Siti Resa Mutoharoh
25 Nov 2020 at 11:06DUTADAMAIJABAR- Mantan Napiter Sofyan
Sauri mengungkapkan, paham radikalisme lebih rentan menyasar kepada orang
eksakta (IPA atau ilmu pasti). Sebab selaras dengan ilmu yang dipelajarinya,
mereka kerap kali hanya mengandalkan logika dalam memahami agama.
Hal itu diungkapkan Sofyan saat
menjadi pemateri dalam acara Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Selasa 24 November 2020
di Haris Hotel, Kota Bandung.
"Kenapa orang-orang eksakta
mudah terpapar radikalisme daripada orang-orang sosial karena ternyata orang sosial punya sudut pandang
yang beragam dibanding eksakta," jelasnya.
Dijelaskan Sofyan, agama memiliki keterkaitan
dengan aksi terorisme lantaran jika seseorang mempelajari agama dengan benar,
maka tidak akan berpikir menyakiti bahkan membunuh sesamanya.
"Makannya betul apa yang
dikatakan Imam Syafii, kita belajar satu pertiga agama maka akan sombong, jika
memahami agama dua pertiga lahirlah tawadhu, dan apabila mempelajarinya secara
utuh (Syamil) maka akan semakin khosyah atau takut," ungkap Sofyan.
Menurutnya, orang yang tidak memahami
agama secara menyeluruh biasanya akan melahirkan pemikiran pendek dan tindakan
yang tidak mencerminkan kemuliaan dari agama yang dipelajarinya.
"Kemudian kita juga biasanya menemukan anak-anak muda yang
ikut pesantren kilat sehari dua hari, baru ikut dauroh seminggu, ketika keluar
dari pesantren bak seperti ulama yang menyatakan ini boleh dan gaboleh. Banyak
ade-ade kita terprovokasi yang kita enggak tau belajar agamanya di
mana" tambahnya.
Oleh sebab itu, lanjut Sofyan, kita,
khususnya anak muda hari ini, perlu guru yang benar-benar paham agama secara
menyeluruh agar bisa membimbing dalam memahami agama yang baik.
"Kita butuh guru bijak, jangan
nyari ustadz yang dengan NKRI saja belum beres karena pasti diajak jadi
pemberontak, maka kemudian betul orang jahat itu terlahir dari orang baik yang
salah cari tempat pengajian, maka bertemulah dengan orang bijak," ungkap
Sofyan.
Kemudian, selaras dengan tugas para
relawan Duta Damai BNPT RI, anak muda pun harus bisa memanfaatkan dunia maya
atau media sosialnya untuk menyebarkan narasi-narasi positif guna menghindari
perpecahan yang kerap kali digaungkan oleh penyebar narasi radikal.
"Maka untuk mencegah, perannya
Duta Damai BNPT RI adalah bagaimana jempol kita digunakan untuk membantu dan
mensyiarkan islam yang damai," tukasnya.
1