Riska Yuli Nurvianthi
08 Apr 2022 at 13:51


Sahabat Damai, setelah pembahasan yang panjang sejak 2019 lalu akhirnya Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  dalam sidang paripurna 18 Januari bulan lalu.

Rencana pemindahan ibu kota negara ke pulau kalimantan yang di rintis sejak 2 tahun lalu dari perdebatan hingga pengalihan tidak lain menjadi pilihan karena saat ini pulau Jawa sudah menanggung beban yang luar biasa dengan 57 persen penduduk berada di pulau Jawa sedangkan Kalimantan masih jauh dari kepadatan penduduk, khususnya kalimantan timur yang hanya berkisar kurang lebih 3,8 Juta jiwa dan kebanyakan adalah penganut agama Islam.

Sahabat Damai, apakah tahu arti Islam nusantara yang sebenarnya dan kira-kira bagamana presepsi Islam Nusantara di provinsi Kalimantan timur yang baru saja di resmikan sebagai ibu kota negara ini, serta bagamana kaitannya Islam Nusantara dengan budaya masyarakat setempat? Baiklah untuk memahaminya, kita langsung bahas aja yah.

Islam memilki sifat akomodatif yang menaungi misi dan ajaran yang ada di dalamnya. Fleksibilitas tersebut terdapat pada istilah Islam sebagai agama rahmatanlil alamin. Sedangkan dari sisi ajarannya juga sangat inklusif dengan mencerminkan ajaran Islam untuk seluruh umat manusia, tanpa memandang pada suatu kelompok tertentu saja.

Kehadiran Islam tidak berarti harus menghilangkan beragam budaya setempat, tetapi lebih sebagai penyempurna dalam keyakinan kepada sang khalik. Akan tetapi, kenyataan di lapangan kadang-kadang Islam sering disama-artikan dengan budaya dan hukum yang diberlakukan di negara Arab, sehingga dalam praktiknya semua yang bernuansa demikian dianggap Islam, sebagaimana adanya konsekuensi logisnya bahwa selain yang bukan Arab dianggap tidak Islam. di sinilah kemudian muncul gerakan Arabisasi yang pada ujungnya, Islam terkesan tidak akomodatif terhadap adanya budaya lokal.

Serangkaian sejarah kehadiran Islam di Indonesia dicatat sebagai kehadiran yang menyejukkan. Jalur perdamaian, seperti perdagangan, seni, pendidikan, dan pernikahan lebih mendominasi Islam di Nusantara. Figur pembawa Islam yang damai tersebut adalah peran para wali, kemudian sebutan para wali tersebut dikenal dengan Wali Songo.

Nilai universalitas dalam bentuk sikap dakwah yang akomodatif tersebut secara perlahan telah menjadi jatidiri bangsa, hingga kemudian secara politis Islam dalam hubungannya dengan kelahiran negara ini juga ikut andil secara langsung dengan memberikan pengaruh walau tidak dengan cara mendominasi sehingga jadilah Indonesia ini sebagai negara kesatuan, bukan negara Islam walau penduduknya kebanyakan umat Islam.

Normativitas Islam yang akomodatif serta pengalaman sejarah kehadiran Islam di Indonesia yang damai telah membuka suatu kesadaran baru bahwa Islam di Indonesia sebagai bentuk dakwah Islam yang unik. Keterjalinan ajaran dan budaya yang sangat baik menjadi suatu kebanggaan bagi bangsa ini, sekaligus cerminan relasi yang ideal antara misi Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin dan fakta sejarah kehadiran Islam di Indonesia yang menyejukkan.

Bentuk kompromi antara Islam dan tradisi lokal serta kehadiran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut telah menghadirkan karakter Islam Indonesia yang berbeda dengan Islam di tempat lain. Kekhasan tersebut kemudian dikenal dengan istilah Islam Nusantara.

Islam Nusantara  sebagai instrumen fungsional mutualisme antara Islam dan budaya menuju keragaman yang produktif. Sedangkan dalam praktiknya, Islam Nusantara ditempatkan sebagai pijakan atau titik tolak dalam menjalankan dakwah.

Islam nusantara menurut berbagai sumber dapat disimpulkan sebagai Islam Ahlusunah Waljamaah yang diamalkan, didakwahkan, serta dikembangkan sesuai dengan karakteristik masyarakat dan budaya di Nusantara. Keselarasan antara semangat kebangsaan dan keislaman menjadi puncak dari implementasi Islam Nusantara sehingga Nusantara dipersepsikan sebagai katalisator antara Islam, kebangsaan, pluralitas, dan kebenaran abadi.

Jalinan budaya dan ajaran memang hampir terjadi di setiap daerah di Indonesia, termasuk juga terjadi di Kalimantan Timur. Semula fenomena tersebut tidak terlalu perhatian banyak orang, namun ketika fenomena tersebut berubah menjadi istilah Islam Nusantara, perbincangan mengenai terminologi tersebut menjadi perbincangan yang kerap didiskusikan di berbagai forum ilmiah. Beberapa kalangan ada yang berada pada posisi setuju, sementara di pihak yang lain juga ada yang lantang untuk menolaknya.

