I Putu Dicky Merta Pratama
25 Sep 2024 at 14:31Hari Suci Galungan merupakan momen sakral bagi umat Hindu, khususnya
yang dirayakan oleh umat Hindu Bali setiap 210 hari sekali, dengan menggunakan
perhitungan kalender Bali yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan, merupakan perayaan penting bagi umat Hindu di
Bali yang memiliki makna mendalam, tidak hanya dalam konteks spiritual, tetapi
juga sosial dan kultural sekaligus menjadi momentum penting untuk menciptakan
harmoni dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari.
Hari Suci Galungan merupakan hari untuk memperingati kemenangan Dharma
(kebenaran) atas Adharma (kejahatan), mengingatkan umat manusia untuk
senantiasa mengutamakan kebenaran, kebajikan, dan harmoni dalam kehidupan. Hari Suci Kuningan,
yang jatuh sepuluh hari setelah Galungan, merupakan hari penutupan perayaan
ini, di mana diyakini bahwa roh leluhur yang telah diberi penghormatan selama hari
suci Galungan kembali ke tempat asalnya, Kata Kuningan sendiri memiliki makna
"kauningan" yang berarti mencapai peningkatan spiritual dengan cara
introspeksi.
Perayaan hari suci Galungan dan Kuningan selaras dengan berbagai ajaran
dalam pustaka suci Hindu, yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan
antara kehidupan material dan spiritual sebagai jalan menuju kedamaian sejati.
Dalam konteks perdamaian, Galungan dan Kuningan dapat menjadi momentum
untuk merefleksikan pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan spiritual
dan material. Umat Hindu diajak untuk merenungkan nilai-nilai Dharma dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjaga hubungan yang harmonis dengan
sesama manusia, alam, dan Tuhan. Hal ini sejajar dengan konsep Tri Hita
Karana yang bersumber dari pustaka suci Weda, yang menekankan pentingnya
menjaga keharmonisan antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), manusia
dengan alam (Palemahan), dan manusia dengan sesamanya (Pawongan).
Perayaan Galungan dan Kuningan menjadi momen untuk merefleksikan
bagaimana ketiga hubungan ini telah kita jaga dan bagaimana kita bisa lebih
baik dalam menjaga keseimbangan tersebut. Dengan menjaga hubungan harmonis ini,
terciptalah kedamaian tidak hanya secara pribadi, tetapi juga dalam masyarakat
luas.
Pada Kitab
[T2]
Bhagavad Gita, dimana dialog antara Arjuna dan Sri Krishna mengajarkan
tentang pentingnya menjalankan Swadharma—kewajiban dan tugas
masing-masing individu sesuai dengan kodratnya. Dalam Bhagavad Gita Bab
2, Sloka 47, Krishna mengingatkan Arjuna untuk berfokus pada tindakan tanpa
terikat oleh hasilnya:
"Karmanye vadhikaraste ma
phaleshu kadachana," yang berarti, "Hanya pada tindakanmu
terletak hakmu, jangan pernah terikat pada hasilnya."
Prinsip ini mengingatkan umat Hindu untuk berjuang menjalankan
kebenaran (Dharma) tanpa terjebak dalam motif egois, yang pada akhirnya
akan menciptakan kedamaian di dalam diri dan lingkungannya. Kemenangan Dharma
yang diperingati pada Galungan dan Kuningan sejatinya merupakan kemenangan
kebijaksanaan, keadilan, dan keharmonisan, yang bisa menjadi dasar bagi
terciptanya perdamaian.
Kemudian, dalam Manawa Dharmasastra juga mengajarkan
prinsip-prinsip penting dalam menjaga perdamaian. Pada Manawa Dharmasastra Bab
6, Sloka 92, disebutkan:
"Ahimsa prathamam pushpam
dharmasya paramarthatah," yang berarti, "Ahimsa (tanpa
kekerasan) adalah bunga pertama dari Dharma yang tertinggi."
Prinsip Ahimsa, atau tidak melakukan kekerasan, menjadi
landasan penting dalam menciptakan kehidupan yang damai. Dalam konteks Galungan
dan Kuningan, kemenangan Dharma tidak hanya diartikan sebagai kemenangan fisik,
tetapi lebih kepada kemenangan nilai-nilai kasih sayang, toleransi, dan
penghormatan terhadap perbedaan.
Refleksi Hari Suci Galungan dan Kuningan membawa kita pada kesadaran
bahwa kedamaian bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan harus dimulai
dari dalam diri. Ketika kita mampu menaklukkan sifat-sifat negatif seperti
amarah, kebencian, dan ego, kita berkontribusi dalam menciptakan dunia yang
lebih damai. Ini selaras dengan ajaran Bhagavad Gita yang menyebutkan
bahwa kedamaian batin adalah fondasi utama bagi kedamaian eksternal.
Melalui perayaan ini, umat Hindu diingatkan untuk terus menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya Dharma, tidak hanya sebagai bentuk persembahan kepada
leluhur dan Dewa, tetapi juga sebagai tanggung jawab sosial untuk menciptakan
harmoni di tengah keberagaman. Dalam konteks yang lebih luas, nilai-nilai ini
juga bisa menjadi inspirasi bagi terciptanya perdamaian dunia, di mana kasih
sayang, toleransi, dan kebajikan menjadi pilar utamanya.
Perayaan Galungan dan Kuningan, ketika dipahami secara mendalam,
memberikan pelajaran berharga bagi kehidupan modern yang sering kali diwarnai
dengan konflik dan ketidakharmonisan. Dengan merefleksikan ajaran suci Hindu,
kita dapat memperkuat komitmen kita untuk selalu memilih jalan Dharma,
menciptakan perdamaian baik di dalam diri maupun di dunia sekitar.
Momen Galungan dan Kuningan juga dapat dimaknai sebagai ajakan untuk
mempromosikan perdamaian, baik di tingkat personal maupun kolektif. Kemenangan
Dharma dapat diartikan sebagai kemenangan kebijaksanaan, toleransi, dan kasih
sayang atas egoisme, kebencian, dan konflik. Melalui perayaan ini, masyarakat
Bali dan umat Hindu di mana pun diharapkan dapat merefleksikan pentingnya
nilai-nilai perdamaian dalam kehidupan sehari-hari. Ini sejalan dengan filosofi
Pancasila, khususnya sila kedua (Kemanusiaan yang adil dan beradab) dan sila
ketiga (Persatuan Indonesia), yang mendukung upaya untuk membangun masyarakat
yang damai, bersatu, dan harmonis.
Pada momentum Hari Suci Galungan dan Kuningan ini, semoga di hari suci ini kita senantiasa diberikan perlindungan dan dapat kita jadikan sebagai momen penting untuk memperkuat komitmen bersama dalam menciptakan perdamaian, baik dalam lingkup pribadi maupun sosial, dengan menanamkan nilai-nilai kebajikan, memupuk tali persaudaraan, dan penghormatan terhadap keberagaman dan kesatuan dalam masyarakat di NKRI. Selamat merayakan Hari Suci Galungan & Kuningan.
3