibadah haji yang rusak tahun sebelumnya, meskipun sifatnya hanya haji sunah. Selain itu, ibadah ini merupakan ibadah membutuhkan banyak pengorbanan dari diri seorang hamba. Baik berupa tenaga, fikiran, waktu, harta, bahkan bisa saja pengorbanan jiwa.
Itulah sebabnya orang yang menjalankan ibadah ini dimasukkan dalam kategori jihad, dan bila wafat di dalamnya dinilai sebagai syahid di mata agama. Di sisi lain, bagi yang kembali dari menjalankan ibadah ini dengan selamat akan memperoleh prestise secara sosial (duniawi) dan prestise secara ukhrawi.
Sahabat damai, esensi haji dan hajjah adalah reuni besar umat Islam sedunia untuk mengingatkan kondisi para Nabi, shiddiqin, para syuhada, dan orang shaleh dari masa ke masa berkumpul di tempat itu untuk mengagungkan syiar-syiar Allah dengan penuh kerendahan diri dan mengharap berbagai kebaikan dan ampunanNya.
Selain itu Baitullah merupakan tempat yang paling berhak untuk didatangi untuk mencari berkah sekaligus sebagai media mendekatkan diri kepadaNya. Ibadah haji juga merupakan ajang penyucian jiwa seorang hamba di tempat yang terus menerus diagungkan oleh orang-orang shaleh dengan berzikir kepada Allah swt juga sejatinya menjadi ajang evaluasi untuk memilah orang taat dari orang munafiq.
0