Ridwan Rustandi
20 May 2020 at 22:41


The new normal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan cara baru masyarakat dalam menjalani aktivitasnya pada saat masa pandemi dan pasca pandemic covid-19. Istilah ini merujuk pada gagasan Roger McNamee yang muncul pada tahun 2003. Dalam pandangannya, the new normal mengindikasikan adanya perubahan dalam jangka waktu panjang sebagai akibat dari adanya peristiwa besar yang memaksa manusia melakukan kebiasaan-kebiasaan baru seperti memakai masker, hand sanitizer, mencuci tangan, atau kebiasaan lainnya dalam skala yang lebih kompleks seperti transaksi bisnis, pergeseran budaya, konsolidasi politik, dan lain-lain.

Salah satu bentuk the new normal dalam aktivitas budaya dan agama adalah maraknya penggunaan teknologi digital seperti aplikasi telekonferensi dan media sosial yang digunakan untuk kajian keagamaan. Semaraknya kegiatan-kegiatan keagamaan, terutama kajian Islam di masa pandemi ini menandakan adanya relasi sosial dalam ruang baru, ruang virtual. Relasi sosial virtual merupakan bentuk interaksi sosial baru yang terjadi di ruang mayantara. Bentuk-bentuk relasi sosial virtual antara lain penggunaan email, media sosial, multiuser dimention, dan search engine. Biasanya relasi virtual ini dipandang merepresentasikan nilai-nilai substansial dari relasi yang dilakukan di ruang sosial nyata.


Pandemi dan Digitalisasi Kebudayaan

Menghadapi pandemi global covid-19, kita memiliki pilihan untuk dapat terus berkreasi dan berekspresi meskipun tidak di ruang fisik dan spasial nyata. Kebijakan pembatasan sosial menghendaki setiap individu untuk menghindari kerumunan dan keramaian sebagai upaya dalam memutus mata rantai penyebaran wabah. Tentu ini sulit dalam lingkar aktivitas masyarakat Indonesia. Secara budaya, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang senang berkerumun untuk sekedar saling bertutur lisan. Apalagi kerumunan dan keramaian ini dilakukan pada momentum-momentum tertentu, seperti menyambut panen dan hari raya keagamaan.

Pandemi telah memaksa kita untuk mencari cara baru untuk tetap menjaga relasi sosial di tengah pembatasan sosial. Hal ini tentunya tidak menjadi sulit manakala masyarakat Indonesia memahami konteks kebijakan dan memanfaatkan teknologi internet untuk melakukan interaksi. Internet dengan berbagai kecanggihannya, memberikan kesempatan kepada manusia agar dapat menjalankan aktivitas di ruang publik walaupun dengan medium virtual. Interaksi ini berlangsung melalui saluran komunikasi virtual dan membentuk komunitas virtual. Dalam pandangan Kollock dan Smith (1999) komunitas virtual adalah sekelompok orang yang saling berbagi informasi dan membincangkan aspirasi bersama dalam ruang-ruang digital seperti media sosial.

Dengan kata lain, pandemi global covid-19 mempercepat digitalisasi kebudayaan dengan bantuan teknologi digital. Digitalisasi kebudayaan ini berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia secara mendasar. Digitalisasi kebudayaan ini sekaligus menandakan cara baru manusia melakukan kontak dan komunikasi bermedia secara virtual. Digitalisasi kebudayaan memaksa manusia untuk membangun relasi sosial yang berlangsung dengan cara digital. Relasi inilah yang kita sebut sebagai relasi sosial virtual.


Iedul Fitri dan Nilai Moral Berteknologi

John Naisbitt (199) mengistilahkan fenomena ‘high tech high touch’ untuk menggambarkan relasi antara manusia dengan teknologi. Ungkapan ini untuk menunjukkan bahwa hari ini technology is the Currency of our lives, teknologi telah menjadi aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Naisbitt mengibaratkan teknologi seperti mata uang yang begitu sangat pentingnya dalam keberlangsungan aktivitas manusia.

Meskipun begitu, nilai moral yang digagas Naisbitt menyatakan bahwa kecanggihan teknologi harus dibarengi dengan pagar-pagar kesadaran manusia secara moral. Teknologi harus dikendalikan oleh moralitas yang mampu menjaga kesadaran nalar dan dimensi kemanusiaan kita. Relasi sosial virtual yang terbentuk di jagatmaya tetap saja tidak bisa menggantikan ruang nyata. Bahkan, berbagai gejala atau aktivitas yang terjadi ruang virtual seringkali berpengaruh dalam kehidupan di ruang nyata.

Menyambut kemenangan hari raya Iedul fitri, ada banyak cara yang dapat kita lakukan agar tetap terus bisa bersilaturahmi dengan sanak famili dan tetangga. Walaupun pada momentum iedul fitri kali ini kita tidak bisa melakukan interaksi seperti biasanya, akan tetapi substansi interaksi itu dapat dilakukan dengan memperhatikan himbauan pemerintah dan WHO sebagai protocol penanganan covid-19. Secara substansi, praktik interaksi dan silaturahmi di momentum hari raya iedul fitri dapat terus terjalin, termasuk dengan memanfaatkan teknologi digital. Dalam hal ini, proses komunikasi dapat berlangsung melalui aplikasi video call, telekonferensi, media sosial, dan aplikasi lainnya. Relasi virtual adalah cara baru dalam merayakan kemenangan Iedul Fitri di tengah pandemi global covid-19. Namun begitu, relasi virtual ini tetap saja harus mengedepankan nilai-nilai kesadaran sebagai manusia yang bermoral.

Hendaknya, kesucian hari raya Iedul Fitri dimaknai sebagai momentum untuk mengembalikan kesadaran fitriah kita sebagai manusia. Iedul fitri mengajarkan kita menjadi manusia paripurna yang melakukan pensucian jiwa melalui serangkaian training selama bulan ramadhan untuk membunuh jiwa animalisme dan paganisme terhadap berbagai kebutuhan duniawi kita. Relasi virtual yang berlangsung melalui teknologi digital harus dijaga dengan nilai-nilai moralitas yang mampu membawa manusia pada kesadaran empatik dan humanis sebagai manusia yang beradab dan bermoral.

 

 

0