Suprio jaya putra
03 Jun 2024 at 14:03Padang - Baru-baru ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan umat Islam untuk mengucapkan salam lintas agama. Keputusan ini menimbulkan kontroversi dan mengundang reaksi beragam dari berbagai kalangan masyarakat. Di tengah upaya memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama, fatwa ini memunculkan pertanyaan besar: di manakah toleransi beragama kita?
Dalam konteks Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan keragaman agama dan budaya yang tinggi, toleransi beragama merupakan prinsip fundamental. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, seorang cendekiawan Muslim terkemuka, menyatakan bahwa "toleransi adalah fondasi utama dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk." Menurutnya, salam lintas agama adalah bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap keberadaan agama lain yang ada di Indonesia.
Sikap serupa juga disampaikan oleh tokoh lintas agama, Romo Benny Susetyo. Beliau menegaskan, "Salam lintas agama merupakan ekspresi dari semangat persaudaraan dan kebhinekaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia." Romo Benny menekankan bahwa sikap saling menghormati antarumat beragama adalah kunci dalam membangun masyarakat yang harmonis dan damai.
Namun, MUI melalui Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, KH Cholil Nafis, berpendapat bahwa salam lintas agama bisa mereduksi nilai-nilai keislaman dan menimbulkan kekeliruan dalam akidah umat Islam. Menurutnya, umat Islam sebaiknya mempertahankan salam yang sudah menjadi bagian dari tradisi Islam sebagai identitas keagamaan.
Melihat pandangan yang beragam ini, solusi yang bisa diambil adalah dengan memperkuat dialog antarumat beragama. Dialog ini penting untuk membahas berbagai pandangan dan menemukan titik temu yang dapat memperkuat kerukunan dan toleransi. Pemerintah juga bisa berperan aktif dengan memfasilitasi forum-forum dialog lintas agama yang inklusif.
Salah satu contoh upaya nyata yang bisa dicontoh adalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang ada di berbagai daerah. FKUB berperan penting dalam membangun dan memelihara kerukunan antarumat beragama melalui dialog dan kerjasama. Pembentukan FKUB di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah-daerah yang belum memilikinya, seperti Mentawai, Pesisir Selatan, dan Agam, perlu didorong.
Selain itu, pendidikan juga memegang peran krusial. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, "Pendidikan toleransi sejak dini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang menghargai perbedaan." Integrasi nilai-nilai toleransi dalam kurikulum pendidikan, termasuk di madrasah dan sekolah-sekolah umum, harus menjadi prioritas.
Sebagai bangsa yang besar dengan keragaman yang kaya, Indonesia memerlukan komitmen semua pihak untuk menjaga dan memperkuat toleransi beragama. Fatwa MUI yang mengharamkan salam lintas agama seharusnya tidak menjadi penghalang, tetapi menjadi pemicu untuk memperkuat dialog dan pemahaman antarumat beragama. Dengan semangat kebersamaan dan saling menghormati, kita bisa membangun Indonesia yang damai, maju, dan berkeadilan.
0