Riska Yuli Nurvianthi
29 Jun 2022 at 13:58


Sahabat damai, Perang hunian meskipun terjadi di bulan syawal seperti dengan perang Uhud, keduanya memiliki perbedaan yakni perang hunian berakhir dengan kemenangan sedangkan uhud diakhir dengan kekalahan umat Islam.

Sahabat damai, perang hunian terjadi pada bulan Syawal tahun ke-8 Hijriyah. Sebabnya, karena para pemimpin suku Hawazin dan Tsaqif merasa tidak senang melihat kemenangan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dan kaum Muslimin yang telah berhasil menaklukkan kota Mekkah dan bangsa Quraisy.

suku Hawazin dan suku Tsaqif di Thaif merupakan suku yang masih membangkang dan tidak terima atas kemenangan Rasulullah SAW merebut kota Makkah tanpa menumpahkan darah. Keduanya merupakan suku bangsa Arab yang besar dan kuat, termasyhur, pemberani, dan ahli dalam pertempuran atau perang. 

Dibawah pimpinan Malik bin Auf, salah seorang tokoh Hawazin, mereka menghimpun suatu kekuatan besar di Authas (tempat antara Mekkah dan Thaif) dengan mengerahkan seluruh harta kekayaan, wanita dan anak-anak mereka.

Hal ini mereka lakukan agar mereka tidak lari meninggalkan medan pertempuran, demi mempertahankan keluarga, harta kekayaan dan anak. Menghadapi kekuatan ini Rasulullah SAW pada tanggal 6 Syawal bergerak menuju mereka bersama 12.000 kaum Muslimin. 10.000 dari penduduk Madinah dan 2.000 dari penduduk Mekkah.

Mereka hidup pada suatu dataran yang subur, luas berudara nyaman yaitu di dataran Hunain. Oleh karena tinggal di dataran tinggi dan udara nyaman, hasil pertanian dan ternak mereka berlimpah ruah yang menjadi mereka kaya raya dan menjadi kuat.

Rasulullah SAW mengetahui bahwa dua suku ini yang dipimpin Malik bin Auf akan menyerang pasukan Muslim itu berdasarkan informasi dari utusannya bernama Abdullah bin Abi Hadrad al-Aslamy. Rasulullah mengutus Abdullah agar tinggal di tengah-tengah kabilah itu untuk melakukan pemantauan.  

Abdullah menyampaikan kepada Rasulullah  SAW bahwa pimpinan mereka Malik bin Auf secara terang-terangan di hadapan orang banyak menyatakan bahwa setiap orang Hawazin akan turut dalam penyerangan ini tanpa kecuali, termasuk wanita-wanita (istri-istri) mereka dan anak-anak dengan membawa seluruh harta benda di dalam pertempuran melawan Rasulullah.  

Di belakang setiap laki-laki, akan berdiri istri, anak-anak mereka dan harta benda masing-masing ditetapkan begitu agar mereka berjuang mati-matian menjaga diri, istri, anak-anak dan harta benda mereka.  

Penulis legendaris buku hidup sesudah mati H Bey Arifin dalam bukunya. “Rangkaian cerita Alquran Kisah Nyata Peneguh Iman” menuliskan bahwa strategi Malik bin Auf ini pernah diprotes salah seorang di antara pemimpin mereka yang bernama Duraid bin Shamih. Ia berkata kepada Malik bin Auf:

“Cobalah engkau pertimbangkan apakah baik apabila engkau menang, maka yang menyebabkan kemenangan itu adalah hanya kaum laki-laki yang bertempur dengan mata pedangnya. Tapi jika engkau kalah, seluruhnya menderita atau musnah, termasuk wanita-wanita, istri-istri, anak-anak, dan semua harta benda mereka?” 

Malik bin Auf tetap atas pendiriannya ia menolak masukkan Duraid lalu berpaling kepada kaumnya dan berkata. “Hai masyarakat Hawazin, hendaklah kalian menaati aku. Kalau tidak aku akan duduk di atas ujung pedangku, sehingga pedang itu akan menembus dadaku sampai ke punggungku.” Melihat semangat yang berapi-api itu, orang banyak turut bersemangat dan berkata kepada Malik. “Aku akan patuh menuruti perintahmu.” 

Tercatat dalam perang hunian ini, Malik bin Auf menerjunkan 20 ribu mata pedang lengkap dengan istri, anak-anak, dan harta benda masing-masing. Setelah menerima laporan Abdullah bin Hadrad bahwa kaum Hawazin menyerang Rasulullah.

