Gusveri Handiko
31 Mar 2020 at 05:05


Baru-baru ini di media sosial banyak dibicarakan tentang Lockdown terkait dengan penanganan virus corona jenis baru. Tentunya ada yang setuju dan tidak sedikit yang menentang hal tersebut. Sebenarnya apakah Lockdown tersebut?

Lockdown dapat diartikan sebagai situasi yang melarang warga untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat. Lockdown juga bisa berarti negara yang menutup perbatasannya, agar tidak ada orang yang masuk atau keluar dari negaranya. Merujuk pada definisi kamus Merriam Webster, lockdown artinya ialah mengurung warga atau sebagian warga untuk sementara demi menjaga keamanan. Lockdown juga diartikan sebagai tindakan darurat ketika orang-orang dicegah meninggalkan atau memasuki suatu kawasan untuk sementara, demi menghindari bahaya.

Lockdown menjadi opsi kebijakan yang diambil oleh beberapa negara terdampak virus Corona, yang sudah menilai wabah ini semakin cepat penularannya. Mulai China, Italia, Polandia, Elsavador, Irlandia, Spanyol, Denmark, Filipina, Lebanon, Prancis, Belgia, Selandia Baru, Malaysia, Amerika Serikat, Rwanda, Inggris, India, Afrika Selatan dan yang teranyar adalah Thailand. Namun ada beberapa negara yang hanya me-lockdown sebagian wilayahnya saja. Contohnya Amerika Serikat (California dan New York) dan Filipina (Manila dan Pulau Luzon).

Menurut situs Covid19.go.id yang merupakan portal informasi bagi masyarakat indonesia terkait penyebaran dan berita terbaru Covid-19 yang di buat oleh Gugus Tugas Penanganan COVID-19. Covid-19 telah menyebar ke 199 negara di dunia per 30 Maret 2020. sementara itu indonesia memiliki 1414 kasus positif dengan 75 orang sembuh dan kematian sebesar 122 jiwa.

Lalu jika Indonesia atau sebagian wilayah di indonesia lockdown apa saja yang harus dipersiapkan:

Salah satu hal terpenting yang wajib disiapkan pemerintah adalah terkait stok pangan. Namun, bukan hanya menjamin ketersediaannya saja juga harus mampu menjamin keterjangkauan dari aspek harga dan juga aksesnya. Agar jaminan ketersediaan pangan, keterjangkauan harga dan akses itu tetap aman, pemerintah harus mampu memetakan secara akurat stok pangan dan memprioritaskannya kepada wilayah paling rentan. pemerintah harus tegas mengawasi para penimbun dan pelaku panic buying yang merugikan publik. Tak hanya mengawasi pasar tradisional dan modern saja, juga wajib mengawasi hingga ke pasar e-commerce.

Pemerintah juga perlu menambah dan lebih aktif dalam menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat rentan. Mulai dari kelompok masyarakat yang terdampak secara ekonomi maupun masyarakat yang terdata sebagai masyarakat berisiko terinfeksi virus corona. Pemerintah perlu menambah stimulus bantuan non tunai kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah dan juga pekerja informal, namun juga perlu mempertimbangkan opsi dalam bantuan barang kepada masyarakat yang masuk kategori baik ODP, PDP, maupun positif, karena mereka sangat berisiko ketika harus keluar rumah membeli kebutuhan pokok.

Selanjutnya Pemerintah wajib meningkatkan keamanan, sebagai ilustrasi mencontoh dari negara-negara lain yang telah melakukan lockdown. Faktor keamanan adalah menjadi sangat penting. Selain mencegah tindak kejahatan, petugas keamanan juga perlu melakukan tindakan jika ada warga yang melanggar zona karantina, sebagai contoh di negara Malaysia Polisi melakukan patroli di sejumlah pusat perbelanjaan di Malaysia. Orang-orang yang melanggar karantina di Malaysia akan dihukum 2 tahun dan dikenakan denda 200 RM atau kurang lebih Rp 694 ribu setiap harinya. hukuman tersebut berlaku untuk pelanggar pertama dan kedua, dan bagi orang yang melanggar lebih dari dua kali maka hukumannya bisa mencapai 5 tahun. Peraturan hukuman karantina Malaysia tersebut tercantum pada UU Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di negara tersebut.

Selanjutnya masalah sosialiasi apa saja yang harus dilakukan penduduk saat diterapkan lockdown. Rakyat Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama. Sosialisasi soal bahaya Covid-19 yang efektif dan tepat sasaran perlu dilakukan, contoh, himbauan pemerintah untuk menerapkan Physical distancing, mulai dari menjaga jarak dengan orang yang sakit, bekerja di rumah dan semacamnya. Namun, himbauan ini dalam penerapannya di lapangan tampak belum efektif dan mungkin sulit untuk berjalan efektif . Hal ini dapat disaksikan buktinya dari, masih ada pejabat yang liburan ke luar negeri. Kasus lain, sejumlah kelompok agama justru tetap mengadakan acara yang mengundang jemaah atau orang dalam jumlah besar. Ditambahlagi 61% penduduk indonesia mempunyai pekerjaan di sektor informal alhasil sangat sulit untuk bisa di terapkan.

Kondisi saat ini pemerintah nampak ragu untuk mengambil tindakan drastis mengatasi virus corona, dan belum memutuskan untuk melakukan lockdown, ini nampaknya disebabkan pemerintah menghadapi dilema antara fokus mengatasi virus corona Covid-19 dengan upaya menyelamatkan perekonomian, dan pemerintah belum memiliki skenario menanganinya, karena yang sangat dikhawatirkan adalah ketika kebijakan lockdown akan dilakukan namun belum atau tanpa perencanaan dan dilakukan ketika korban corona sudah tidak tertanggulangi maka proses recovery-nya akan jauh lebih lama dan dampak negatifnya terhadap perekonomian justru akan jauh lebih besar.

Sehingga pemerintah harus benar-benar mengkaji semua sisi skenarionya, termasuk juga merencanakan antisipasi apabila dilakukan “lockdown” dampaknya bisa dipastikan akan signifikan, perekonomian seperti dimatikan. Semua ini harus diantisipasi dan disiapkan solusinya. Kekhawatiran dengan penanganan virus corona saat ini nampaknya yang serba tanggung, dengan melihat kenyataannya telah terjadi lonjakan penderita yang pada akhirnya akan memaksa pemerintah melakukan lockdown.

Belajar dari India yang secara tiba-tiba menerapkan lockdown negaranya yang berimbas pada kekisruhan yang terjadi pada masyarakatnya sehingga membuat eksodus besar-besaran penduduknya ke kota kelahiran mereka dengan berjalan kaki. Alih-alih ingin menanggulangi penyebaran virus corona di negaranya yang terjadi makin sulitnya memetakan jumlah penduduk yang terpapar virus corona di India. Hal ini sangat merugikan pemerintah India sendiri.

0