Gusveri Handiko
12 Dec 2020 at 05:20


Setiap suku yang ada di Wilayah Republik Indonesia, bahkan dunia, memiliki ciri khas permainan yang berbeda. Di Ranah Minang atau Sumatera Barat, dari zaman dulu dikenal dengan beraneka ragam permainan anak, yang saat ini keberadaannya sudah mulai jarang terlihat.

Anak-anak yang lahir di Sumatera Barat, saat ini lebih suka permainan yang sifatnya modren dan kekinian yang dikeluarkan oleh pabrik, ketimbang menciptakan permainan itu tersebut, sehingga terkesan menciptakan anak kurang kretaif. Bermacam permainan tradisional anak yang ada dan melagenda di Ranah Minang sejak dulu, sejak tahun 90-an mulai tampak menghilang. Sebut saja permainan kaki panjang yang terbuat dari kayu, sepak tekong, sepak rago, Badia Batuang, dakak-dakak, terompa panjang atau tangkelek, galuak, main kelereng, cak bur, gasiang dan lainnya kini jarang lagi ditemukan. Keberadaanya pun terancam punah.

Menghilangnya permainan tradisionil di Sumatera Barat, selain disebabkan oleh pengaruh teknologi yang masuk sampai kepelosok nagari, juga disebabkan tidak ada lagi generasi penerus yang tertarik kepada permainan yang dinilai sudah kuno dan tidak sesuai lagi sama perkembangan zaman. Anak-anak lebih cendrung kepermainan moderen, seperi main mobil-mobilan keluaran pabrik, main robot, pistol-pistolan atau bermain komputer sampai ke permainan di smartphone mereka. Sehingga mereka menilai permainan yang diciptakan sendiri dianggap sudah kuno, padahal itu menciptakan ide kreatif untuk tumbuh kembang pola pikir anak. Punahnya permainan tradisional Minangkabau, seiring bergesernya budaya dan gaya hidup masyarakat Minang itu sendiri, dan dapat dipastikan akan berdampak pada kebudayaan Minangkabau itu sendiri.

Zaman dahulu sebelum tahun 90-an, anak-anak di Ranah minang bermain dengan menggunakan alat yang seadanya. Tetapi sesuai perkembangan waktu, anak-anak Minang kini bermain dengan permainan-permainan berbasis teknologi yang berasal buatan mesin yang telah maju dan hampir mustahil untuk dapat dibuat sendiri oleh si anak. Sementara permainan tradisionil tidak lagi mereka kenal. Bila ditanyakan kepada anak sekarang apa itu Sepak Tekong, mereka akan terheran dan sangat mungkin menganggap itu kuno.

Lalu siapa yang bersalah? Meski saat ini permainan asli Minang sudah jarang kita temui, namun kita masih ingat dibeberapa nagari di Sumatera Barat yang belum tersentuh arus modrenisasi, masih ada permainan tersebut kita temui. Permainan Lore, misalnya, dibeberapa sekolah SD di daerah pedalaman, masih ada anak-anak yang memainkannya. lore biasanya menggunakan batu atau pecahan kaca dengan cara melempar arah kebelakang, maka kalau batu atau pecahan kaca yang kita lempar berada di dalam kotak yang terdiri dari 8 kotak, maka jelas kotak itu menjadi milik kita. Orang lain kalau ingin masuk ke kotak berikutnya, harus melompati kotak kita dan tidak boleh menginjaknya. Pelajaran yang bisa kita petik dari main lore ini, jelas kita menghargai hak orang lain dan tidak boleh kita sembrono.

Begitu juga dengan permainan badia batuang, disini ada nilai kebersamaannya. Sementara permainan sipak tekong, mengajarin kita belajar mandiri. Perminan Sipak berarti sepak dan tekong berarti wadah kaleng atau tempurung pengganti tekong.

Permainan sipak tekong adalah asli tradisional Minang. Permainan ini juga sudah sangat langka ditemui, dimana permainan ini terdiri dari beberapa orang dan yang menjaga tekong adalah yang terkena hukuman dan harus patuh sampai dia bisa menangkap permainan lain dari persembunyiannya dan langsung berlari ke tekong yang diletakan pada pusat garis lingkaran sebelum ditendang oleh yang lain. Ketika sudah banyak yang tertangkap, mereka dapat bersembunyi kembali saat ada teman menyelamatkan mereka dengan menyepak tekong keluar dari lingkaran setelah berhasil mengibuli si penjaga. Dari permainan ini, juga terdapat unsur sportifitas yang tinggi dan bisa membentuk watak si anak berjiwa sportif.

Permainan lain yang sudah langka ditemui adalah permainan patok-lele. Permainan tradisional yang satu bukan hanya ada di Ranah minang, tapi hampir ada disebahagian wilayah Republik Indonesia. Permainan ini membutuhkan satu kayu kecil sepajang 40 Centimeter, satu kayu sepanjang telunjuk dan sebuah lubang yang dibuat di atas tanah. Cara bermainnya adalah dengan mencongkel dan memukul bilah kayu kecil dengan kayu panjang dengan berbagai macam gaya. Jarak pukulan dihitung dengan bilah kayu yang dipakai, mau besar atau kecil tergantung kesepakatan sipemain. Permainan dilakukan bergantian dengan akumulasi skor masing-masing pemain atau tim. Pemain yang menang akan mendapatkan hadiah berupa dikongkak atau digendong oleh pihak yang kalah.

Namun segala jenis permainan tradisionil ini, tampaknya akan tinggal kenangan, kalau di sekolah, di nagari atau para orang tua tidak lagi bisa mengajarkan atau menceritakan kepada generasi berikutnya. Kalau tidak, kita yakin permainan asli minang ini akan tinggal kenangan.

Kembali lagi pada hakikatnya segala permainan tradisional harus ada yang mengajarkan. Entah itu kawan sepermainan si anak ataupun orang tua mereka. Jangan sampai kita menyalakan generasi muda/ anak-anak kita ketika mereka jauh lebih sibuk di depan komputer ataupun di depan gadget mereka. Bagaimana pun yang memberikan atau yang mengajarkan mereka adalah anda orang tuanya.

0