Patrichia Angelica Bemey
25 Aug 2024 at 11:49


Penyebaran paham radikal dan kebencian merupakan salah satu ancaman terbesar bagi stabilitas sosial dan keamanan nasional. Ideologi yang berbahaya ini tidak hanya mengancam keselamatan individu tetapi juga menjamin tatanan masyarakat yang demokratis dan damai. Di tengah dinamika global yang semakin kompleks, kelompok-kelompok radikal terus mencari cara untuk menyebarkan pengaruhnya, termasuk di kalangan pelajar. Oleh karena itu, siswa perlu memiliki sense of krisis, atau kepekaan dan kesadaran yang mendalam terhadap ancaman ini, serta kemampuan untuk berperan aktif dalam pencegahannya.

1. Paham Radikal dan Terorisme: Ancaman yang Tidak Boleh Diabaikan

Radikalisme adalah proses di mana seseorang atau kelompok menjadi semakin ekstrem dalam pandangan politik, sosial, atau agama mereka, sering kali mengarah pada pembenaran penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu, terorisme adalah tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat atau untuk memaksakan perubahan politik melalui cara-cara brutal. Keduanya saling berkaitan, di mana radikalisme sering kali menjadi awal dari tindakan terorisme.

Di Indonesia, sejarah mencatat berbagai peristiwa terorisme yang memakan banyak jiwa korban dan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Paham radikal yang menerapkan tindakan-tindakan ini terus berusaha menyusup ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk ke dalam lingkungan pendidikan tinggi. Mahasiswa, dengan semangat idealisme dan dorongan untuk mencari kebenaran, sering kali menjadi sasaran empuk bagi kelompok-kelompok yang ingin menyebarkan ideologi radikal.

2. Mengapa Mahasiswa Rentan Terhadap Radikalisasi?

Mahasiswa adalah kelompok yang berada dalam masa pencarian identitas dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia sekitar. Mereka biasanya berada pada fase kehidupan di mana mereka mulai mengintip otoritas, mengeksplorasi berbagai ideologi, dan mencari makna dalam kehidupan. Fase ini, meskipun penting bagi perkembangan intelektual dan pribadi, juga dapat membuat mereka rentan terhadap pengaruh ideologi ekstrem.

Kelompok radikal sering kali menggunakan narasi yang tampak menarik bagi pelajar, seperti narasi ketidakadilan, pengkhianatan, atau krisis moral. Narasi-narasi ini dirancang untuk membangkitkan emosi yang kuat dan membujuk individu bahwa satu-satunya jalan keluar dari masalah tersebut adalah melalui perjuangan radikal, bahkan kekerasan. Dalam lingkungan yang mungkin kurang mendukung diskusi terbuka dan kritis, siswa yang merasa terlindungi atau bingung bisa lebih mudah terjerumus ke dalam perangkap radikalisasi.

3. Pentingnya Sense of Crisis dalam Menghadapi Radikalisme

Sense of Crisis Merujuk pada kesadaran akan adanya ancaman yang serius dan kemampuan untuk meresponsnya dengan tepat. Dalam konteks radikalisme dan terorisme, sense of krisis berarti mahasiswa harus menyadari betapa seriusnya ancaman ini dan pentingnya mengambil langkah-langkah proaktif untuk mencegah penyebarannya. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana radikalisme bekerja, mengenali tanda-tanda awal dari radikalisasi, dan mengetahui bagaimana bereaksi secara efektif.

Mahasiswa harus memahami bahwa radikalisme bukanlah masalah yang hanya terjadi di luar sana; ini bisa muncul di lingkungan mereka sendiri—di kampus, di media sosial, bahkan di lingkaran pertemanan mereka. Dengan sense of krisis, siswa dapat lebih peka terhadap perubahan perilaku atau pandangan teman-temannya yang mungkin menunjukkan tanda-tanda awal radikalisasi. Ini bisa berupa peningkatan ketertarikan pada ideologi ekstrem, penolakan terhadap dialog yang sehat, atau justifikasi terhadap tindakan kekerasan.

4. Memperkuat Literasi dan Pendidikan sebagai Benteng Pertahanan

Pendidikan adalah senjata paling ampuh dalam melawan radikalisme. Melalui pendidikan yang inklusif dan berbasis nilai, siswa dapat dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang berbagai isu sosial, politik, dan agama yang sering kali dimanipulasi oleh kelompok radikal. Pendidikan juga harus menekankan pentingnya berpikir kritis, sehingga siswa tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang menyebarkan.

