Ridwan Rustandi
13 Apr 2020 at 09:38Pasca
penetapan coronavirus diseases
2019
(Covid-19) sebagai pandemik global oleh WHO pada 11 Maret 2020, hampir
sebagian besar negara-negara terdampak mengambil berbagai kebijakan untuk melakukan
antisipasi penyebaran sekaligus dampak dengan resiko terburuk terhadap
stabilitas internal negara. Melansir Worldometers (https://www.worldometers.info/coronavirus/) pukul 12.13 WIB, kasus
positif SARS-CoV-2 mencapai 1,347,235 kasus. Dari jumlah tersebut, 286,234
orang dinyatakan sembuh dan 74,767 orang meninggal dunia. Data menunjukkan,
Amerika Serikat (USA) menjadi negara dengan kasus terkonfirmasi terbanyak,
bahkan melebihi China, yang pertama menemukan kasus Covid-19 ini.
Beberapa negara yang telah lebih
dulu terjangkit penyebaran virus ini, telah mengambil kebijakan penanganan.
Mulai dari kebijakan Karantina Wilayah seperti di Korea Selatan, Italia dan
China; kebijakan Lockdown seperti di
China, Korsel, Malaysia, India dan sebagian besar negara lainnya; sampai dengan
kebijakan Herd Immunity yang diterapkan di Inggris dan Belanda. Tentu, setiap
negara memiliki cara dan sudut pandang berbeda dalam menanggulangi penyebaran
virus ini. Umumnya, kebijakan diambil merujuk pada banyaknya jumlah kasus
terkonfirmasi dan rasio antara orang meninggal dan sembuh, keberadaan fasilitas
kesehatan yang layak dan memenuhi kebutuhan, jumlah penambahan kasus setiap
harinya, dan analisis berdasarkan realokasi penganggaran.
Indonesia sendiri berada pada urutan ke-37 dengan jumlah kasus (07/04/2020) sebanyak 2.491 terkonfirmasi positif Covid-19. Dari jumlah tersebut, 209 orang meninggal dunia dan 192 orang dinyatakan sembuh (www.covid19.go.id). Dalam upaya antisipasi penyebaran virus ini, Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, antara lain kebijakan social distancing dan/atau physical distancing yang mengandaikan kesadaran setiap orang untuk menjaga jarak aman agar tidak terjangkit virus, kebijakan untuk merumahkan berbagai aktivitas di luar seperti belajar, bekerja dan bahkan beribadah (kebijakan ini populer dikenal dengan #WorkFromHome) selama 14 hari didasarkan masa inkubasi virus, sampai dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil menyusul masa perpanjangan darurat penyebaran virus sampai 29 Mei 2020 (www.bnpb.go.id).
Melalui
kebijakan ini, Pemerintah RI merumahkan aktivitas luaran pada beberapa leading sector sampai masa waktu
penanggulangan virus ini ditetapkan. Pelaksanaan pembelajaran dari tingkat
dasar sampai perguruan tinggi mulai menggunakan sistem daring (online), dalam hal ini sekolah
diliburkan; beberapa aktivitas ekonomi
yang memungkinkan dilaksanakan di rumah, pabrik-pabrik mulai merumahkan
dan/atau memberikan beban pekerjaan di rumah; pusat-pusat keramaian ditutup,
pasar induk, beberapa mall dan destinasi wisata dengan aktivitas publik yang
padat diberhentikan; tempat peribadatan dihimbau tidak melaksanakan aktivitas
yang memungkinkan orang berkerumun, shalat berjamaah dan shalat jum’at serta
kegiatan agama lainnya disarankan di rumah; dan pelaksanaan realokasi anggaran
pemerintah pusat dan daerah untuk penanganan dalam bentuk pemotongan dan
penghematan (austerity).
Hastag
dan Kampanye Online
Sejak penetapan kebijakan antisipasi penyebaran
Covid-19, hastag #dirumahaja berdengung di berbagai lapisan masyarakat
Indonesia. Hastag ini kian populer, ketika Menteri Pendidikan RI, Nadiem
Makarim membuat video campaign
singkat yang berisi himbauan untuk melakukan aktivitas #dirumahaja. Di media
Instagram misalnya, tagar #dirumahaja sudah sampai 3,6M postingan. Sementara di
media twitter, tagar ini dalam beberapa minggu terakhir masuk sebagai topik
yang banyak diperbincangkan (trending
topic). Selain tagar #dirumahaja,
tagar lainnya yang berkaitan dengan corona misalnya #lawancorona
#kitapastimenang #socialdistancing #WorkfromHome dan tagar-tagar lainnya yang
merepresentasikan kampanye antisipasi penyebaran virus covid-19 secara online.
Fenomena
tagar #dirumahaja dan tagar-tagar lainnya yang berkaitan dengan penyebaran
covid-19 menunjukkan adanya proses komunikasi publik yang berlangsung dalam
medium virtual. Dalam kajian media, semenjak kehadiran media baru seperti
internet, ruang interaksi manusia yang melibatkan proses kontak dan komunikasi
dapat dilakukan tidak hanya secara langsung dengan tatap muka (face to face), tetapi juga dapat
dilakukan dalam ruang mayantara yang dikenal dengan cyberspace. Ruang mayantara ini menjadi sebuah ruang publik baru (new public sphere) yang mampu
mengantarai berbagai kepentingan manusia, terutama dalam proses berbagi
informasi. Keberadaan ruang mayantara dalam bentuk media sosial misalnya,
membentuk masyarakat jaringan (network
society) yang lazim dikenal komunitas virtual.
