Hafizah Fikriah Waskan
31 Dec 2020 at 18:46OPINI – Cerita kali ini akan ditulis dengan perspektif orang pertama. Cerita ini dialami penulis yang berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah swasta. Mari bicara soal latar belakang cerita ini terlebih dahulu, jadi kita bisa membayangkan apa yang terjadi dan bagaimana kaitannya dengan cerita-cerita lainnya.
Penulis bekerja sebagai guru di sekolah swasta di Kalimantan Selatan, sekolah yang cukup terkenal dengan fasilitas lengkap dan program pengembangan yang cukup banyak. Kualitas guru? Wah, manajemen sangat selektif dalam memilih guru. Sudah mulai terbayang bagaimana guru di sekolah ini menjalankan kelas selama pandemi?
Penulis juga diamanahi sebagai Kepala Divisi di Departemen Akademik yang mengurusi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Apalagi di masa seperti ini, penulis bertanggung jawab sebagai orang yang mengawasi dan sekaligus IT support. Jadi penulis tentunya paham apa saja perjuangan guru-guru yang mengajar di masa pandemi ini.
Sekolah tempat penulis bekerja menggunakan sistem pembelajaran dalam jaringan (daring) dengan bantuan 2 (dua) aplikasi utama yakni Zoom dan Google Classroom. Sebagai Gen Z, penulis tentu tidak memiliki masalah yang besar dalam menjalankan kelas. Apalagi sejak anak-anak, sudah berkenalan dengan internet dan gadget.
Lalu, apa problematikanya?
Guru harus belajar menggunakan aplikasi dan teknologi. Seperti yang penulis sampaikan, karena tugas penulis sebagai IT support di pembelajaran daring ini, penulis sering kali dihebohkan dengan guru-guru yang gagap teknologi. Mulai tidak tahu bagaimana cara mengeluarkan akun zoom, sampai tidak tahu bagaimana cara mengunduh rekaman video pembelajaran dari zoom cloud.
Pernah ada suatu kejadian dimana anak-anak tidak bisa masuk ke zoom meetingnya karena kata sandinya salah. Usut demi usut, ternyata ada guru yang mengubah kata sandinya karena ingin menggunakan akun tersebut untuk pertemuan terjadwal. Anak-anak jadi heboh sendiri, dan entah kenapa kejadiannya selalu saat penulis sedang mengajar. Akhirnya wifi yang penulis gunakan terputus karena ditelfon orang-orang.
Guru harus mengembangkan skill dalam menyediakan materi pembelajaran daring yang menarik. Mengajar itu gampang? Bisa jadi. Tapi apakah topik yang kamu sampaikan berguna bagi anak-anak untuk kehidupannya? Hmm.. Belum tentu!
Pembelajaran daring yang sudah berjalan satu setengah semester ini tentu membuat kita bosan. Apalagi siswa yang setiap hari harus menatap layar gadgetnya untuk belajar. Hal ini pastinya jadi catatan penting seorang guru. Apalagi kalau sudah mematikan kamera, wah bisa-bisa laptopnya ditinggal tidur karena pembelajarannya tidak menarik. Jadi, guru juga harus bisa menyiasati hal-hal ini. Dan itu tidak semudah yang kalian bayangkan ferguso.
“Udah ngelawak aja di kelas biar gak boring.” (Hmm… Kita tidak akan tertawa terus menerus kakak.)
Itu terjadi di sekolah yang gurunya tiap mengajar luar jaringan (luring/ offline) harus menggunakan laptop dan perlengkapan elektronik lainnya. Bagaimana dengan guru yang di sekolah lain yang mungkin sudah berumur dan jarang menggunakan teknologi? Ditambah lagi bekerja dari rumah, anak-anak yang minta temani. Suami yang minta dimasakkan makan siang. Wah, lengkap itu perjuangannya membagi waktu bekerja, belajar, dan mengurus rumah.
Sekarang, kebayang gak gimana perjuangan gurumu saat pandemi ini? (Hfw/Nov)
0