Basuki Setia Nugroho
25 Jul 2020 at 12:13Belum lama ini media
sosial dihebohkan dengan klepon yang disebut sebagai jajanan tidak Islami. Kue
klepon yang dikenal sebagai salah satu jajanan tradisional Indonesia jadi
banyak diperbincangkan kalangan netizen. Bermula dari beredarnya sebuah flyer
yang memperlihatkan kue klepon dan wadahnya yang rupanya foto tersebut diambil
tanpa ijin dari seorang Food Photografer dan Food Blogger. flyer klepon yag
konon di dalamnya tertulis nama Abu Ikhwan Aziz memberikan caption, “Kue klepon
tidak Islami. Yuk tinggalkan jajanan yang tidak Islami dengan cara memberi
jajanan Islami. Aneka kurma yang tersedia di toko Syariah kami.” Kemudian topik
klepon menjadi trending di Twitter dan Facebook.
Akan tetapi, Ismail Fahmi
Founder Drone Emprit (DE) yang mencoba melakukan penelusuran nama Abu Ikhwan
Aziz tidak menemukan nama tersebut. Drone Emprit sendiri merupakan sebuah
sistem yang dapat memonitor dan menganalisa media sosial dan platform online
yang berbasis big data. Dalam penelusurannya, Ismail Fahmi mencoba mencari
siapa yang pertama kali memposting flyer klepon tidak Islami tersebut.
Dilain tempat Dosen
Universitas Nadhlatul Ulama Surakarta Ahmad Faruk menjelaskan, dalam perspektif
agama Islam tidak ada makanan Syariah, akan tetapi lebih kepada halal atau
haram dan toyiba atau tidak. Ahmad Faruk yang juga Sekretaris Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama Solo menegaskan “Kalau dalam agama Islam itu bukan makanan
syar'i, tapi lebih kepada apakah makanan ini halal atau haram. Makanan halal
itu makanan yang dibolehkan oleh agama, seperti daging ayam, daging sapi, dan
daging kambing, sementara daging anjing dan daging babi haram. Dalam Al-Quran
sudah jelas ada ayat yang mengharamkan darah, bangkai, dan daging babi dan
daging anjing."
Belum diketahui siapa
yang pertama kali memposting flyer klepon tidak Islami tersebut. Namun, yang
menjadi poin pentingnya yakni isu-isu terkait suku, agama, ras, dan antar
golongan (SARA) masih mudah memicu emosi orang lain. Aribowo Sasmito dari
MAFINDO mengatakan “Kalau isu SARA, itu menjadi pola misinformasi yang standar
dan tipikal di Indonesia yang bisa digunakan untuk memancing emosi orang. Salah
satunya tanda satir atau parodi yang sukses itu justru jika makin banyak orang
yang salah paham maka makin sukses juga parodi tersebut. Jadi salah satu hal
yang paling gampang membuat tersinggung itu adalah dengan memakai isu SARA,
karena tu membicarakan identitas.”
Bisakah makanan dilabeli
“Syariah”?
Ahmad Faruk menjelaskan bahwa sesuatu yang memiliki label Syariah itu harus sesuai dengan hukum Islam, seperti bank Syariah. Namun hal itu tidak berlaku pada makanan yang secara hukum umumnya makanan adanya halal atau haram. Kalau bank Syariah memang ada dalam agama karena adanya prinsip ekonomi Syariah. Dirinya menyebutkan bahwa makanan halal dan haram disebutkan dalam Al Quran, yakni Surat Al-Maedah ayat 88 dan Surat Al-Baqarah ayat 168, yang intinya menyebutkan bahwa umat muslim harus makan makanan yang halal, dimana itu daging, binatangnya harus disembelih sesuai aturan agama dan hewannya tidak diharamkan berdasarkan agama Islam. Ahmad Faruk atau yang lebih dikenal Gus Faruk menambahkan, klepon bola-bola tepung beras yang isinya gula jawa cair termasuk makanan halal.
MAFINDO dalam hal ini
memasukkan unggahan soal “klepon tidak Islami” tersebut kedalam dua dari tujuh
kategori misinformasi dan disinformasi
yang dimilikinya, yaitu parodi dan konteks yang dipelintirkan. Dirinya
menambahkan konten seperti ini bukan pertama kali terjadi di media sosial
Indonesia. Dulu pernah ana isu yang mengatahan 'telur halal' yang sempat naik
beberapa tahun lalu. Sedangkan soal klepon tidak Islami yang viral minggu ini,
ia mengatakan jika unggahan tersebut suatu bentuk parodi yang mana sebenarnya
masyarakat tidak perlu memperdebatkan dan membatasi diri untuk berkomentar yang
dapat menyinggung orang lain.
0