Basuki Setia Nugroho
20 Jun 2020 at 11:20Awal bulan Juni tepatnya pada 1 Juni
2020, Polsek Daha Selatan mengalami penyerangan oleh teroris yang mengakibatkan
satu polisi gugur dan satu polisi lainnya terluka akibat sabetan samurai yang
dibawa oleh inisial AR. Pelaku kemudian dihadiahi timah panas karena melawan
saat akan diamankan. Dalam tubuh pelaku kemudian ditemukan beberapa benda yang
identik dengan atribut kelompok radikal yakni Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS). Atribut yang ditemukan berupa bendera ISIS dan sepucuk surat ancaman
yang berada di tas pinggang pelaku.
Selang beberapa hari setelah tragedi
penyerangan Polsek Daha, tim densus 88 menangkap dua pemuda di Kalimantan
Selatan. Kedua pemuda ini ditangkap karena ada kaitannya dengan penyerangan
Polsek Daha Selatan. AS dan TA merupakan
anggota dari JAD Kalsel. Tugasnya adalah memberikan ide atau gagasan kepada
anggota yang akan menyerang anggota polisi atau kantor polisi. Sedangkan TA
berperan dalam membentuk tim kecil untuk
mereka yang ingin melakukan penyerangan kepada anggota polisi dan kantor
polisi.
Penyerangan Polsek Daha Selatan yang
terjadi kemarin cukup membuat publik prihatin. Alasan atau motif apapun memang
tidak bisa dibenarkan dalam setiap aksi terror yang dilakukan oleh kelompok
teroris. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti saat ini yang mana setiap
masyarakat Indonesia perlu saling bahu-membahu menghadapi penyebaran virus
corona.
Motif aksi terorisme kebanyakan berkaitan
dengan agama dan ideologi. Kelompok radikal teroris menganggap bahwa ideologi
yang saat ini bisa diganti dengan ideologi yang mereka percayai saat ini.
Beranggapan bahwa khilafah merupakan paham yang bisa diterapkan dan menjadi
pemecah untuk berbagai masalah di Indonesia salah satunya penanggulangan wabah
virus corona.
Disebuah kesempatan, Ken Setiawan, pendiri NII Crisis Center menerangkan bahwa dalam kondisi pandemi virus corona
seperti saat ini, kelompok radikal masih tetap bergerak. Kelompok radikal ini
melakukan aksi dan gerakan yang memojokkan pemerintah, menyerukan bahwa
pemerintah gagal memberikan rasa aman bagi masyarakatnya.
Selain itu, kelompok radikal ini juga
berdalih bahwa pemerintah dalah tidak menganut sistem khilafah dan
memelintirkan informasi yang mana pemerintah dinilai mereka tidak memihak agama
Islam. Kebijakan penghentian sementara salat tarawih, salat jumat dan penutupan
sementara tempat ibadah digunakan sebagai bahan untuk memprovokasi warga
sehingga kepercayaan mereka kepada pemerintah berkurang. Sehingga dengan mudah
nantinya kelompok radikal ini akan merekrut warga yang terhasut untuk ikut
bergabung ke kelompok radikal.
Kelompok radikal dan teroris sekarang
juga mengikuti perkembangan jaman termasuk dalam kontek komunikasi.
Perkembangan teknologi internet dan media sosial digunakan sebagai penyebaran
paham radikal, terorisme dan ujaran kebencian sekaligus proses perekrutan
anggota. Pengguna media sosial umumnya adalah kalangan muda yang tentunya
menjadi target utama kelompok radikal untuk direkrut sebagai anggota.
Bahaya ini harus kita sadari semua,
keterbukaan informasi saat ini harus disikapi dengan bijak. Lebih dewasa dalam
memperoleh dan mengolah informasi maupun konten yang kita peroleh sebelum
melakukan sharing. Pemerintah juga sudah melakukan langkah antisipasi dengan
membentuk tim cyber di kepolisian dan meresmikan UU ITE.
Cara apalagi yang bisa digunakan
untuk melawan penyebaran paham radikalisme dan terorisme?
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
tersusun karena keberagaman, kita semua harus memahami itu secara penuh.
Kemajemukan sudah hidup bersama masyarakat Indonesia sejak mereka lahir. Hadirnya
keberagaman inilah yang kemudian melahirkan sikap toleransi anta suku dan
agama. Tidak memandang dari agama, suku, etnis maupun golongan manapun, di Indonesia
semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama di bawah ideologi Pancasila dan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan menerapkan sikap toleransi
dalam kehidupan masyarakat Indonesia, perdamaian yang sering dibicarakan banyak
orang bukan mustahil untuk dicapai. Selain itu, secara tidak sadar kita semua
sudah sering melakukan toleransi terhadap banyak hal, seperti tradisi slametan
yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat suku Jawa. Dalam upacara tradisi ini semua
orang dari agama manapun boleh ikut menikmati setiap prosesnya hingga selesai.
Upacara tradisi slametan malah kental akan budaya gotong royong yang melibatkan
banyak orang dan bagaimana manusia berhubungan serta menghargai alam atas
setiap hasil tani yang diberikan kepada manusia.
Indah dan harmonisnya keberagaman yang dibalut sikap toleransi ini yang perlu kita lestarikan dan jaga. Identitas bangsa yang sudah diwariskan oleh para pahlawan kita terdahulu. Dengan kemajemukan juga bangsa Indonesia dikenal di mata Internasional. Lalu apa yang harus diragukan lagi tentang keberagaman dan toleransi di bangsa ini? Tidak ada. Semua sudah mengakar di diri masyarakat Indonesia.
1