Ilmal Satriani
10 Sep 2020 at 21:21


“Indonesia masih rawan penyebaran virus radikalisme, ditengah upaya pemerintah dan dunia menekan laju Covid-19. Oknum radikalisme memanfatkan momentum ketakutan dan kegelisahan masyarakat untuk menunjukkan eksistensinya. Meningkatnya penggunaan internet, adalh jalur cepat untuk menebar narasi kekerasan dan memperbanyak anggota ‘keluarga’ mereka. Narasi kekerasan dsebar melalui social media yang dibalut dengan informasi kesehatan dan keagamaan. Tak ada kata selain, waspada. Sebab semua rentan terserang virus radikalisme tanpa sadar”

Kegelisahan masyarakat menghadapi pandemic covid-19 yang menjadi momentum tepat, bagi oknum radikal guna memperbanyak diri, dan menunjukkan eksistensi. Strategi yang mereka gunakan kini berbeda. Jika jaman dulu mereka menyerang  secara sembunyi-bunyi. Mereka kini mulai muncul dipermukaan. Menyerang dengan jarak dekat. Seperti yang menimpa Wiranto beberapa bulan silam. Target merekapun kini berubah. Hari ini mereka tertarik menyerang pemerintah seperti kepolisian.

Semua Rentan Terserang Tanpa Sadar

Oknum penyebar virus radikalisme sangat memahami kondisi, jika saat ini akses terhadap internet meningkat pesat. Anak SD yang sebelumnya hanya bermain internet di warung internet (warnet), kini mendapat fasilitas telepon genggam (Handphone) atau laptop. Serta dengan sokongan pulsa unlimited internet. Mengakses media social dapat dilakukan dengan nyambih belajar dari rumah. Atau minimal mengerjakan PR menjadi alibi, padahal anak sedang asyik berselancar di social media.

Ini adalah momentum tepat untuk memperbanyak ‘keluarga’ dengan memanfaatkan social media. Mereka paham betul jika narasi-narasi kekerasan yang mereka susun baik secara tersirat maupun tersurat, akan lebih mudah masuk dialam bawa sadar para penikmat media social. Terlebih lagi bagi anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) dan remaja, yang memang target empuk  mereka. Anak-anak tidak sadar jika mereka terserang. Mereka hanya tahu rasa bahagia, punya banyak waktu bermain social media.

 Narasi kekerasan yang mereka tebar beraneka ragam. Mulai dari yang sederhana, seperti pesan berantai yang ‘mewajibkan’ penerima untuk meneruskannya, hingga yang dibalut tips dan trik yang beraroma kesehatan atau keagamaan, bahkan politik. Kekerasan dan kekacauan adalah bumbu utama mereka yang diramu dengan informasi menarik agar mudah dicerna.

Bahkan banyak diantara masyarakat yang terpapar tanpa sadar. Mereka dengan asyik menikmati berseluncur di dunia maya. Membaca informasi yang seolah-olah bermanfaat tetapi tersirat hal yang menjerumuskan ke arah radikal. Menonton film atau video yang seolah-olah bermanfaat padahal merupakan intrik yang mengarah pada aksi radikal. Sehingga tanpa sadar kita semua mencernanya lalu masuk ke alam bawah sadar tanpa kita sadari.. 

Ujaran kebencian dikaitkan dengan isu-isu kehidupan. Seperti keagamaan, diawal meruaknya isu covid-19 yang mewajibkan Pembatasan Sosial Bersakal Besar (PSBB). Adanya Larangan melaksanakan Ibadah di tempat ibadah, yang digembor-gemborkan sebagai kebobrokan pemerintah. Padahal hal tersebut, dilakukan guna menutup rantai penyebaran covid-19. Sebaran hoax pun meningkat pesat. Bawang merah dan telur obat corona virus. Hingga manipulasi data jumlah pasien dan korban yang meninggal juga ikut dimainkan. Ujaran kebencian dan tindak kekerasan juga melaju. Tujuannya tak lain adalah tindak kekerasan yang mengarah ke radikal. Mereka

Tujuan utama oknum radikal adalah menyerang pemerintah. Mereka mem blow up berita menjadi serangan kepada pemerintah. Sebaran ujaran kebencian, hoax ‘dilepaskan’agar kekacauan tercipta. Membuat masyarakat membenci pemerintah, sehingga hilanglah rasa percaya kepada Pemerintah. Perlu dicatat, jika 80% oknum radikal menggunakan social media sebagai jalan untuk memudahkan mereka mencipta kekacauan. Dan tentunya memperbanyak anggota ‘keluarga’

Kegelisaan kita hari ini memang bertambah dengan adanya covid-19. Oknum radikal melihat ini sebagai jalan untuk memcipta kekacauan dan tentunya memperbanyak anggota. Jika kita tidak kritis dengan hal ini, maka kita akan sangat mudah terjerumus. Hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan medisiplinkan jempol kita. Agar tidak sembarnag dalam menyebar sebuah informasi. Selalulah saring sebelum sharing, segala infromasi atau berita yang kita dapatkan. Jangan asal menyebarkan, seperti pesan yang katanya ‘ibu kita akan meninggal’ jika pesan ini berhenti pada kita.

Waspadalah terhadap segala hal dan lakukanlah proteksi diri dengan benar. Mematuhi protocol kesehatan. Serta membentengi diri dari segala bentuk berita atau informasi yang menjerumus ke arah radikal, baik yang tersirat maupun tersurat.

0