Riska Yuli Nurvianthi
04 Aug 2022 at 08:04


Sahabat damai, ajaran Islam dan keberagamaan umat Islam terkadang sering ditemukan adanya sikap-sikap yang ditenggarahi telah menjadi faktor kemunduran umat Islam  itu sendiri dilihat dari  tidak mengamalkannya sikap tawassuth (mengambil jalan tengah), I’tidal (tegas dan lurus), dan tawazun (Seimbang) yang ketiganya perwujudan dalam menemukan kedamaian hidup.

Kenyataan tersebut menyebabkan umat Islam banyak berubah dari gerakan horisontal menuju gerakan vertical yang keluar dari kehidupan dunia, dan menghabiskan waktunya ketika dia masih hidup di dunia untuk kepetingan akhirat semata.

Sungguh suatu amalan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moderasi, karena mementingkan satu sisi kehidupan dari sisi yang lain yang juga sama pentingnya. Pilihan tersebut biasanya cenderung dalam  perbuatan yang akan menjauhkan diri dari dunia demi menyelematkan diri sendiri tanpa memikirkan yang lain. Padahal menyelamatkan diri tanpa yang lain adalah perbuatan  destruktif  dan naïf.

Sahabat damai, Semasa kehidupan Rasulullah, Moderasi menjadi ajaran yang di isyaratkan melalui hadits tentang larangan Nabi atas tindakan membujang salah seorang sahabat, yakni : Said al-Musayyab berkata: “saya mendengar Saad Bin Abi Waqash berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melarang Utsman bin Mazh’un untuk membujang selamanya, karena semata-mata hendak melakukan ibadah kepada Allah. Andaikan beliau mengizinkannya, tentulah kami sudah mengebiri diri kami sendiri. (HR. Muslim)

Keinginan membujang dan mengebiri diri sendiri merupakan perbuatan yang tidak terpuji meski dilakukan untuk tujuan ibadah yang lain kepada Allah SWT, yaitu perbuatan tidak seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat, dimana saat itu kebutuhan untuk memperbanyak keturunan sangat dianjurkan untuk menambah pengikut umat Islam.

Dalam hadits yang lain Nabi malah mengingatkan kepada kita agar tidak berlebihan dalam menjalankan agama, nabi bersabda: Nabi SAW bersabda:”Jauhilah oleh kalian sikap ghuluw (berlebihan) dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena sikap ghuluw (berlebihan) dalam agama. (HR. Nasai)

Kunci dari hadits tersebut adalah mengambil jalan tengah dalam beberapa urusan dunia maupun urusan beragama. Sahabat damai, tentu masih banyak lagi hadits lain yang mencerminkan ajaran Islam tentang keberagamaan secara standar tanpa memperberat namun juga tidak menyepelekan atau mengentengkannya, karena keduanya sama-sama perbuatan yang tercela. Poinnya adalah sebaik-baiknya perkara yang tengahtengah.

Moderasi yang dibangun oleh Islam adalah moderasi yang bersumber dari wahyu Tuhan yang ditetapkan berdasarkan ayatayat al-Quran dan hadits nabi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, sebagai salah satu maksud dan tujuan syariah Islam yang paling urgen.

Dengan demikian, sudah pasti karakteristik moderasi tidak lepas dari karakteristik Tuhan yang menurunkan ajaran sederhana dan tidak memberatkan mahluknya. Tuhan yang bijaksana, adil, sempurna, maha mengetahui segala perkara baik yang kelihatan maupun yang tersebunyi. Inilah letak keistimewaan moderasi Islam yang berlandaskan kepada pondasi ketuhanan.

dalam Islam moderasi juga selalu sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah adalah potensi yang dibawa manusia sejak lahir. Sebagian ulama menyebutnya sebagai instink. Fitrah atau tabiat yang tertanam ke dalam diri manusia adalah potensi kuat penerimaan terhadap agama yang benar yang sudah diciptakan oleh Allah sejak manusia masih dalam kandungan ibunya.

