Wahyu Saptio Afrima
10 Jun 2024 at 14:28


Adat Minangkabau Mendiskriminasi Hak Laki- Laki, Benarkah?

Oleh: Wahyu Saptio Afrima

Benarkah adat Minangkabau berlaku demikian dan tidak adil terhadap laki- laki?. Persepsi ini harus ditelusuri lebih dalam, supaya masyarakat umum tidak berspekulasi negatif terkait isu yang beredar. Lantas seperti apakah sebenarnya adat Minangkabau memposisikan laki- laki?.

Hak adalah segala sesuatu yang harus diperoleh dan didapatkan setiap orang. Baik hak untuk mendapatkan keamanan, kebebasan berbicara, hak memperoleh keadilan dan kepastian hukum serta hak untuk untuk bebas menentukan pilihan. Setiap individu harus mendapatkan hak nya tanpa ada batasan dan tekanan dari siapapun. Sedangkan diskriminasi adalah suatu perbuatan atau praktik yang memperlakukan seseorang atau kelompok secara berbeda, berdasarkan karakteristik seseorang atau kelompok itu sendiri. 

Misalnya karena perbedaan jenis kelamin, warna kulit, bahasa, agama, suku, golongan dan lainnya. Diskriminasi menyebabkan seseorang atau kelompok merasa dirugikan, bahkan bisa berdampak lebih buruk seperti menyebabkan seseorang kehilangan tempat tinggal dan nyawa. Hal ini sering terjadi dalam suatu bangsa yang majemuk dan beragam, atau kelompok masyarakat mayoritas terhadap kaum minoritas. Tidak hanya itu, dalam sebuah sistem kebudayaan juga ada kemungkinan terjadinya diskriminasi antar gender, misalnya peran laki-laki lebih besar atau sebaliknya. Begitu pula yang terjadi di Minangkabau, jika dilihat dari sisi luar memang terlihat bahwa peran wanita lebih dominan, tetapi apakah adat Minangkabau mendiskriminasi eksistensi laki- laki?.

Adat Minangkabau, dengan sistem budaya matrilineal di Indonesia, telah lama dikenal dengan adat dan tradisinya yang unik. Matrilineal adalah sebuah sistem kekerabatan yang berdasarkan dari garis keturunan Ibu. Artinya segala bentuk pewarisan, baik harta, gelar dan juga peran penting dipegang oleh perempuan. perempuan memiliki peran sentral dalam berbagai hal, sehingganya peran laki- laki di Minangkabau seakan- akan terlihat dikesampingkan. 

Dalam adat Minangkabau, perempuan memegang kekuasaan dan pengaruh yang besar dalam keluarga dan masyarakat. Sistem matriarkal ini memberikan perempuan peran dan tanggung jawab utama dalam pengambilan keputusan. Akibatnya, seolah- olah laki-laki menghadapi keterbatasan dan tantangan dalam menuntut hak dan otonomi mereka. Begitu pula dalam sistem pewarisan harta pusaka, orang beranggapan bahwa sistem ini tidak adil sebab laki- laki tidak mendapat bagian dalam harta waris. Dalam pembuatan rumah pun, anak laki- laki tidak memiliki kamar yang diperuntukkan buat mereka, kamar hanya untuk saudari perempuannya. Setelah menikah laki- laki Minang tinggal di rumah istri, bukan di rumah orang tua nya.

Laki- laki Minang yang belum menikah dianjurkan oleh adat untuk merantau, dalam istilah adat Minangkabau dilukiskan seperti berikut:

Ka ratau madang di ulu, Babuah ba bungo balun

Ka rantau bujang dahulu, Di rumah paguno balun

(Ka ratau madang di hulu, berbuah berbunga belum

Ke rantau bujang dahulu, di rumah sudah berguna belum)

Pepatah ini jika dibaca sekilas mempunyai arti bahwa para pemuda minangkabau disuruh untuk merantau. Merantau adalah pergi dari kampung halaman menuju negeri orang, baik untuk mencari peruntungan atau menuntut ilmu. Jika diartikan sekilas saja memang pepatah adat Minangkabau terkesan tidak adil dan kejam kepada laki- laki, karena kenapa hanya laki- laki saja yang disuruh merantau. Tetapi jika ditelusuri lebih dalam, akan kita temui sebuah sistem dimana adat Minangkabau telah dirancang bagaimana seseorang laki- laki menjadi tangguh dan punya pengetahuan yang luas, sebab semua laki- laki kodrat nya adalah menjadi seseorang pemimpin. Di rantau laki- laki menambah ilmu pengetahuan yang belum dimiliki di kampung halaman, mematangkan diri serta pikiran dari pengalaman di kampung orang. Di perantauan selain menuntut ilmu mereka juga mambangun usaha untuk memperbaiki ekonomi keluarga di kampung.

