Adrian Kasella
13 Nov 2023 at 17:01 Perjalanan yang cukup jauh dari Jayapura Papua ke Surabaya memakan waktu kurang lebih enam jam lamanya sudah termasuk transit dua jam di Makassar. Dalam penerbangan tersebut, kami mengalami beberapa guncangan pada saat memasuki langit Sulawesi. Meskipun cuacanya cukup cerah tanpa awan, namun guncangan pada pesawat begitu mendebarkan serasa jantung akan copot. Dalam perjalanan kali ini suasananya cukup berbeda dari perjalanan-perjalanan Saya sebelumnya. Entah mengapa namun itulah yang Saya rasakan.
Setelah mendarat di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Saya dan kawan-kawan menyempatkan untuk makan siang. Menuhnya nasi Padang, makanan khas dari Sumatera Barat. Menurut cerita seorang kawan, Orang Minang itu pandai dalam hal apa pun, termasuk meracik suatu makanan yang enak dan lezat. Setelah menunggu pesawat selama dua jam, pada akhirnya kami pun melanjutkan penerbangan menuju Surabaya Jawa Timur dengan waktu yang ditempuh kurang lebih satu jam empat puluh lima menit.
Cuaca cukup cerah sesaat memasuki langit Jawa. Ketika hendak mendarat, pesawat yang kami tumpangi menabrak awan yang cukup tebal. Seluruh penumpang hanya bisa berdoa agar selamat dan mendarat dengan mulus. Dan pada akhirnya, sang Pilot dapat mengatasi insiden tersebut lalu mendarat dengan selamat di Bandar Udara Juanda. Tak lama setelah tiba, kami langsung menuju ke Kabupaten Pasuruan.
Dusun Prigen
Prigen merupakan kawasan wisata yang terletak di kaki Gunung Arjuna-Welirang. Pusat kotanya berada di Kelurahan Prigen. Dikenal sebagai daerah tujuan wisata di Jawa Timur, Prigen memiliki beragam destinasi pariwisata, diantaranya Taman Safari Indonesia II, Cimory Dairyland, Candi Jawi, Air Terjun Kakek Bodo, Air Terjun Putuk Truno, Ngopi Bareng Pintu Langit, Sumber Dandang Park, Wisata Jendela Langit, dan masih banyak lainnya.
Sepanjang perjalanan dari bandara menuju Prigen, kami melewati jalan tol. Nampak sebuah gunung yang indah menghiasi pedesaan, persawahan dan perkebunan warga. Sangat indah ciptaan Tuhan tersebut, saya sangat kagum dengan keindahan alamnya. Saya teringat dengan masa kecil dulu di mana sering menggambar sebuah lukisan pemandangan. Takdir semesta benar-benar membawaku nostalgia masa kecil. Gunung penanggungan Namanya, kata Mas yang satu mobil denganku.
Menurut data dari kecamatan, Prigen merupakan sebuah wilayah yang membentang di lereng Gunung Arjuno dan Gunung Welirang. Prigen sendiri telah menjadi sebuah pemukiman ratusan tahun yang lalu. Asal usul nama Prigen tidak dapat dipisahkan dengan sejarah terjadinya Kelurahan Prigen. Sejarah Kelurahan Prigen pun berkaitan erat dengan tokoh legendaris Mbah Andan Bumi, seorang keturunan darah biru pada masa Mataram Kuno.
Beliau bermuhibah ke wilayah timur dengan maksud untuk mendirikan padepokan/perguruan Macan Putih. Memilih Prigen sebagai padepokan dengan pertimbangan lingkungan alam yang pada masa itu masih berwujud hutan belantara dan berada di dataran tinggi dengan maksud untuk mendekatkan komunikasi spiritual dengan tokoh-tokoh padepokan lainnya yaitu: Padepokan Trawas, Padepokan Kembarsari (Barsari), Padepokan Gunung sari, Padepokan Arcopodo (Kepulungan).
Cerita mengenai Prigen dari masyarakat banyak versi, ada yang mengatakan bahwa nama Prigen itu berasal dari kata Pri dan Gen. Pri dari kata prihatin dan Gen dari kata panggenan (tempat) yang digabungkan menjadi panggenan/tempat untuk prihatin. Kata tersebut relevan dengan situasi Prigen hari ini, yaitu tempat paling diminati untuk Kawasan wisata. Prigen modern menampilkan suasana yang begitu alami dan sejuk bagi pengunjung.
Banyak tempat wisata alam maupun kuliner yang dapat ditemui di kawasan yang dikelilingi oleh empat gunung tersebut, diantaranya Air Terjun Kakek Bodo, Air Terjun Putuk Truno, Coban Lowo, Pasar Tretes, Cimory Dairyland & Resto, Kawasan kuliner Hotel Surya, Kawasan wisata Ngopi bareng Pintu Langit, Serngenge Tegal Wetan dan masih banyak lagi lainnya.
