Nurul Muthmainnah
12 Mar 2020 at 13:39
Beberapa minggu ini kita dikejutkan oleh hadirnya Keraton Agung Sejagat yang konon telah mendeklarasikan diri sejak 2018. Sang pemimpin yang selanjutnya disebut “raja” mengklaim bahwa dirinya merupakan pewaris tahta Kerjaan Majapahit dan Mataram Kuno. Tak lama berselang, masyarakat kembali dibuat tepuk jidat dengan hadirnya fenomena sejenis yakni Sunda Empire. Dalam video yang beredar, dikatakan bahwa perkumpulan ini telah terbentuk sejak 2018 dan mengklaim diri mereka sebagai perkumpulan yang mengatur pemerintahan dunia. Selain keduanya, dalam seminggu ini muncul pula “kerajaan” baru yang bernama King of the King dan berpusat di Tangerang. Sebelum ketiga “kerajaan” tersebut, Kerajaan Ubur-Ubur dan Kerajaan Selaco telah muncul lebih dulu dan mengklaim diri sebagai keturunan kerajaan Nusantara. Fenomena ini mengingatkan kembali akan sistem pemerintahan monarki yang sebelumnya pernah dianut beberapa wilayah di Nusantara.
Sistem pemerintahan monarki telah lahir dan bertahan cukup lama di tanah Nusantara, yakni pada era pra-proklamasi. Era monarki atau yang lebih sering kita sebut sebagai era kerajaan ini, dipimpin oleh seorang raja yang bertanggung jawab terhadap masyarakat suatu wilayah tertentu. Sebagaimana yang kita pahami sejak di bangku sekolah, Nusantara kita dahulunya terdiri dari beberapa kerajaan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Setelah proklamasi dikumandangkan, barulah para pemimpin kerajaan ini menyerahkan kekuasaannya pada pemimpin negara dan menyatukan diri dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menyerahkan kedaulatan dan kekuasaan penuh yang dimiliki, rakyat serta wilayah yang telah lama diperjuangkan tentunya bukanlah hal yang mudah bagi para pemimpin kerajaan-kerajaan tersebut dahulu kala. Terlebih ketika kekuasaan pemerintahan tersebut akan berganti ke bentuk yang berbeda, baru dan belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan. Bukan hal mudah bagi seorang yang tadinya berdaulat atas suatu tatanan masyarakat, akan melepaskan semuanya yang telah diperjuangkan dan dipertahankan bertahun-tahun lamanya dari satu generasi ke generasi setelahnya. Hal ini tentu saja cukup dilematis, akan tetapi lebih dari semua itu keinginan dan semangat untuk menyatu setelah tercerai berai oleh hasutan penjajah nampaknya jauh lebih besar. Semangatnya jauh lebih besar untuk bersatu dan bangkit setelah perang saudara antar sesama pribumi yang merugikan di masa lalu. Tekad bersatu untuk mempertahankan dan menjaga Nusantara dari para penjajah tidak bisa dianggap remeh.
Sejatinya tidak ada yang salah dengan sistem monarki ini. Hanya saja, pandangan bahwa jiwa karismatik, wibawa, dan jiwa kepemimpinan didapatkan secara turun temurun sudah tidak bisa lagi diterapkan di era modern seperti hari ini. Kita perlu melihat di sekitar kita bahwa siapapun bisa memimpin, tak harus berasal dari darah keturunan yang sama. Setiap pribadi memiliki potensi sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, dari latar belakang apapun itu.
Akan tetapi, sampai hari ini di Indonesia masih bisa kita temui beberapa bentuk Keraton atau Kerajaan dari berbagai penjuru Nusantara. Hal ini menandakan bahwa kita sama sekali tidak melupakan sistem monarki di masa lampau. Melainkan mereka adalah bagian dari sejarah dan tradisi dalam suatu wilayah yang masih patut untuk kita jaga kelestariannya. Dengan kata lain, hari ini sistem kerajaan/ keratonan tersebut tidak lagi dipandang sebagai sebuah sistem pemerintahan, tetapi sebagai warisan budaya dan kearifan lokal yang nilai-nilainya masih tetap di jaga dengan baik.
Setelah melihat ke belakang, nyatanya keputusan melepaskan kedaulatan atau kekuasaan dalam era monarki bagi para pemangku kekuasaan kala itu bukan pilihan mudah. Namun, menyatukan nusantara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pilihan tepat yang benar-benar menghadirkan semangat bersatu dan berjuang hingga menghantarkan Indonesia sampai pada hari ini. Pada akhirnya keputusan tersebut memutus perang saudara antar kerajaan nusantara serta membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dari berbagai wilayah kepulauan di Indonesia.
Semangat persatuan dan kesatuan yang telah ditanamkan sejak dulu ini seharusnya bisa terus tumbuh dan mengakar dengan baik. Sayangnya kita dihadapkan dengan konflik kekinian yang nyatanya juga tak mudah. Hadirnya “kerajaan” baru dengan jumlah pengikut yang tak sedikit tersebut, juga merupakan sebuah tamparan bagi kita bahwa masih ada gap di masyarakat kita yang perlu kita perbaiki. Entah ditinjau dari segi manapun, ini tetaplah sebuah tantangan di NKRI. Karena persatuan dan kesatuan bukan hanya perkara saling menguatkan antar warga negara, namun juga bersatu dalam segala aspek kehidupan. Tak seharusnya ada tingkatan yang berbeda.
Waktu terus berputar dari masa ke masa, beda masa beda pula konfliknya. Sebagaimana di masa lampau, tantangan kita hari ini adalah menjaga persatuan dan kesatuan itu tetap kokoh dan tidak goyah. Sebisa mungkin menghindari konflik antar sesama dan membangun hubungan yang baik. Dengan begitu, mampu membantu dan menjadi contoh dalam memupuk perdamaian di negeri kita tercinta.
0