Bahraeni
13 Feb 2022 at 16:55


Belum lama ini tepatnya pada akhir Oktober 2021 lalu, raksasa teknologi facebook.inc mengumumkan berita bersejarah seperti yang sudah diwartakan dalam beberapa saluran berita di berbagai belahan dunia.

Perusahaan milik Mark Zuckerberg itu telah berganti nama menjadi metaverse atau disingkat dengan meta, sontak pengumuman tersebut memunculkan beragam reaksi dari berbagai masyarakat. Mark mengumumkan perubahan nama tersebut pada kamis 28 Oktober 2021.

Sebelumnya, ia menyampaikan, bahwa di tahun-tahun yang akan datang ia sangat berharap orang-orang tidak sekadar melihat kami sebagai perusahaan yang bernama metaverse. Melainkan meninggalkan kesan, Metaverse  adalah bentuk paling mutakhir dalam teknologi sosial.

Konsep metaverse pertama kali diajukan pada tahun 1992 oleh novelis Amerika, Neal Stephenson dalam karya fiksi ilmiah klasiknya, Snow Crash. Artinya konsep dunia alternatif tersebut tidak benar-benar ada namun kini ada jutaan orang melangkah menjelajah dan berativitas di dalamnya.

Kabarnya, Stephenson terinspirasi oleh John Walker dan Jerry Linear dalam proses penciptaan teknologi Virtual Reality atau VR oleh mereka. Menurut Stephen, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Cory Ondrejco dalam tulisannya yang berujudl Escaping The Gilded Cage and Building The Metaverse.

Metaverse  merupakan lingkungan daring dunia, selain dunia fisik yang menjadi tempat nyata bagi para penggunanya untuk melakukan beragam aktivitas baik sosial bisnis maupun hiburan. Nah semenjak metaverse diperkenalkan, banyak pihak yang berupaya untuk mewujudkannya menjadi nyata, termasuk di masa dimana populasi komputer makin meningkat melalui berbagai macam video game.

Ilmuwan dan penemu teknologi AR, Louis Rosenberg, mengatakan metaverse lebih berbahaya dari media sosial. AR dan metaverse adalah tekhnologi yang memungkinkan penggunanya, untuk melakukan segala kegiatan secara virtual. Rosenberg mengatakan metaverse berpotensi besar menggeser realitas yang sebenarnya.

Bahkan bisa memperparah masalah perpecahan sosial yang ada disekitar kita. Pengalaman berinteraksi langsung dan bersama-sama atau disebut civilized society bisa dengan cepat terkikis seiring zaman. Ia meyakini pada dekade ini atau 20 bahkan 30 tahun kedepan AR akan menjadi pusat semua aspek kehidupan. Mengubah segala proses kehidupan kita, bahkan interaksi yang dimulai dari cara kita bekerja, mencari hiburan, hingga berkomunikasi satu sama lain.

Namun, yah belum tentu semuanya dilakukan dengan cara yang baik. Apalagi saat ini dunia digital cukup rentan dengan kejahatan Cyber. Rosenberg lebih khawatir dengan penggunaan AR oleh penyedia platform besar, yang diyakini mampu mengontrol sebagian besar infrastruktur yang ada.

Media sosial sekarang saja sudah mampu membuat kita hidup dibawah pengaruh pihak ketiga. Lewat berbagai berita, iklan, gaya atau apapun yang ditawarkan dan disajikan dari sana. Resiko metaverse mungkin bisa lebih menyeramkan dari itu. Sayangnya masa depan canggih seprti ini tidak bisa kita hindari.

Bagaimanapun juga kedepannya kita tetap akan bergantung pada teknologi yang ada di sekitar kita. Jadi, jika memilih untuk melepaskannya, itu akan merugikan kita secara intelektual, sosial hingga ekonomi.  Rosenberg percaya AR bisa menjadi kekuatan besar positif, yang bisa membantu manusia, hingga membuat segala yang tidak mungkin jadi mungkin.

Noted , kita harus tetap berhati-hati dan mengantisipasi potensi bahayanya.

0