Riska Yuli Nurvianthi
29 Jun 2022 at 13:46Ideologi merupakan gagasan yang disusun secara sistematis dan diyakini kebenarannya untuk diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai landasan dalam bertindak. Di Indonesia ideologi yang diyakini adalah Pancasila.
Pancasila merupakan Ideologi negara yang menjadi sarana pemersatu masyarakat dan pengarah motivasi bangsa untuk mencapai cita-cita bersama yang didalamnya terdapat 5 sila yang saling berkaitan.
Era globalisasi dan perkembangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) membuat masyarakat di sebuah negara bisa menerima informasi dari manapun dengan cepat. Peristiwa dari belahan dunia lain bisa diterima dalam sekejap mata dan masyarakat bisa memberikan respon atas peristiwa tersebut.
Kemampuan masyarakat untuk bisa menerima informasi dari manapun dengan cepat membuat batas negara menjadi kabur yang kemudian memunculkan fenomena penyebaran ideologi transnasional.
Ideologi transnasional, atau yang biasa disebut sebagai transnasionalisme, memiliki kaitan yang erat dengan kapitalisme, dimana para penganut ideologi ini berusaha untuk mendorong individu, kelompok dan lembaga negara untuk menciptakan hubungan-hubungan yang bersifat lintas negara dengan tujuan yang merusak.
Hubungan lintas negara yang diciptakan tidak hanya berupa hubungan dari segi ekonomi saja, melainkan juga hubungan dari segi sosial dan politik. Munculnya ideologi transnasional merupakan konsekuensi dari adanya perkembangan IPTEK dan globalisasi, yang membuat batas-batas antarnegara menjadi bias atau kabur.
Ideologi transnasional merupakan ancaman tersendiri bagi Indonesia dan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia sebab tidak sesuai dengan karakter dan jatidiri bangsa juga dengan kepercayaan agama yang dianut, sehingga ideologi transnasional seharusnya diwaspadai dan di berantas agar tidak berhasil dalam melakukan gencar penyebaran paham terhadap masyarakat Indonesia khususnya generasi muda yang menjadi target utama.
Sahabat damai, kita khawatirkan pada generasi muda yang dengan mudahnya terpengaruhi akan ideologi-ideologi transnasionalisme seperti konsumerisme dan hedonisme yang menjadi budaya-budaya kapitalis, individualisme, liberalisme dan fundamentalisme agama yang akan merusak satu sama lain, sehingga tidak ada toleransi untuk paham ini.
Penganut paham ideologi transnasional telah menembus batas-batas negara tempat kelahirannya dan menyebar ke berbagai kawasan dunia, termasuk Indonesia. Mereka datang dengan dukungan dana yang besar, media informasi yang moderen dan kader-kader militan dari dalam negeri Indonesia sendiri yang selalu siap memback-up aktivitas dakwah mereka.
Mereka datang dengan ketrampilan berdebat dengan dalil-dalil keagamaan dan argumentasi yang jelas dan lugas, Hal ini karena mereka seperti umumnya kaum tradisional yang menjalankan amalan keagamaan sebagai warisan tradisi dari para pendahulu yang dinilai valid sehingga tidak dirasa perlu mempertanyakan dalilnya.
Mereka menggunakan metode dan taktik-taktik framing sebagai instrumen gerakannya. Dengan menjadikan media sebagai jalan penyebarannya, dalam hal ini media sosial dan blog, menjadi penting untuk menyampaikan simbol-simbol dan pesan gerakan yang dibangun oleh para aktivis.
Pada era globalisasi, transnasionalisme akan berimplikasi pada suatu proses transformasi. Gerakan mereka yang berinteraksi akan saling mengadopsi pengetahuan yang kemudian akan mendorong perubahan perilaku yang dimulai dari tingkat akar rumput, terutama pada generasi muda. Gerakan-gerakan tersebut ada yang bersifat gerakan pemikiran, gerakan spiritual, sampai gerakan politik.
Tidak sedikit diantara mereka menggunakan background Islam untuk menggencarkan aksi dan ideologinya. Jika target atau generasi muda lengah terlebih jika dasar aqidah dan tauhid yang dipahaminya lemah maka mereka sangat mudah untuk menyebarkan pemikiran mereka dengan ekspansif dan aktif.
Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi lahan subur bagi berkembangnya gerakan Islam transnasional. Kondisi ini bisa saja membuat basis-basis NU yang sudah berkembang lama saling memecah bela dan menghancurkan.
Perpecahan di antara ummat Muslim sebenarnya telah muncul benih-benihnya pada zaman yang sangat dini, yakni pada periode pasca Hijrah di mana sudah terbentuk sebuah negara dengan warga yang heterogen (multisuku, multi-budaya dan multi-agama).
