Vitra Yuqadhirza
09 Jan 2023 at 19:37


MENCIPTAKAN SIKAP PEDULI GENERASI MILENIAL TERHADAP INDUSTRI PERTANIAN

Pada saat ini, petani sudah semakin sedikit. Hal ini terjadi karena  petani dianggap bukan profesi yang menjamin finansial di tengah naiknya harga-harga kebutuhan hidup, apalagi untuk investasi masa depan. Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan laporan bertajuk Sensus Pertanian 2013. Di dalam salah satu bagian publikasinya, BPS mendata jutaan petani di Indonesia untuk dikelompokkan berdasarkan usia. Dari total 26.135.469 petani yang kala itu terdata, kelompok usia 45-54 tahun rupanya memiliki jumlah absolut terbanyak yakni sebanyak 7.325.544 orang.  Jumlah terbesar kedua ada pada kelompok usia 35-44 tahun yakni 6.885.100 orang. Sedangkan untuk jumlah ketiga dan keempat ada di kelompok usia yang lebih tua lagi yakni 55-64 tahun sebanyak 5.229.903 petani dan kelompok usia lebih dari 65 tahun sebanyak 3.332.038 petani. Jumlah petani muda di kelompok 25-35 berjumlah 3.129.644, dan semakin ke bawah semakin sedikit. Kelompok usia 15-24 tahun berjumlah hanya 229.943 petani dan paling sedikit pada kelompok di bawah 15 tahun yakni 3.297 orang saja. Angkatan muda yang tak tertarik mengolah lahannya membuat jumlah petani dalam kurun 2003-2013 jumlah petani menyusut hingga 5 juta orang.

Semakin sempit lahan pertanian karena, perubahan fungsi lahan atau istlahnya adalah alih fungsi lahan. Sehingga hal ini menyebabkan lahan pertanian seperti sawah, berubah menjadi lahan yang tidak produktif.  Makin sempitnya lahan pertanian tentu ditandai dengan berkurangnya aktivitas produksi pertanian, dari awalnya ada kegiatan usahatani kemudian berubah menjadi kegiatan lain diluar usahatani. Akibat dari alih fungsi lahan pertanian, tidak jarang petani yang beralih profesi karena, dinilai tidak menguntungkan atau seringkali rugi. Mayoritas petani yang beralih profesi, bekerja pada industri dan pabrik. Kemudian, lahan pertanian dibebaskan untuk projek pemerintah. Seringkali proyek pemerintah seperti jalan tol, bandara, sekolah, atau yang lainnya “memaksa” petani untuk melepasnya. Semakin banyak proyek setiap tahunnya, maka akan semakin banayk pula lahan pertanian yang beralih fungsi. 

Perbandinngan jumlah petani dan luas lahan pertanian di Indonesia selama empat tahun terakhir (2015-2018) terjadi penurunan baik jumlah petani maupun luas lahan pertanian Indonesia. Ditahun 2018, lahan pertanian di Indonesia mencapai 35,7 juta hektar dengan yang di kelola oleh 7,1 juta petani. Dari BPS pun mencatat pada agustus 2019, penduduk yang bekerja pada pertanian, kehutanan, perikanan sebanyak 34,58 juta orang, turun menjadi 1,12 juta atau 1,46% dibandingkan dengan agustus 2018. Masalah keterbatasan lahan, sumber daya manusia, dan regenerasi petani yang semakin berkurang menjadi isu peristiwa global termasuk di Indonesia, dimana sektor pertanian tidak lagi menarik minat generasi muda saat ini sehingga banyaknya petani berusia lanjut. Nyatanya kata gengsi apabila terjun ke dunia pertanian karena dianggap kurang menjanjikan dan penghasilan yang tidak sebesar apabila bekerja di perusahaan.

Salah satu faktor utama bagi generasi muda yang merasa asing dengan dunia pertanian itu sendiri adalah karena segala informasi yang mereka dapatkan tentangnya mesti diperoleh secara otodidak. Responden usaha tani padi sebagian besar (64 persen) mengaku tidak pernah diajarkan oleh orang tua. Demikian juga dengan responden usaha tani hortikultura. Sebagian besar responden (86,7 persen) menyatakan tidak pernah diajarkan tentang pertanian oleh orang tua.  Rendahnya keinginan menjadi petani juga dipengaruhi oleh persepsi responden yang kurang baik atas situasi pertanian saat ini. Sebagian besar responden usaha tani padi (42 persen) menyatakan kondisi pertanian kini memprihatinkan, dan sisanya menyatakan biasa saja (30 persen) dan membanggakan (28 persen). Adapun pada responden usaha tani hortikultura sebagian besar responden (66,7 persen) menyatakan bidang pertanian itu memprihatinkan. Sisanya menyatakan biasa saja (26,7 persen) dan cuma sebanyak 6,7 persen menganggap membanggakan. 

Untuk itu pemerintah harus di perlukan adanya insentif melalui kebijakan pemerintah yang bersifat membantu dan mempermudah akses terhadap tiga hal sebagai berikut.

Pertama, insentif untuk meregenerasi petani memerlukan kemudahan akses terhadap lahan, Secara umum, luas lahan sangat berpengaruh dalam perkembangan pertanian di Indonesia yang harus memadai dalam berbagai bentuk aspek pemenuhan kegiatan di sektor pertanian. Sehingga memungkinkan adanya penerapan teknologi disertai dengan penggunaan alat mesin, pengolahan lahan, budidaya dan penanganan pasca panen

Kedua, kemudahan petani dalam mengakses modal. Akses modal diperlukan untuk membiayai keperluan dan pengelolaan usaha tani. Kemudahan ini berguna untuk meminimalkan resiko gagal panen, sehingga petani pemula tidak begitu khawatir dan shock ketika mengalami kerugian di awal-awal usahanya. Istilah pemerintahh turut membantu dalam memudahkan akses permodalan kepada petani pemula, apalagi bagi lulusa sarjana pertanian yang memiliki wawasan dan  terampil serta berprestasi terhadap dunia pertanian. Apa ruginya ketika pemerintah membantu memberdayakan orang yang berpotensi besar berkembang di bidangnya.

Ketiga, pemerintah harus bisa membantu dalam hal akses teknologi pertanian bagi para pemuda atau lulusan sarjana pertanian yang berminat untuk bertani. Di era teknologi ini, kalangan pemuda ingin sesuatu yang mudah dan cepat, dan teknologi hadir untuk kebutuhan petani. Begitu pula dengan Negara lain pada sektor pertanian yang suda banyak memiliki teknologi- teknologi pertanian yang sudah diterapkan, dari mulai alat-alat pertanian, varietas-varietas unggul bibit pertanian dengan cara modern. Terbukti dengan adanya teknologi pertanian dapat meningkatkan produktivitas pangan suatu negara. 

Penulis : Siska Indra Maya, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Langsa

0