Sahabat damai, Masalah penerimaan dan pertanyaan tersebut tentu sangat berkaitan dengan latar belakang pengalaman masing-masing individu. Salah satu unsur yang melatarbelakangi istilah diskursus Islam Nusantara terkait relasional ajaran dan budaya juga berangkat dari asumsi teologis mengenai jalinan keduanya yang masih terbilang ijtihadi. Sehingga dengan demikian keabsahan hubungan keduanya dan kelanjutannya pembentukan terminologi Islam Nusantara tentu juga kolaboratif.

Kalimantan timur adalah daerah puncak pelopor  peradaban Indonesia yang terbukti ditemukannya situs kerajaan tertua yaitu Kerajaan Kutai Martadipura, lebih akrab di kenal dengan nama Kerajaan Mulawarman. Sejak abad ke -4 sekitar 300 Masehi lalu, Kalimantan timur.

Islam Nusantara berdasarkan presepsi tokoh agama kalimantan timur dimaknai sebagai gejala baru dari sisi terminologi, tetapi cukup lama secara historis, sehingga Persepsi itu dapat saja berbeda dengan penerimaannya secara faktual. tidak menutup kemungkinan juga akan ada yang menolaknya secara keseluruhan.

Persepsi  tokoh agama di kalimantan timur terhadap Islam Nusantara sejatinya adalah relasi pemahaman agama terhadap realitas itu sendiri. agama dan kehidupan sosial kerap terjadi saling tarik-menarik antara tak sakral dari agama dan tidak sekuler dari kehidupan sosial. Agama dan ruang sosial yang membangun struktur rasionalitas baru (struktur) rasionalitas), kemudian melahirkan moralitas yang rasional. Moralitas rasional tesebut bangunan atas dua sisi, yaitu pengetahuan dan praktik (latihan) dalam sejarah kehidupan manusia.

Sejumlah tokoh menganggap bahwa Istilah Nusantara dianggap sebagai istilah yang cukup elit karena diskursusnya yang berkembang hanya di kalangan akademisi saja. Sementara masyarakat awam hampir secara umum tidak pernah mendengar istilah tersebut. Islam yang mereka tahu hanyalah Islam yang telah ada saat ini dengan kewajiban yang dilakukan setiap harinya seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.

Sahabat damai kita dapat mengatakan bahwa Wawasan keislaman masyarakat umum terkooptasi pada pemahaman Islam sebagai sebuah syariah yang cukup mengajarkan bagaimana pola beribadah kepada Allah. Sementara Islam dan interkasinya dengan situasi sosial sangat jarang menjadi suatu diskusi di tengah-tengah masyarakat umum.

Tokoh agama Kalimantan Timur berpendapat bahwa Islam Nusantara itu adalah Islam yang dekat dengan budaya sehingga Islam dihadirkan dari hati untuk sebuah rangkaian ibadah kepada Allah tanpa harus dengan bentuk simbolisnya. Maka dari itu, Islam Nusantara itu adalah Islam yang bercirikan keindonesiaan yang berarti tidak melupakan kekhasan budaya Indonesia, tetapi juga tanpa inti dari ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

 Kehadiran Islam tidak berarti harus menghilangkan budaya, sementara kehadiran Nusantara juga tidak berarti menghilangkan nilai keislaman.  Pandangan salah satu tokoh mengatakan “Islam datang dengan perdamaian dan akhlak mulia serta mendorong kehidupan keberagamaan yang produktif”.

Di sisi lain sobat damai, ada suatu pandangan yang sangat futuristik. Bahwa kehadiran Islam Nusantara dianggap sebagai suatu promosi Islam yang damai untuk dunia Internasional yang selama ini Islam diidentikan dengan teroris agama. Keramahan masyarakat Indonesia, moderasi yang berkembang dan toleransi untuk Keragaman di Indonesia, baik Keragaman internal Islam maupun Keragaman budaya Indonesia itu sendiri sehingga dapat dikatakan Islam Nusantara adalah prototipe Islam Rahmatan lil’alamin.

Pada setiap acara kebudayaan yamg diadakan di kalimant timur juga tersimpan nilai-nilai keislaman walaupun dalam bentuk pranata dan simbol sosial setempat. Selain itu sejumlah nilai positif seperti relasi sosial akan semakin erat dalam bahasa agama disebut dengan shilaturahmi.

Dengan demikian relasional Islam dan budaya dalam bentuk konkretnya terjadi hubungan mutualis yang tentu sangat baik untuk kehidupan manusia  juga tercapainya visi misi bangsa yang bersatu.

Nah sobat damai, sampai disini udah paham kan pemahaman islam nusantara di ibu kota negara kita, semoga artikel ini membantu yah.


Referensi : Berbagai Sumber

0