Tetapi sosok Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang disegani oleh kawan maupun lawan dan kepiawaian beliau dalam memanaj masyarakat membuat benih-benih itu tidak sempat tumbuh subur.
Begitu Rasulullah wafat maka pertanyaan besar yang tak terelakkan untuk segera dijawab adalah siapa yang akan menggatikan beliau sebagai pemimpin negara. Di sinilah benih-benih itu tumbuh kembali dan merebak menjadi konflik horizontal yang nyaris meluluhlantakkan eksistensi negara Islam.
Salah satu buahnya adalah Perang Shiffin yang memperhadapkan Alī ibn Abi Thalib dengan Muawiyah ibn Abi Sufyan radhiyallahu anhuma. Ini bukan perang pertama yang terjadi di antara sesama ummat Muslim, tetapi di dalam perang inilah perpecahan di tubuh ummat mengejawantah begitu nyata dengan lahirnya aliran sempalan pertama dalam Islam yang kemudian dikenal dengan nama Khawarij.
Penyebaran paham transnasional sebagai contoh adalah Paham Syiah disebarkan di kalangan warga nahdliyyin dalam beberapa tahap dan dengan berbagai cara yang memungkinkan. Pada tahap awal di mana mereka masih kecil secara kuantitas, propagandis Syiah mendekati masyarakat muslim dengan pendekatan taqiyyah (penyamaran identitas kesyiahan).
Mereka menyaru sebagai warga Islam patuh akan aqidah dan assunnah, menjalankan amalan-amalam dan rajin mengikuti aktivitas keseharian warga masyarakat NU pada umumnya.
Sementara itu dia tidak segan-segan menggelontor dana besar kepada orang/pihak yang didekatinya untuk menarik simpatinya. Kemudian, pada tahap lebih lanjut, ia mulai menampakkan identitas kesyiahan tetapi sambil berusaha meyakinkan semua orang bahwa tidak ada perbedaan prinsip antara NU dan Syiah.
Bila jumlah mereka sudah besar dan kuat mulailah dibangun militansi untuk, sekurang-kurangnya, mempertahankan diri mereka dari kemungkinan reaksi buruk dari pihak warga moderat yang belum terekrut ke barisan mereka dan di sinilah ketegangan antara kedua pihak mulai merebak.
Sedangkan paham transnasional versi Wahabi-Salafi menyebarkan paham mereka dengan berbagai cara mulai dari pendekatan personal sampai dakwah terbuka di atas mimbar dan tal jarang diikuti juga dengan dialog interaktif.
Di samping itu, dengan memanfaatkan potensi dana yang digelontor dari negara asalnya, Arab Saudi, mereka menerbitkan buku-buku, buletin dan majalah yang didistribusikan secara cuma-cuma, serta membangun stasiun-stasiun televisi dan radio di berbagai daerah strategis.
Daya tarik mereka, terutama di kalangan pemuda kampus, terletak pada pemaparan dalil-dalil atas setiap klaim yang mereka sampaikan. Adapun Hizbut Tahrir dipropagandakan terutama di kalangan pemuda kampus melalui diskusi-diskusi ilmiah dalam forum-forum kegiatan ekstra kurikuler.
Mereka juga rajin menerbitkan media cetak mulai dari buletin, majalah dan buku-buku. Sementara itu di luar kampus mereka juga proaktif melakukan pendekatan terhadap masyarakat awam secara personal dan melalui kelompok-kelompok kegiatan yang ada di desa-desa.
Semua itu berjalan lancar laksana air di parit sementara di NU sendiri nyaris tidak ada greget untuk menjawab tantangan penyebaran paham-paham destruktif tersebut di atas. Padahal hal tersebut mendesak untuk dilakukan.
Sahabat damai, saatnya kita bersatu melawan dan memberantas paham dan gerakan destruktif tersebut. Kita harus cerdas mengenal berbagai pengkajian dan pemahaman islam yang sebenar-benarnya.
Perlu dilakukan pembelajaran intensif bagi seluruh masyarakat islam di semua tingkatan usia untuk memperkuat pemahaman terkait aqidah dan tauhid sebagamana yang ada dalam Al-qur’an dan Assunah yang selama ini kita yakini.
Jangan biarkan mereka berhasil mendongkrak pemahaman dan pemikiran kita dengan dalilnya dan eksistensinya yang salah. Sudah saatnya kita bersatu melawan paham tersebut dan tidak ada tempat di negara kita untuk mereka dengan pengawasan lingkungan didik, menerapkan Islam Moderat yang seharusnya dan menerapkan 5 sila pancasila dengan baik.
0