Rika Nurul Permatasari
13 Feb 2024 at 21:33


“Media Sosial sebagai Agen Perubahan Positif: Mengatasi Konflik dengan Bijak Memahami Beda Pilihan Melalui Literasi Edukasi Politik"

Ditulis Oleh: Miftahul Jannah


Bung Tomo pernah berkata “Jangan

memperbanyak lawan, tetapi perbanyaklah kawan”. Pesan ini menggema dalam konteks pemilu damai kita. Pilihan yang berbeda tidak jadi alasan untuk berkonflik, mari arahkan perbincangan kita ke arah yang membangun mencari persamaan, dan bersatu dalam upaya menjaga proses demokrasi tetap damai. Dengan menyelesaikan kolaborasi ini mengurangi konflik, kita dapat bersama-sama menciptakan kedamaian dalam setiap langkah pemilihan umum, menciptakan suasana yang harmonis bagi kemajuan bersama.  Pemilihan Umum 2024 di Indonesia menandai sebuah momentum penting bagi demokrasi, memerlukan partisipasi aktif masyarakat,khususnya generasi muda, untuk menentukan arah kepemimpinan masa depan.


Melansir Statista, pada tahun 2017, pengguna media sosial di Indonesia hanya 47,03% dari seluruh populasi. Penggunaan media sosial di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat.

Melansir Data Reportal, pada tahun 2023, terdapat total 167 juta pengguna media sosial. 153 juta adalah pengguna di atas usia 18 tahun, yang merupakan 79,5% dari total populasi.


Dengan persentase yang tinggi, media sosial menjadi arena yang berpotensi mempengaruhi opini masyarakat. Di era digital ini, akses mudah terhadap berbagai informasi sejalan dengan kemajuan teknologi internet, terutama melalui platform media sosial yang berpengaruh dalam kehidupan publik, menjadikan platform ini sebagai alat potensial untuk menyebarkan informasi, tetapi juga rentan terhadap perang narasi akibat penyebaran hoax, isu SARA, dan ujaran kebencian.


Penyebaran hoax, isu SARA, dan kebencian menjelang pemilu bisa diartikan sebagai taktik yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak dengan kepentingan tertentu. Motivasi dibalik hal ini bisa berasal dari ketidaksukaan terhadap kubu lawan, atau bahkan sekedar sebagai hiasan sensasional dari oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, perlu adanya upaya bersama untuk memahami bahwa munculnya konten semacam itu sering kali merupakan bagian dari dinamika politik, dan masyarakat harus bijak dalam menyikapinya.


Di media sosial terdapat platform yang dapat fokus menampilkan video dengan durasi singkat 15 detik seperti Tiktok, konten yang disajikannya dalam format yang menarik dan cepat membuat pemuda lebih rentan dalam menyerap informasi tanpa melakukan penilaian kritis, adanya penyebar konten negatif dengan video yang sepotong-sepotong atau tidak lengkap apalagi jika penyebarnya adalah akun yang memiliki popularitas juga memiliki jumlah pengikut yang besar ini akan mudah dipercaya. Secara psikologi manusia terkadang ikut-ikutan sesuatu yang diperdagangkan, tanpa tau maksud dari konten tersebut. Konten TikTok di dunia maya membawa bahan pembicaraan menjadi di dunia nyata, serta disampaikan kepada teman, keluarga, orang di sekitar yang diyakininya sebagai kebenaran yang sah, tanpa disadari akan menjadi permasalah. Maka dari itu perlunya antisipasi jika ada berita atau informasi yang mengutarakan hoax, isu SARA, dan kebencianan, agar nantinya bisa menyaring mana informasi yang positif dan negatif.


0