Fiskal Purbawan
01 Sep 2020 at 15:44


Lini media sosial twitter tiba-tiba ramai membahas seorang tokoh bernama Bu Tejo. Banyak kemudian akun-akun twitter mendaku bahwa Bu Tejo adalah representasi masyarakat dunia maya atau netizen Indonesia masa kini. Ada yang bilang apa yang diomongkan sangat pedas dan nyelekit. Sebuah penggambaran bagaimana mulut tetangga itu lebih pedas dari sambal Warung SS.

Penulis pun penasaran, dan sampailah saya pada sebuah film pendek berjudul ‘Tilik’. Film berdurasi 32 menit 34 detik ini merupakan hasil kerjasama antara Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Ravacana Films. Film ini sendiri sudah ada sejak tahun 2018. Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-75, Ravacana Films dan Dinas Kebudayaan Yogyakarta mengunggah film ini di media sosial berbagi video Youtube.

Film ini sendiri mengisahkan budaya tilik (menjenguk) orang yang sedang sakit. Biasanya rombongan ibu-ibu yang melakukan tilik ini. Dalam film ini, karena tidak ada bus mini yang dipakai, akhirnya Bu Ning yang memprakarsai ajakan tilik ini memilih memakai truk bak terbuka.

Selama perjalanan menuju rumah sakit, para ibu melakukan budaya wajib setiap para ibu saat berkumpul. Ngegosip. Terutama Bu Tejo, ia selalu saja memiliki topik untuk digosipkan. Bu Tejo berkata bahwa informasi yang didapatkannya selalu melalui kata orang dan media sosial. Yu Ning yang berusaha untuk berbaik sangka selalu menyanggah apa yang digosipkan oleh Bu Tejo dan ibu-ibu yang lain.

Terpinggirnya Orang Positivistik

Saya tak begitu kaget kenapa Bu Tejo bisa lebih viral sebagai tokoh dalam film ini. Kita dibuat sangat kesal dengan Bu Tejo dengan ucapan dan gaya bicaranya sangat pedas. Apalagi di daerah desa sekitar pembaca, saya pastikan ada paling tidak satu ‘Bu Tejo’. Namun penulis sendiri justru lebih tertarik dengan tokoh Yu Ning.

Bagi saya, Yu Ning adalah representasi sebagian masyarakat Indonesia yang masih memiliki semangat berbaik sangka. Ia berusaha agar melawan narasi gosip tetangga yang didengungkan oleh Bu Tejo. Yu Ning berusaha melawan narasi dengan cara halus, hingga saling adu mulut langsung dengan Bu Tejo. Boleh lah kita angkat Yu Ning agar jadi Duta Anti Hoaks. Sekalian Brand Ambassador Duta Damai Dunia Maya BNPT juga bagus. Haha.

Namun sayang sekali, orang positivistik seperti Yu Ning ini saya lihat agak terpinggirkan dalam masyarakat. Dalam film ini sudah tergambar secara jelas, bagaimana Yu Ning banyak ditempatkan di bagian pinggir selama film. Belum lagi bagaimana melihat cara Yu Ning melawan argumen dari Bu Tejo. Semakin berkurang respek ibu-ibu yang lain ke Yu Ning.

Yu Ning boleh jadi menjadi sebagian kecil masyarakat kita. Yang berusaha menyampaikan kabar kebaikan, namun justru tidak didengar oleh sebagian besar masyarakat kita. Padahal usaha yang dilakukan oleh Yu Ning sangat baik. Namun sangat disayangkan apabila cara yang disampaikan ternyata menggunakan cara yang salah. Tentu apa yang disampaikan Yu Ning tidak akan pernah sampai ke masyarakat.

0