Riska Yuli Nurvianthi
08 Apr 2022 at 14:07


Sahabat Damai, beberapa hari yang lalu sosial media kembali di hebohkan dengan istilah Islamofobia dengan adanya kasus pemetaan masjid yang dilakukan agar dapat membersihkan akar-akar kelompok radikal yang memanfaatkan rumah ibadah sebagai tempat penetrasi dan infiltrasi paham radikalisme dan terorisme.

Istilah Islamofobia kerap muncul seperti tembakan yang membombardir secara membabi buta, katanya apapun kebijakan yang berhubungan dengan agama yang mengatasnamakan muslim (islam) selalu dianggap Islamofobia.

Padahal sesungguhnya yang menanam bibit  Islamophobia adalah segelintir kelompok yang memanfaatkan ajaran, aktifitas dan ruang agama untuk kepentingan politik yang menguntungkan baginya. Jika ini dibiarkan begitu saja tanpa upaya yang dilakukan maka akan sangat berbahaya dalam dimensi kehidupan khususnya agama islam di mata masyarakat.

Sebelum kita memikirkan jauh upaya tersebut, maka sangat perlu  memahami lebih detail istilah Islamophobia itu, olehnya daripada hanya menerka-nerkah  dan bingung sendiri yuk simak penjelasan artikel ini yah sahabat damai.

Sejak pasca peristiwa tragedi WTC 11 September 2001 di New York dan seruan peperangan terhadap terorisme, komunitas Islam seolah-olah menjadi bagian isu penting untuk selalu dibicarakan. Komunitas Islam dipandang sebagai penyebab segala permasalahan dan secara stereotip mereka menjadi sasaran tuduhan tersebut. Pasca serangan tersebut Amerika begitu panik hingga  mengeluarkan daftar pendatang yang dicurigai potensial sebagai teroris berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2002.

Pemerintah Australia juga melakukan tindakan serupa dengan mengeluarkan serangkaian aturan antiterorisme dan melakukan beberapa penggeledahan terhadap beberapa rumah-rumah muslim pasca bom Bali. Menurut Dr Kingsbury dari Universitas Deakin, Australia, pemerintahan Australia berpendapat bahwa jaringan terorisme Al Qaidah dianggap memiliki hubungan dekat dengan muslim radikal di Indonesia telah masuk ke Australia melalui mahasiswa dan warga negara Indonesia yang bermukim di Australia dikutip di koran Republika, Oktober 2004 silam.

Negara Inggris juga memiliki kecemasan tersendiri terhadap ancaman terorisme pasca 11 September 2001, puluhan orang muslim dari Asia selatan dicurigai dan dikait-kaitkan dengan terorisme.  Sedangkan di tanah air tercinta ( Indonesia)  kecemasan menyebar di masyarakat terutama tuduhan di kalangan muslim muncul dimulai pasca terjadinya ledakan bom Bali, 12 Oktober 2002.

Rentetan penangkapan beberapa orang Islam yang dianggap terkait seperti Amrozi, Ali Imron, Imam Samudra, bahkan seorang ustadz tua seperti Abu Bakar Baasyir pun dicurigai sebagai dalang terjadinya kekacauan di negeri ini.  Hal demikian juga menjadi teror tersendiri bagi Pria pemelihara jenggot dan keluarganya karena ada kemungkinan menjadi sasaran penangkapan dari pihak kepolisian sebab sejak kejadian penangkapan bom bali, pria berjenggot menjadi salah satu ciri-ciri terorisme.

Kejadian tersebut menyebabkan kecemasan dan ketakutan yang luar biasa disetiap orang sehingga banyak yang merasa phobia. Phobia dianggap sebagai bentuk khusus ketakutan. Kecemasan dalam phobia dialami apabila seseorang menghadapi objek atau situasi yang ditakuti atau dalam antisipasi akan menghadapi kondisi tersebut. Sebagai tanggapannya, orang menunjukkan tingkah laku penghindaran yang merupakan ciri utama semua phobia (De Clerq, 1994).

Sekelompok ahli hubungan antar ras atau suku bangsa di Inggris mulai membentuk sebuah komisi khusus dan mempelajari serta menganalisis Islamophobia mulai tahun 1995. Komisi yang meneliti tentang muslim di Inggris dan Islamophobia melaporkan bahwa Islam dipersepsikan sebagai sebuah ancaman, baik di dunia maupun secara khusus di Inggris.

Islam disebut sebagai pengganti kekuatan Nazi maupun komunis yang mengandung gambaran tentang invasi dan infiltrasi. Hal ini mengacu pada ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan berlanjut pada ketakutan serta rasa tidak suka kepada sebagian besar orang-orang Islam.

Kebencian dan rasa  tidak suka ini berlangsung di beberapa negara barat dan sebagian budaya di beberapa negara. Dua puluh tahun terakhir ini rasa tidak suka tersebut makin ditampakkan, lebih ekstrim dan lebih berbahaya (Runnymede Trust, 1997).