Selain itu, literasi digital sangat penting di era mana informasi dan disinformasi begitu mudah disebarkan. Mahasiswa harus memiliki kemampuan untuk memverifikasi sumber informasi, mengenali berita palsu, dan menolak narasi yang mencoba membenarkan kekerasan atas nama agama atau ideologi. Kampus dan institusi pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab untuk menyediakan kurikulum dan program pelatihan yang mempromosikan literasi digital dan pemikiran kritis ini.

5. Peran Aktif Kampus dalam Mencegah Radikalisasi

Kampus sebagai pusat pendidikan dan intelektual harus mengambil peran aktif dalam upaya mencegah penyebaran paham radikal. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti menyelenggarakan seminar dan diskusi terbuka yang membahas isu-isu radikalisme, terorisme, dan cara-cara pencegahannya. Melalui dialog yang sehat, siswa dapat belajar untuk menghargai perbedaan, mencari solusi bersama, dan menolak ideologi kekerasan.

Selain itu, kampus harus memastikan bahwa lingkungannya aman dan kondusif bagi semua pelajar. Ini berarti menciptakan ruang di mana mahasiswa dapat berbicara secara terbuka tentang isu-isu yang mereka hadapi tanpa rasa takut dihakimi atau disingkirkan. Kampus juga harus menyediakan layanan konseling bagi mahasiswa yang mungkin merasa terlindungi atau mengalami tekanan emosional, yang sering kali menjadi pintu masuk bagi radikalisasi.

6. Kerjasama antara Mahasiswa, Organisasi Kemahasiswaan, dan Pemerintah

Penekanan radikalisasi bukanlah tanggung jawab individu semata; ini adalah tugas bersama. Mahasiswa harus bekerja sama dengan organisasi kemahasiswaan, dosen, dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang resisten terhadap paham radikal. Organisasi kemahasiswaan dapat menjadi wahana untuk menyebarkan pesan-pesan damai dan toleransi serta mengadakan kegiatan-kegiatan yang memperkuat persatuan dan kesatuan di antara mahasiswa.

 

Kerjasama ini juga dapat terlibat dengan melibatkan aparat keamanan dan lembaga-lembaga lain yang memiliki keahlian dalam pencegahan terorisme. Dengan adanya komunikasi yang baik dan upaya kolaboratif, langkah-langkah pencegahan dapat diterapkan dengan lebih efektif dan menyeluruh. Misalnya, program-program penyuluhan tentang bahaya radikalisme dan cara-cara untuk melaporkan aktivitas yang mencurigakan dapat disosialisasikan di kampus-kampus.

7. Menumbuhkan Kesadaran Sosial dan Solidaritas

Salah satu cara efektif untuk mencegah radikalisasi adalah dengan menumbuhkan kesadaran sosial dan solidaritas di kalangan pelajar. Dengan terlibat dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan, mahasiswa dapat merasakan makna solidaritas dan kebersamaan yang sebenarnya. Kegiatan seperti ini juga dapat menjadi sarana bagi mahasiswa untuk menyalurkan energi positif dan semangat perubahan mereka ke arah yang konstruktif.

Solidaritas ini juga mencakup persetujuan kolektif terhadap segala bentuk diskriminasi, ketidakadilan, dan kekerasan. Dengan demikian, mahasiswa dapat membangun ikatan sosial yang kuat dan menciptakan lingkungan yang saling mendukung, di mana radikalisme tidak memiliki tempat untuk tumbuh. Pentingnya bagi mahasiswa untuk terus menjaga kebhinekaan, menghargai perbedaan, dan bekerja sama untuk membangun masa depan yang lebih baik dan damai.

8. Kesimpulan: Membangun Generasi Mahasiswa yang Tangguh dan Berwawasan

Mahasiswa sebagai agen perubahan harus berada di garis depan dalam upaya mencegah penyebaran paham radikal dan terorisme. Dengan memiliki rasa krisis, memperkuat literasi dan pendidikan, serta berperan aktif dalam lingkungan kampus dan masyarakat, mahasiswa dapat menjadi benteng yang kokoh melawan ideologi kekerasan.

Kampus, organisasi kemahasiswaan, dan pemerintah harus bekerja sama untuk menyediakan sarana dan dukungan yang diperlukan bagi mahasiswa dalam menghadapi ancaman radikalisme. Dengan membangun kesadaran sosial, solidaritas, dan komitmen terhadap nilai-nilai perdamaian dan toleransi, mahasiswa dapat berkontribusi secara signifikan dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional.

Pada akhirnya, upaya untuk melawan radikalisme bukan hanya tentang menjaga diri sendiri tetapi juga tentang melindungi masa depan bangsa. Mahasiswa yang tangguh dan berwawasan adalah aset berharga bagi negara, dan dengan peran aktif mereka, kita dapat memastikan bahwa paham radikal tidak memiliki tempat di Indonesia yang damai dan bersatu.

0