Nur Azizah S
22 Oct 2024 at 09:24Setiap tahunnya, dunia memperingati Hari Internasional Menentang Hukuman Mati pada tanggal 10 Oktober. Hari ini menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali isu yang sering memicu perdebatan: apakah hukuman mati masih relevan di era modern yang semakin mengedepankan hak asasi manusia? Bagi banyak orang, hukuman mati adalah warisan dari masa lalu yang sudah seharusnya ditinggalkan.
Namun, bagi sebagian lainnya, hukuman ini dianggap sebagai jawaban atas kejahatan-kejahatan serius. Di balik kontroversinya, ada ruang besar untuk mengeksplorasi makna kemanusiaan dan keadilan dalam perspektif dunia modern.
Hukuman mati telah menjadi bagian dari sejarah panjang peradaban manusia, diterapkan sebagai bentuk hukuman tertinggi untuk kejahatan-kejahatan tertentu. Di masa lalu, masyarakat melihat hukuman mati sebagai cara untuk melindungi dan menjaga ketertiban. Namun, seiring perkembangan pemikiran modern tentang hak asasi manusia dan keadilan sosial, pandangan terhadap hukuman ini mulai berubah.
Teori Hak Asasi Manusia yang dikemukakan oleh para pemikir seperti John Locke dan Immanuel Kant menekankan bahwa setiap manusia memiliki hak hidup yang tak bisa dicabut. Konsep ini menjadi fondasi kuat bagi gerakan menentang hukuman mati.
Selain itu, Teori Restoratif juga memberikan pandangan alternatif dalam penegakan keadilan. Menurut teori ini, hukuman seharusnya difokuskan pada pemulihan korban dan pelaku, bukan sekadar pada pembalasan dendam. Dalam konteks hukuman mati, pendekatan restoratif ini menawarkan harapan bahwa sistem keadilan bisa lebih manusiawi dan mampu memberikan kesempatan bagi para pelaku untuk memperbaiki diri.
Namun, apakah hukuman mati sungguh-sungguh memberikan keadilan yang diharapkan? Bagaimana jika ternyata yang dieksekusi adalah orang yang tidak bersalah? Kasus-kasus seperti ini seringkali terungkap bertahun-tahun kemudian melalui bukti baru, menunjukkan bahwa hukuman mati tak jarang menimbulkan ketidakadilan yang lebih besar. Kita harus bertanya: apakah kita siap untuk mempertaruhkan nyawa seseorang dalam sistem yang tidak sempurna?
Dalam era yang semakin modern ini, kita melihat bahwa banyak negara sudah meninggalkan praktik hukuman mati. Sebagai contoh, negara-negara di Eropa Barat, Australia, dan sebagian besar Amerika Latin telah menghapuskan hukuman mati dari sistem hukum mereka.
Amnesti Internasional mencatat bahwa lebih dari dua pertiga negara di dunia kini telah menghapus atau tidak lagi menerapkan hukuman mati. Angka ini memperlihatkan bahwa ada kesadaran global yang semakin berkembang tentang nilai kehidupan dan pentingnya mempromosikan hak asasi manusia di atas segala bentuk hukuman.
Alasan utama mengapa hukuman mati ditolak adalah ketidakmampuannya dalam mencegah kejahatan. Teori Deterrence (penjeraan), yang selama ini mendukung hukuman mati, justru diragukan efektivitasnya. Banyak studi yang menunjukkan bahwa negara-negara tanpa hukuman mati justru memiliki tingkat kejahatan serius yang lebih rendah. Ini menimbulkan pertanyaan: jika hukuman mati tidak efektif dalam mencegah kejahatan, lalu apa yang sebenarnya kita pertahanka
Yang perlu dipahami adalah bahwa hukuman mati bukan hanya soal keadilan, tetapi juga tentang kemanusiaan. Dalam dunia yang semakin maju, hukuman mati tampak seperti tindakan yang primitif, sementara dunia kita sudah siap beralih ke pendekatan yang lebih adil dan manusiawi.
Jika sistem keadilan modern benar-benar berfungsi untuk merehabilitasi pelaku dan mengedepankan penegakan hak asasi manusia, maka mengapa kita masih perlu hukuman yang meniadakan kesempatan bagi seseorang untuk berubah?
Momen peringatan Hari Internasional Menentang Hukuman Mati seharusnya mengingatkan kita bahwa di dunia yang terus berubah ini, pendekatan yang lebih manusiawi dan berkeadilan sosial adalah jalan ke depan.
Kita diajak untuk memikirkan kembali bagaimana sistem keadilan dapat lebih berfokus pada rehabilitasi dan pemulihan, bukan sekadar hukuman yang membatasi hidup manusia.
Teori Kontrak Sosial yang dipopulerkan oleh Jean-Jacques Rousseau memberi kita pemahaman bahwa negara seharusnya melindungi hak-hak individu, termasuk hak hidup, dalam menjaga kesepakatan sosial.
Ketika negara mengambil nyawa individu melalui hukuman mati, mereka, dalam pandangan ini, telah melanggar kontrak tersebut. Hukuman mati, alih-alih menegakkan keadilan, justru dapat memperparah ketidakadilan yang telah terjadi.
Lebih dari itu, kita perlu mempertanyakan dasar moral dari hukuman mati. Apakah manusia, yang juga tidak sempurna, memiliki hak untuk mencabut kehidupan manusia lainnya? Seiring waktu, banyak masyarakat mulai menyadari bahwa pembalasan dendam dalam bentuk hukuman mati tidak memperbaiki kerusakan sosial yang ditimbulkan oleh kejahatan.
Sebaliknya, pendekatan yang lebih manusiawi, yang memungkinkan pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan memberikan ruang untuk perbaikan, akan jauh lebih menguntungkan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Tentu, perjuangan menentang hukuman mati masih panjang. Meski banyak negara yang telah menghapuskan hukuman ini, ada negara-negara yang masih mempertahankannya, terutama dalam kasus-kasus yang dianggap sangat serius.
Namun, harapan selalu ada. Dengan terus mengedepankan dialog, pendidikan, dan refleksi kritis, kita bisa bersama-sama mendorong dunia menuju masa depan yang lebih manusiawi dan adil.
Hukuman mati tidak hanya sebuah warisan dari masa lalu yang kejam, tetapi juga penghalang bagi kemajuan moral dan etika dunia modern.
Peringatan Hari Internasional Menentang Hukuman Mati memberi kita peluang untuk mengingat bahwa setiap kehidupan manusia itu berharga, dan hukuman yang menghancurkan kesempatan seseorang untuk memperbaiki diri adalah bentuk ketidakadilan yang mendalam.
Di dunia yang makin mengutamakan keadilan sosial dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, sudah saatnya kita melangkah menuju pendekatan yang lebih bijaksana. Dunia tanpa hukuman mati bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat diperlukan.
Dengan menghapus hukuman mati, kita memberi kesempatan pada kemanusiaan untuk berkembang lebih jauh, menjunjung tinggi martabat setiap individu, dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan beradab.
0