Pada dasarnya adat Minangkabau tidak pernah dibuat untuk mendriskiminasi suatu golongan, khususnya laki- laki. Tetapi adat Minangkabau telah mengatur semua komponen masyarakat memiliki porsi nya masing- masing. Begitupun dengan kedudukan laki- laki, setiap laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga dan kaumnya. Laki- laki adalah Mamak (sebutan untuk saudara laki-laki dari Ibu), mamak mempunyai tugas dan peran yang cukup besar. Mamak lah yang menjaga dan mengelola harta pusaka, mengajari kemenakan (anak dari saudara perempuan) tata krama, etika, adat istiadat seperti pepatah petitih dan Ba Silek (Silat) sebagai beladiri. Mamak adalah tempat bertanya sanak kemenakan, mamak (laki-laki) memegang peran sentral di tengah alam Minangkabau.


Begitu pula dengan sistem pewarisan harta, kebanyakan orang beranggapan bahwa laki- laki tidak mendapatkan hak waris. Sebenarnya pendapat ini keliru, laki- laki tetap mendapatkan hak waris di Minangkabau. Ada dua sistem pewarisan di Minangkabau yang pertama adalah harta pusako tinggi, kedua harta pusako randah. Harta pusako tinggi merupakan harta warisan yang berupa rumah gadang, sawah, ladang, dan parak (hutan produksi) yang diperoleh dan diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang suatu kaum yang saparuik (satu keturunan) melalui garis ibu. Dari Uwo (nenek buyut), ke Anduang (nenek), ke Mandeh (ibu) dan ke saudari perempuan, begitu seterusnya. Harta pusako tinggi bukan milik pribadi tetapi milik bersama kelurga yang saparuik, tidak boleh diperjual belikan. Harta pusako tinggi memang diwariskan ke perempuan, tetapi laki- laki lah yang mengelola dan menjaga harta pusako tinggi. Sehingga tidak adanya azaz ketidak adilan dalam sistem ini, sebab laki- laki dan perempuan saling berkorelasi dan tidak ada yang dikesampingkan

Kedua, sistem pewarisan harta pusako randah. Harta pusako randah adalah harta warisan kedua orang tua yang di dapat setelah menikah, harta pusako randah diwarisakan kepada anak- anak mereka. Adat Minangkabau berpegang pada landasan “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”, artinya minangkabau mengadopsi syariat Islam dalam adatnya. Begitu pula dalam cara pembagian harta pusako randah, tetap berpegang pada hukum agama. Dimana anak laki- laki mendapat pembagian dua kali lebih besar dari saudari perempuannya. Hal ini yang sering disalah pahami oleh kebanyakan orang, mereka beranggapan bahwa laki- laki tidak mendapat bagian dari warisan orang tuanya padahal kenyataannya tidak seperti itu.

Ternyata selama ini banyak yang salah paham dengan adat Minangkabau, khususnya mengenai sistem kekerabatan Matrilineal. Banyak fenomena yang terlihat jika tidak ditelusuri lebih dalam akan membuat kesalah pahaman mengenai adat Minangkabau. Adat Minangkabau tidak pernah mendriskiminasi laki- laki. Eksistensi laki- laki dan perempuan setara sesuai peran nya masing- masing. Adat istiadat dan tradisi dalam sebuah suku adalah sebuah kekayaan, jangan pernah sekalipun menilai buruk suatu hal sebelum ditelusuri lebih dalam, begitupun dengan adat Minangkabau. Sejatinya semua keberagaman budaya adalah bentuk kekayaan yang harus dilestarikan dan jadi kebanggan kita semua.












0