Ketika manusia memiliki potensi kuat (fitrah) untuk menerima agama yang benar, maka secara otomatis juga berpotensi untuk mengikuti konsep moderat dalam beragama, karena pada dasarnya salah satu tujuan syariat agama adalah menegakkan konsep moderasi dan keadilan. Di sinilah letak hubungan antara potensi yang sudah ada pada diri setian insan dengan kemudahan untuk menerima konsep moderasi dalam beragama (Islam).

Konsep Moderasi Islam dalam demokrasi Indonesia adalah mencakup segala aspek kehidupan, baik keduniaan, keagamaan, social, ekonomi, politik, budaya, ilmu pengetahuan, dan sebagainya tanpa kurang sedikit pun. Relevan di setiap zaman dan tempat. Terhindar dari cacat dan kekurangan. Moderasi Islam juga mencakup aspek aqidah, ibadah, mu’amalah, manhaj(metodologi), pemikiran, dan akhlak.

Adanya sifat bijaksana dan seimbang dalam menjalankan aspek-aspek kehidupan. Seimbang dalam mencari bekal antara kehidupan dunia dan akhirat, seimbang dalam bermuamalah dengan sesama masyarakat di muka bumi, seimbang dalam memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani, dan seimbang dalam segala hal.

Ajaran Islam juga hadir untuk kebahagian hidup umat manusia, untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani dengan cara sederhana, yaitu tidak berlebihan dan tidak melalaikan. Demikianlah arti demokrasi yang ada dalam islam moderat.

Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, dapat digambarkan di sini betapa berbagai upaya yang dilakukan para tokoh agama untuk menciptakan situasi dan kondisi yang aman, damai, dan rukun antarumat beragama, betapa menghadapi rintangan yang sangat berat.

Meskipun para tokoh agama seperti almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tidak henti-hentinya meng- upayakan dengan berbagai cara rasional, sehingga menjadikannya menerima gelar pahlawan nasional, dijadikan icon pluralisme termasuk oleh lawan politiknya Kerena kegigihannya dalam memperjuangkan hak-hak minoritas itulah Gus Dur tak henti-hentinya dikenang oleh umat berbagai agama yang diakui secara sah di Indonesia.

Bahkan dalam kesempatan memimpin negara Indonesia sebagai presiden yang masa jabatannya relatif singkat, Gus Dur berhasil mengesahkan satu agama untuk dapat dihargai dan dihormati di Indonesia, yaitu agama Konghucu. Menurut Gus Dur, terjadinya berbagai kerusuhan dan kekerasan yang yang tidak bertanggung jawab dan bernuansa agama di berbagai tempat, merupakan akibat dari sikap eksklusif dalam beragama.

Karenanya ia menyarankan agar siapa pun umat beragama lebih mengedepankan keterbukaan dalam mencari kebenaran di dalam agama masing-masing.25 Begitu juga Mukti Ali sebagaimana dikutip Zainuddin,26 mengatakan bahwa dalam hal teologis masing-masing pemeluk agama yang berbeda tidak dapat melakukan kompromi, karena dalam persoalan yang sama seperti tentang kitab suci, masingmasing pemeluk agama memiliki sudat pandang yang berbeda.

Maka yang harus ditempuh adalah jalan agree in disagreement untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama. Dengan jalan tersebut masing-masing pemeluk agama harus meyakini bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang paling baik dan paling benar, dan pada sisi yang sama juga harus membiarkan orang lain untuk meyakini bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang paling baik dan paling benar.

Dengan demikian menjadi lebih nyata bahwa sebenarnya perpaduan Islam moderat dalam wujud demokrasi sangat membenci kekerasan dan disharmoni yang mengatasnamakan agama (Islam), dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia yang terwujud dalam pemeliharaan kerukunan antar umat beragama.

0