Riska Yuli Nurvianthi
29 Jun 2022 at 10:54


Sahabat damai sebagai Manusia, seorang hamba tuhan yang tidak lepas dari kesalahan, tidak salah dan lupa yang merupakan sebuah fitrahnya. Tidak ada manusia yang sempurna bahkan terbebas dari dosa.

Olehnya di bulan Ramadhan menjadi kesempatan emas yang harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Salah satunya adalah dengan bertafakkur atau introspeksi diri, seberapa banyak dan apa saja dosa yang telah kita perbuat selama ini?.

Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan, “Barangsiapa yang dua harinya (hari ini dan kemarin) sama, maka ia merugi. Barangsiapa setiap harinya lebih jelek dari hari sebelumnya maka ia tergolong orangorang yang terlaknat” (HR. Bukhari).

Hadist tersebut dengan tegas sebagai pembelajaran kita sebagai manusia agar dapat menemui dan melewati hari-hari yang akan datang lebih baik, dengan intropeksi dan evaluasi diri yang penuh.

Sahabat damai, sebagai tempat khilaf dan dosa, terkadang kesalahan yang lalu menjadi sebuah kebiasaan yang terus diulang-ulangi tanpa mau melakukan perbaikan, seperti halnya Pepatah bilang, “jangan sampai terjatuh di lubang yang sama.”

Olehnya, Islam sangat diperhatikan pemeluknya untuk melakukan introspeksi diri yang tertuang dalam ayat suci Allah SWT yakni; “Hai orang-orang yang percaya, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Qs. Al-Hasyr/59:18).

Firman Allah dalam surat Qs. Al-Hasyr/59: 18 tersebut mengandung pesan yang jelas kepada orang-orang yang percaya lebih baik untuk menelaah kembali segala perbuatan yang telah dilakukan untuk menyongsong kebaikan di hari esok. Mana saja yang dapat bermanfaat, mana pula yang justru berakibat jatuh ke dalam lubang dosa.

Imam Ghazali dalam Ihya Ulûmiddîn  mengatakan; manusia memiliki sifat Rubûbiyahatau ketuhanan. Sifat yang dapat memicu perbuatan dosa seperti: sombong, membanggakan diri, mencintai pujian dan sanjungan, mencari popularitas, dan lain sebagainya. Ini termasuk dosa yang merusak, sekalipun banyak orang yang melalaikannya.

Selain itu sifat Syaithȃniyah atau kesetanan yaitu muncullah benih-benih kedengkian, kesewenang-wenangan, menipu, berdusta, makar, kemunafikan, dan hal-hal yang menyuruh pada kerusakan.

Adanya sifat Bahimiyah atau kebinatangan yaitu sifat yang mendorong melakukan tindakan kejahatan, memenuhi nafsu perut dan syahwat perilaku, zina, homo seks, dan mencuri.

Hadirnya sifat Sabu‟iyah atau kebuasan yang mendorong nafsu dan sikap amarah, dengki, menyerang orang lain, membunuh, merampas harta, dan korupsi.

Sahabat damai, tidak menutup kemungkinan untuk sifat tersebut perna kita selama ini, sehingga sudah saatnya kita membaca dan harus pandai-pandai menghitung, berharap, dan introspeksi terhadap diri sendiri, sebelum hari penghitungan (yaumual-Hisȃb) kelak di akhirat.

Sinyal ini sudah pernah diutarakan oleh Umar bin Khaththab, “Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab di akhirat kelak. Timbang-timbanglah amalmu sebelum ia ditimbang di akhirat,” kata Umar sebagaimana riwayat dari Abu Nu‟aim dalam kitab al-Hilyah.

Sahabat damai, Rasulullah SAW bersabda , “Setiap anak Adam adalah sering melakukan shalat. Dan, sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat?” (HR.Tirmidzi).

Dibulan Ramadhan dan melakukan puasa ini menjadi bulan dan tindakan yang terpuji untuk menyadari dosa yang telah kita lakukan dan melakukan taubat dengan sungguh-sungguh.

Sahabat damai, Taubat merupakan Raja an al –itsmi yaitu meninggalkan segala perbuatan tercela (dosa) untuk melakukan perbuatan yang terpuji.

Taubat yang tingkatnya paling tinggi di hadapan Allah SWT adalah taubat Nasuha, yaitu taubat yang dilakukan dengan penuh kesadaran tinggi atas kesalahan yang telah dilakukan dan murni ingin memperbaiki menjadi pribadi lebih baik.

Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al-Tahrîm/66: 8 , “Hai orang-orang yang percaya, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (taubat nasuha).”

Taubat Nasuha adalah menyesali dosa-dosa yang mencari di masa lalu dan untuk tidak melakukan lagi, kapanpun dan di manapun. Sahabat pernah bertanya, apakah penyesalan itu taubat? “Ya”, jawab Rasulullah (HR. Ibnu Majah).

Ulama besar dari Bashrah, Abu Amr ibn al-„Ala al-Basri pernah berkata , “Taubat nasuha adalah apabila kamu perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya .”

Sahabat damai berada, taubat dengan penyesalan dosa ini harus dibarengi dengan tiga paket amaliyah: niat dalam hati (qalb), mengaku berdosa dengan memperbanyak istighfar (lisan), dan melakukan tindakan ketaatan dan tekun beribadah (fi‟l).

Sehingga kita dapat meraih predikat Khairah ummah (umat terbaik) dan meninggal dalam keadaan husnul khotimah.

Olehnya jangan sia-siakan bulan suci ini, mari kita memohon ampun sebanyak-banyaknya agar Allah SWT ridho dan mengampuni dosa kita selama ini, Amiiin allahuma amiin.

0