Merujuk
pada pendapat Kollock dan Smith (1999), komunitas virtual adalah sekelompok
orang yang berbagi informasi di dunia maya, mendiskusikan kepentingan bersama.
Umumnya, informasi yang dibagikan bervariasi, tergantung apa yang sedang
menjadi trend di masyarakat. Informasi dibagikan dalam komunitas virtual ini
melalui cara-cara kreatif dan inovatif, misalnya melalui narasi, teks, desain
grafis, video, film pendek, meme, hashtag dan lain-lain yang dapat dengan mudah
menyebar dan pada akhirnya menjadi viral. Hal ini berlangsung dengan cepat
melalui dukungan teknologi internet, sebab ruang publik ini menawarkan
cara-cara baru yang bersifat interkoneksi dan multimedia.
Koneksi
Global, Koneksi Kemanusiaan
Keberadaan komunitas virtual menghadirkan
terminologi baru dalam konteks kenegaraan. Istilah netizenship yang dipopulerkan oleh Michael Hauben (2013) menjadi
populer di kalangan pengguna media internet. Istilah ini merujuk pada aktivitas
komunal yang berlangsung di dunia maya. Di Indonesia, netizen sering dipadankan
dengan istilah warga internet atau warga net, yakni sekelompok orang yang
terpisah secara fisik, hidup di negaranya masing-masing tapi terkoneksi secara
global melalui jaringan internet.
Dalam
beberapa isu, warga net seringkali melakukan campaign atau movement dalam merespons berbagai isu dan kondisi yang
terjadi. Beragam isu mendapat sorotan dari warga net ini, mulai dari isu yang
recehan seputar gosip dan gaya hidup public
figure sampai dengan isu-isu yang
memiliki aras kepentingan besar secara global, misalnya isu lingkungan, isu
politik, isu gender dan isu kemanusiaan. Karena sifatnya yang global connected, maka beragam isu dapat
hilir mudik mewarnai lalu lintas ruang publik virtual.
Kampanye
dan gerakan antisipasi penyebaran covid-19 terjadi pula di ruang cyberspace. Hastag-hastag dan
kampanye-kampanye online dilakukan oleh berbagai orang baik secara individual
maupun kolektif dalam melawan covid-19 sekaligus membangun solidaritas antar
sesama. Bahkan tidak jarang, kampanye-kampanye ini berbuah menjadi gerakan (movement) dalam kehidupan nyata. Selain
kampanye dalam bentuk tagar #dirumahaja untuk
optimalisasi kebijakan social distancing dan PSBB, gerakan galang dana
melalui berbagai saluran dilakukan pula sebagai bentuk kepedulian masyarakat
Indonesia terhadap sesama. Terutama, dilakukan untuk mendukung pasukan garda
terdepan seperti tenaga medis dan masyarakat bawah seperti pedagang kecil,
gelandangan, pengemis dan lain-lain yang tidak memungkinkan untuk beraktivitas
#dirumahaja disebabkan pelaksanaan tugas dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Platform
www.kitabisa.com misalnya, dengan
branding Indonesia’s Fundraising
Platform, dilakukan oleh berbagai kalangan seperti public figure, tokoh politik dan komunitas sosial untuk menggalang
dana antisipasi penyebaran virus ini. Misalnya, artis tanah air seperti Aming,
Heddy Yunus, Nikita Mirzani, Maia Estianty, dan lain-lain melakukan
penggalangan dalam berbagai bentuk untuk mendukung kebijakan penanggulangan
virus. Secara kolektif, gerakan komunitas sosial seperti ormas Islam dan
organisasi keagamaan lainnya; organisasi kepemudaan seperti KNPI, Karang Taruna
dan lain-lain; LSM seperti Jaringan
Rakyat Miskin Kota, Jabar Bergerak, dan lain-lain; lembaga filantropi seperti
PZU, SF, Dompet Dhuafa, DT Peduli, UPZ MD, dan lain-lain, melakukan dukungan
dalam bentuk berbagi sembako, hand sanitizer, penyemprotan disinfectan, berbagi
masker dan masih banyak gerakan lagi.
Kampanye
dan gerakan di atas yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat adalah
bentuk tingginya kepedulian sosial di antara masyarakat. Bahkan bila kita
amati, gerakan-gerakan kemanusiaan seperti itu dilakukan hampir di seluruh
negara yang terdampak covid-19. Adagium “bisa karena bersama, bersama melawan
corona, lawan corona” dan lain-lain yang dikemas dalam kampanye dan gerakan
kreatif di dunia maya adalah wujud bagaimana sebuah teknologi dapat digunakan
untuk membangun kekuatan bersama dalam melawan berbagai kondisi yang menjadi
sumber kekhawatiran dan kecematan secara global.
Kampanye dalam bentuk hastag dan gerakan galang dana di ruang-ruang virtual adalah wujud aktivitas sosial dalam bentuk clicktivisme yang berujung menjadi koneksi global dan koneksi kemanusiaan. Koneksi ini dalam pandangan Bennet dan Sagerberg (2013) adalah bagian dari connective action yang mengandaikan adanya partisipasi publik, frame personal dan jejaring komunal dalam media digital. Clicktivisme sebagai dinamika aktivisme masyarakat dalam melawan isu yang menjadi kepentingan bersama. Clicktivisme adalah bagian dari suara optimis dalam memanfaatkan teknologi komunikasi supercanggih untuk membangkitkan sisi kemanusiaan kita. Clicktivisme adalah koneksi global, koneksi semesta, koneksi kemanusiaan yang bergerak menuju kemenangan bersama.
0