Istilah Islamophobia muncul karena ada fenomena baru yang membutuhkan penamaan. Prasangka anti muslim berkembang begitu cepat pada beberapa tahun terakhir ini sehingga membutuhkan kosa kata baru untuk mengidentifikasikan. Islamophobia tidak dapat dipisahkan dari problema prasangka terhadap orang muslim dan orang yang dipersepsi sebagai muslim. Prasangka anti muslim didasarkan

pada sebuah klaim bahwa Islam adalah agama “inferior” dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai yang dominan pada sebuah masyarakat (Abdel-Hady, 2004).

Islamophobia memiliki beberapa karakteristik. Untuk memahami karakteristik ini dalam laporan Runnymede menjelaskan sebuah kunci untuk memahami perbedaan tersebut, yaitu pandangan yang terbuka dan pandangan yang tertutup terhadap Islam (open and closed views of Islam).

Phobia dan ketakutan terhadap Islam yang terjadi merupakan karakteristik dari pandangan yang tertutup terhadap Islam (closed views), sementara ketidaksetujuan yang logis dan kritik serta apresiasi maupun pernghormatan merupakan pandangan yang terbuka terhadap Islam (open views).

Mungkin muncul pertanyaan Mengapa orang benci atau takut kepada komunitas Islam? Sebuah jawaban sederhana yang dapat menjelaskan mengapa orang membenci pihak lain adalah perasaan kalah dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk menang. Prasangka sosial akan muncul ketika seseorang berperilaku dan bersikap negatif terhadap seseorang karena keanggotaannya pada kelompok sehingga melakukan berbagai cara agar dapat berusaha menjadi pemenang meski sadar bahwa kemenangan akan sangat jauh darinya.

Budaya Indonesia yang relatif condong pada kolektivitas, interdependensi antar individu, serta menjaga keharmonisan, umumnya menghindari konflik yang terbuka. Dengan demikian, konflik yang laten antar kelompok dapat menjadi suatu potensi masalah yang berbahaya, seperti halnya kasus di Ambon dan Poso. Implikasi lain juga akan muncul pada bidang politik, keamanan, dan kesempatan kerja.

Kilas balik sejarah menggambarkan bahwa ketika Nabi Muhammad datang pertama kali membawa Islam ketakutan muncul di kalangan orang-orang Quraisy di Mekah. Mereka mengkhawatirkan akan datangnya suatu kekuatan baru yang akan berkuasa, sehingga orang-orang Quraisy menentang dan menghalangi penyebaran agama Islam.

Peristiwa ini hampir mirip dengan fenomena Islamophobia ketika terjadi ketakutan bahwa Islam akan menjadi kekuatan nilai baru yang menggantikan nilai-nilai lama dalam masyarakat. Inti kedatangan Islam adalah menyempurnakan pendekatan etik (kasih sayang) dengan pendekatan penegakan hukum atau aturan, sehingga hubungan antar manusia pun ada aturan yang melindungi agar tidak terjadi ketidakadilan.

Prasangka atau sikap negatif terhadap Islam muncul karena beberapa sebab. Secara individual ketika anak-anak ditanamkan kebencian atau ketidaksukaan kepada Islam akan menjadi benih munculnya prasangka, dan ini akan menyebabkan individu memiliki perasaan ketakutan akan munculnya Islam sebagai suatu kekuatan. Dari sisi kognitif, prasangka muncul karena kekeliruan atau ketertutupan informasi tentang Islam. Pandangan seperti ini, yaitu pandangan yang tertutup terhadap Islam, akan

memudahkan munculnya fenomena Islamophobia.

Kita dapat menyimpulkan bahwa Islamophobia merupakanbentuk ketakutan berupa kecemasan yang dialami seseorang maupun kelompok sosial terhadap Islam dan orang-orang Muslim yang berasal dari adanya  pandangan  pemikiran segelintir kelompok yang tertutup tentang Islam serta disertai prasangka bahwa Islam sebagai agama yang “inferior” tidak pantas untuk berpengaruh terhadap nilai-nilai yang telah ada di masyarakat sekaligus ketakutan akan tegaknya islam dan kebenaran yang sesungguhnya.

Mereka berusaha menutup kebenaran bahwa Islam datang dengan membawa kedamaian, keadilan dan penegakan aturan yang diharapkan akan membawa ke dalam tatanan masyarakat yang lebih baik. Islam mengajarkan kedamaian kepada semua golongan dan tegas terhadap sesuatu kebijakan yang fatal dan merugikan.

Sahabat damai, Pandangan yang terbuka terhadap Islam perlu dibangun dengan Pemahaman yang benar dan positif. Kejernihan sikap hidup dan kualitas mental dalam menerima keberadaan kelompok lain akan membantu masing-masing kelompok dalam komunitas masyarakat di dunia ini untuk berkompetisi secara sehat.

Kemudian dapat menunjukkan keunggulan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas dan sudah seharusnya  pandangan yang tertutup perlu diminimalisir dengan melibatkan seluruh sektor baik pemerintah, masyarakat, tokoh pemuka agama, generasi muda saling bersatupadu membangun citra jati diri islam secara kaffah.


Referensi : berbagai sumber

0