Ahmad Zainuri
09 Sep 2020 at 16:30
Pluralisme menunjukkan keberagaman, kemajemukan, kebhinnekaan dalam
kehidupan manusia. Misalnya pluralisme budaya, pluralisme politik.
Demikian halnya dengan pluralisme agama, pluralisme agama berarti tidak
menyamakan semua agama (semua agama benar). Dari pendapat penulis tidak
ada yang salah dengan pluralisme agama. Karena itu, pluralisme agama
hendaknya diterima sebagai realitas duniawiyah yang mesti ada dan dapat
ditemukan dalam kehidupan di mana saja dan kapan saja untuk memperkuat
kehidupan bermasyarakat, komunitas, umat dan bangsa. Atas dasar realitas
keberagaman tersebut, maka patutlah sama-sama umat beragama untuk
saling menghargai, menghormati dan bersikap toleransi dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat. Nah, kali ini penulis akan mengulas pandangan Gus Dur mengenai Pemaknaan Tentang Pancasila dan Pribumisasi Islam ala Gus Dur.
Pemaknaan Gus Dur Tentang Pancasila
Dalam pandangan Gus Dur, pancasila adalah sebuah kesepakatan politik
yang memberi peluang bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan kehidupan
nasional yang sehat di dalam sebuah negara kesatuan. Namun, ia masih
melihat adanya sejumlah ancaman terhadap konsepsi Pancasila sebagai yang
diharapkannya. Keprihatinan Gus Dur ini tentu saja lebih mewakili
sebuah citranya sebagai seorang nasionalis dari pada seorang pemikir
Islam. Neo-modernis yang merupakan mazhab baru yang menyita banyak
perhatian terutama berkaitan dengan ideologi. Mazhab ini telah berperan
sangat penting dalam merebut sebuah posisi yang baru dalam pemikiran
Islam di Indonesia.
Pesan Pancasila yang dilontarkan oleh NU melalui rapat akbar dapat
dianggap sebagi contoh yang gamblang bahwa pemerintah tidak lagi menjadi
satu-satunya pihak yang bisa menggunakan tema Pancasila dan
menafsirkannya sendiri demi kepentingan kekuasaan. Dengan Rapat Akbar,
terbukti bahwa pemerintah mengalami kesulitan unutk men-delegitimasi NU
yang titik pangkal gerakannya justru adalah Pancasila dan UUD 1945.
Padahal, pandangan NU tentang negara Pancasila baik dilihat dari sudut
politik maupun ekonomi jelas berbeda dari konsep penguasa. Gus Dur
dengan tegas mengingatkan bahwa demi terwujudnya suatu negara Indonesia
yang mengejawantahkan nilai-nilai yang bersumber dari lima dasar
Pancasila itu, seyogianya penafsiran tunggal oleh pemerintah atas
Pancasila dapat dihindari.
Karena, pada dasarnya, hal itu lebih
ditujukan untuk memberi legitimasi dan memperkuat sistem politik yang
menurut Gus Dur tidak representatif ini. Dari sudut inilah kiranya kita
perlu memahami dukungan Gus Dur dan NU terhadap Pancasila sebagai satu
ideologi yang bersifat inklusif-suatu kompromi politik yang
mempersatukan bangsa ini. Esensinya adalah toleransi dan saling
menghormati di antara berbagai kelompok agama, daerah, suku bangsa dan
ras. Secara lebih khusus, Gus Dur menghendaki agar pemisahan agama dari
politik seterusnya dipelihara.
Pribumisasi Islam ala Gus Dur
Gagasan pribumisasi Islam secara geneologis dilontarkan pertama kali
oleh Gus Dur pada tahun 1980-an. Semenjak itu, Islam pribumi menjadi
perdebatan menarik dalam lingkungan para intelektual; baik intelektual
tua maupun intelektual muda. Dalam pribumisasi Islam tergambarbagaimana
Islam sebagai ajaran normatif yang bersumber dari Tuhan diakomodasikan
ke dalam kebudayaan yang berasal bdari manusia tanpa kehilangan
identitasnya masing-masing. Dalam hal ini, pribumisasi bukan upaya
menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan budaya-budaya setempat,
akan tetapi justru agar budaya itu tidak hilang.
Inti pribumisasi Islam
adalah kebutuhan, bukan untuk menghindari polarisasi antara agama dan
budaya, sebab polarisasi demikian memang tidak tehindarkan. Pribumisasi
Islam telah menjadikan agama dan budaya tidak saling mengalahkan,
melainkan berwujud pada pola nalar keagamaan yang tidak lagi mengambil
bentuk autentik dari agama, serta berusaha mempertemukan jembatan yang
selama ini melintas antara agama dan budaya. Istilah pribumisasi Islam
ala Gus Dur ini pernah menjadi perdebatan yang panas karena mencoba
membenturkan antara adat dengan agama. Namun, Gus Dur mengambil langkah
tersebut karena pernah dijalankan oleh para Walisongo. Dengan langkah
pribumisasi, menurutnya, Walisongo berhasil mengislamkan tanah Jawa,
tanpa harus berhadapan dan mengalami ketegangan dengan budaya setempat. []