Rasulullah memanggil Umar bin Khattab untuk meminta pendapatnya,  Umar menyarankan bahwa suku itu harus diserang dengan tidak menghiraukan berapa besarnya jumlah mereka. 

Rasulullah menerjunkan 12 ribu pasukan termasuk wanita untuk melawan kaum wanita dari pihak musuh. Sebagian dari mereka adalah orang-orang yang baru masuk Islam setelah direbutnya kota Makkah. 

Dan sebagian mereka berangkat ke medan perang dengan harapan akan mendapatkan harta rampasan yang amat banyak sebagian mereka bersombog diri karena jumlah yang amat banyak itu. Ada yang berkata “Kita pasti menang, Kita tidak akan kalah karena sedikit.”   

Rasulullah SAW tidak senang mendengar ucapan yang demikian itu bukan saja tidak senang, malah Rasulullah menjadi khawatir bahwa Allah SWT tidak senang terhadap kaum yang sombong. Dan benar atas kesombongan dan  kemusyrikan mereka karena telah percaya kepada pohon bernama Zati Anwath, pasukan Muslimin kalah. 

Rasulullah SAW bersabda; “Allah rupanya memberi hukuman karena kesombongan mereka yang mengatakan menang dan juga karena kurang sucinya tujuan dari sebagian mereka yang turut berperang itu,”

Kaum Muslimin dikalahkan dengan sejelek-jelek kekalahan, lalu mundur ke belakang. Apa lagi banyak pula di antara mereka pemuda-pemuda yang belum berpengalaman di medan perang, yaitu pemuda-pemuda Makkah yang baru masuk Islam.

Kekalahan mungkin karena dosa mereka yang mau mengambil berkah dari pohon Zati Anwath yang menyatakan kemusyrikan. Namun melihat kekalahan itu Rasulullah tidak gusar.

Beliau mengangkat senjata bertakbir untuk memompa semangat para pasukan Muslimin. Setelah membuat kumpulan musuh, pasukan Muslim akhirnya menang, karena kesombongan mereka diganti dengan perasaan minta ampun dan tobat. 

Tadinya niat berperang itu untuk mendapatkan harta rampasan perang, kini mereka bertujuan perang untuk menegakkan agama Allah. “Musuh terus mundur dan lari terbirit-birit, sedangkan mereka mengejar dari belakang,” Sabda Rasulullah SAW.

Setelah memutuskan untuk mengakhiri pengepungan benteng Thaif, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam kembali ke Ji’ranah tempat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyimpan ghanimah (harta rampasan) perang Hunain sebelum berangkat mengepung Thaif.

Setibanya di Ji’ranah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak langsung membagi harta rampasan perang tersebut kepada para Shahabat yang ikut dalam perang Hunain kecuali perak yang jumlahnya tidak tidak terlalu banyak.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sengaja menunda pembagian ghanimah ini beberapa hari, dengan harapan akan ada utusan dari kabilah Hawazin yang datang untuk menyatakan taubat dan menerima Islam.

Namun ternyata tidak ada yang datang. Akhirnya ghanîmah dibagikan kepada kaum muhajirin dan para tawanan yang dibebaskan, sementara kaum Anshar tidak mendapatkan bagian sedikitpun.

Pembagian ghanimah seperti ini memantik kemarahan sebagian kaum Anshar sehingga terucap kalimat yang tidak selayaknya diarahkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

Ketika berita tentang kaum Anshar dan ucapan sebagian mereka terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan mereka dan bersabda kepada mereka:“Wahai kaum Anshar, Pembicaraan apa ini yang sampai kepadaku dari kalian?”.

Kaum Anshar terdiam (tidak mampu menjawab). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya, “Wahai kaum Anshar, Apakah kalian tidak rela orang-orang itu pergi dengan membawa dunia sementara kalian pulang membawa serta nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah-rumah kalian?”

Mereka menjawab, “Tentu kami rela, wahai Rasulullah!” Perawi mengatakan, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Seandainya manusia menempuh satu lembah sementara kaum Anshar menempuh syi’b (jalan atau celah diantara dua pegunungan), maka pasti saya akan mengikuti jalan yang ditempuh kaum Anshar.”

Sahabat damai, perang ini membawa keberungtungan berlipat ganda, selain para musuh masuk Islam, harta mereka juga di sedekahkan di jalan Allah SWT, selain itu kisah perang  ini disebutkan dalam Alquran di surat At Taubah ayat 25 hingga 26 yaitu;

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.” 

Nah sahabat damai, banyak pelajaran dari peristiwa perang ini yakni jangan sombong dan salah niat dalam menegakan Agama Allah SWT.

0