Kasmidar
11 Mar 2020 at 13:45
Tanggal 12 Agustus 2017 dalam Program Penguatan Pendidikan Pancasila di Istana Bogor, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di hadapan seluruh peserta memperkenalkan Salam Pencasila untuk pertama kalinya. Salam ini diadopsi dari Salam Merdeka yang dicetuskan oleh Bung Karno pada September 1945, sesaat setelah Indonesia merdeka.
Salam Pancasila merupakan sebuah Salam yang dilakukan dengan cara mengangkat lima jari di atas pundak dengan lengan tegak lurus yang merupakan sebuah simbol penghormatan terhadap seluruh elemen masyarakat yang multikultural. Salam ini bermaksud untuk mengingatkan bahwa kita merupakan sebuah bangsa yang hidup dengan dasar Pancasila serta untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Akhir-akhir ini begitu banyak media online yang memberitakan bahwa Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengusulkan untuk mengganti Salam “Assalamualaikum” dengan Salam Pancasila. Tentu berita ini mengundang banyak kontroversi di kalangan masyarakat. Namun, jika ditelusuri secara komprehensif tidak terdapat narasi yang semata menyatakan penggantian Assalamu'alaikum dengan Salam Pancasila.
Dalam sebuah wawancara, seorang presenter yang mempertanyakan “Mungkinkah nilai-nilai yang diterapkan Daud Jusuf (Menteri Pendidikan Era Orde Baru) yang ketika menjabat sebagai menteri tidak mengucapkan Assalamualaikum di depan publik (namun sangat fasih mengucapkan Assalamualaikum ketika bertemu secara pribadi) ini kembali dihidupkan?”
Kepala BPIP pun menjawab pertanyaan tersebut bahwa “Dulu kita sudah mulai nyaman dengan Selamat Pagi (sebagai salam nasional). Tapi, sejak reformasi diganti dengan Assalamualaikum. Maksudnya di mana-mana tidak peduli ada orang Kristen, Hindu, pokoknya hajar saja. Tapi karena mencapai titik ekstrimnya, maka sekarang muncul kembali. Kita kalau salam sekarang ini harus 5 atau 6 (sesuai dengan agama-agama). Nah ini jadi masalah baru lagi. Sekarang sudah ditemukan oleh siapa nggak tau, Yudi Latief atau siapa yang lain (yang namanya) Salam Pancasila”
Saat ditanya pun mengenai persetujuan terhadap penerapan Salam Pancasila, beliau menjelaskan bahwa sebuah salam Assalamualaikum ini bertujuan untuk memohon izin atau permohonan kepada seseorang sekaligus mendoakan agar kita selamat.
Pernyataan selanjutnya “Sekarang zaman industri dengan teknologi digital. Sekarang mau balap pakai mobil, salamnya pakai apa? Pakai lampu atau klakson. Kita menemukan kesepakatan-kesepakatan bahwa tanda ini adalah salam. Jadi kalau sekarang kita ingin mempermudah, seperti dilakukan Daud Jusuf”. Sehingga kesepakatan nasional seperti Salam Pancasila ini cukup diungkapkan di publik.
Dengan demikian, jelas bahwa Salam Pancasila tidak memiliki unsur untuk mengantikan salam keagamaan melainkan hanya untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila yakni menghargai perbedaan dan menyatukan keberagaman agar tercipta kesatuan berbangsa dan bernegara yang rukun.
0