Safira Nissa Al Dieka
14 Jul 2020 at 12:57


Seperti yang kita tahu, Ramadhan telah berakhir lebih dari sebulan yang lalu. Mereka yang lulus menempa ilmu madrasah Ramadhan tersebut akan menjadikan jiwa yang fitri, bersih tanpa sedikit pun debu. Kita diajarkan untuk memupuk empati terhadap mereka yang kekurangan: sabar menahan lapar, haus, amarah karena dengan demikian kita bisa menjadi insan yang ikhlas.

Sejak awal bulan Juni 2020, pelonggaran kegiatan di beberapa daerah mulai dilakukan demi memutar kembali roda perekonomian. Keputusan ini tentunya mengundang pro dan kontra. Mereka yang pro karena terdesak oleh kebutuhan, dan mereka yang kontra demi menekan angka penularan virus Covid-19. Mengingat Indonesia dengan keberagaman rakyat dan tuntutannya yang berbeda-beda, keputusan ini pun disaring kembali menjadi pelonggaran bagi mereka yang bekerja. Dalam artian di luar kebutuhan bekerja, orang-orang tetap harus berada di rumah.

Namun apa yang telah diperintahkan terkadang hanya menjadi tiupan angin semata. Fakta di lapangan tidak seperti yang kita harapkan. Kita bisa menemukan di berbagai media sosial, pemuda pemudi yang memaksakan kehendak untuk berkumpul bersama rekan-rekannya hanya karena bosan atau demi memenuhi kebutuhan konten yang tidak seberapa. Seringkali juga di antara mereka ditemukan tidak mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker atau menjaga jarak satu sama lain. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat perjuangan tenaga medis di luar sana yang bersikeras menurunkan grafik penularan virus Covid-19 dan para pasien yang tanpa lelah berharap agar penyakit itu segera diangkat dari tubuhnya sehingga mereka bisa beraktivitas normal kembali.

Apalah artinya pembelajaran tentang empati jika pada akhirnya kita kembali menjadi pribadi yang tak mau peduli?

Memang hal ini tidak bisa diaplikasikan pada seluruh rakyat Indonesia karena kepercayaan dan kebudayaan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Namun kita sebagai umat Muslim yang telah melewati bulan Ramadhan, harus bisa menanamkan pada diri sendiri bahwa empati bukan hanya ada saat berpuasa. Nilai kepedulian, kebersamaan, dan solidaritas harus tetap teraktualisasi dan dipraktikkan terutama di tengah pandemi yang belum terlihat ujungnya ini.

0