Kota Toleransi
Prigen adalah kota kecil di sebelah barat Pasuruan dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan dengan keanekaragaman di antara warga. Warga Prigen sendiri mayoritas menganut Agama Islam. Kedekatan antar umat beragama di Prigen cukup sejuk dan harmoni. Tak terlepas peran dari Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat yang menjadi panutan dan jembatan perpaduan antar umat yang ada.
Cerita menarik dari warga sekitar yang saya jumpai mengatakan bahwa Prigen ini menerima semua kalangan tanpa membeda-bedakan Suku, Agama dan Rasnya. Semua Bersatu dalam kebinekaan tanpa adanya sekat-sekat. Jika kalian ke Bandung, kalian akan menjumpai yang Namanya Lembang, Kawasan wisata yang cukup terkenal di Jawa barat. Nah kalian ke Pasuruan, kalian akan menjumpai kota kecil yang Namanya Prigen yang terletak tepat di kaki dan lereng pegunungan tinggi Arjuno-Welirang yang berada pada ketinggian rata-rata 600 hingga 900 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan suhu udara rata-rata mencapai sekitar 17 sampai 22 derajat Celsius. Cerita warga sekitar.
Anak Katolik Sekolah di Pesantren
Hari itu hari minggu. Sehari setelah pembukaan Rakoornas Duta Damai. Saya dan kawan-kawan yang beragama Katolik diberikan waktu oleh Panitia untuk melaksanakan Misa di Gereja Katolik terdekat. Sekitar 7 menit dari penginapan, kami sampai di Gereja Katolik St. Theresia. Misa yang begitu hikmat yang dipersembahkan oleh Romo melalui Homili dan diakhiri denga perayaan Ekaristi.
Selesai Misa, Saya dan kawan-kawan berkesempatan untuk mengambil gambar dalam Gereja sebagai kenangan pada album nantinya lalu bersalaman dengan salah satu Suster biarawati yang juga ikut Misa dengan Kami. Lalu kami menuju ke Pastoran untuk mohon pamit kepada Romo. Suasana yang begitu harmoni dengan senyuman yang tipis Romo mempersilahkan kami untuk duduk sejenak.
Romo Antonius, itulah Namanya. Dengan wajah yang gembira kami memperkenalkan diri masing-masing. Saya sendiri dari Papua, yang lainnya dari Papua Barat, Yogyakartta dan Kalimantan. Lalu Romo bertanya adala apa gerangan sehingga bisa ada di Prigen. Salah satu dari kami menjelaskan tentang kegiatan yang kami ikuti selama tiga malam empat hari.
Lalu Romo bercerita mengenai keadaan Umat di Sekitaran Prigen. Disini itu selain lingkungannya sejuk, warganya juga pun ikut sejuk. Lanjut Romo. Kemudian Romo bercerita ada satu anak yang Gereja disini yang tiap harinya sekolah di Pesantren. Seorang Katolik dapat bersekolah di Sekolah Islam, dari sekian Siswi mungkin hanya dia yang tidak mengenakan Hijab. Tetapi apa yang terjadi, Pesantren tidak membedakan dengan siswi lainnya. Hanya saja Agama yang berbeda namun kebutuhan yang diberikan terhadap siswi yang beragama Islam sama dengan yang diperoleh oleh siswi Katolik tersebut. Mata pelajaran Agama Islam sudah pasti dipelajarinya karena sejatinya ilmu itu tak terbatas, kapan pun dan dimana pun, lanjut Romo.
Oleh sebab itu, tiap minggu siswi tersebut selalu kami bina di Gereja ini agar tidak tersesat seperti domba-domba tersesat lainnya, canda Romo. Kami pun melepas ketawa mendengar candaan Romo Antonius, serius namun selalu dibawah santai.
Cerita mengenai anak katolik yang sekolah di Pesantren mengingatkanku pada masa SMA dulu. Saat itu, tempat saya sekolah ada dua orang Siswi Muslim yang sekelas denganku. Mereka berdua saudara kembar. Karena sekolah saya dulu adalah sekolah katolik, jadi siapapun yang masuk ke sekolah itu tentunya akan mengikuti mata pelajaran Agama katolik. Bahkan Doa-doa dari katolik mereka berdua hafal. Meskipun mereka Muslim, sekolah kami begitu toleransi dan tidak memaksa kepada Siswa yang Non Katolik untuk Log In ke katolik. Untuk cerita panjanganya akan saya ceritan dikemudian hari.
Masih di Prigen. Setelah selesai bercanda gurau dengan Romo dengan cerita yang mungkin Langkah untuk didapatkan, pada akhirnya kami pun berpamitan Kembali ke tempat kami menginap. Semoga saja bisa bertemu Kembali dilain kesempatan, ujar Romo. Kami foto Bersama lalu Pulang.
0