Fiskal Purbawan
01 Sep 2020 at 15:24


Pemerhati pendidikan dan perdamaian, Irfan Amalee menjelaskan tentang kesalahpahaman tentang pembelajaran dari rumah. Menurutnya ada tiga kesalahpahaman tentang pembelajaran dari rumah. Lantas apa saja itu?

Yang pertama, adalah bahwa pembelajaran di rumah itu sama dengan pendidikan daring. Padahal kedua hal tersebut berbeda. Pembelajaran dari rumah tidak selalu bersifat daring atau daring, ia bisa menggunakan berbagai jenis media yang ada di sekitar rumah. Atau sering juga disebut dengan blended learning. Dengan cara ini, berbagai jenis kecerdasan atau multiple intelligences bisa diasah bisa diasah dengan baik.

Ia mencontohkan misal dalam pembelajaran yang berdurasi selama delapan jam. Kemudian dibagi menjadi dua yang masing-masing berdurasi empat jam. Empat jam yang pertama bisa berupa daring, yang kedua bisa berupa luring. Aktivitas luring bisa berupa menulis materi pelajaran atau menggambar.

“Bisa juga diisi dengan kegiatan pembelajaran yang mengasah kecerdasan visual, verbal, intrapersonal, dan natural” ujar Co-Founder Peace Generation ini.

Irfan juga menambahkan bahwa sebenarnya Guru dan Sekolah bisa memberikan tugas pada yang mendorong anak-anak untuk tidak hanya belajar di layar saja. Setengah dari waktu pelajaran bisa berupa pembelajaran luring.

Yang kedua adalah bahwa pembelajaran dari rumah itu sama saja dengan menonton video pembelajaran. Kesalahpahaman ini menurutnya dapat membuat siswa yang ingin mengakses video dengan kualitas baik, justru akan terbebani biaya kuota bulanan yang besar. Maka pembagian waktu pembelajaran seperti yang pertama tadi, kemudian dibagi lagi menjadi dua bagian. Yang memerlukan kuota besar, dan kuota kecil.

Irfan mencontohkan untuk penggunaan kuota kecil ini bisa berupa Guru yang memberikan instruksi untuk siswanya via aplikasi Whatsapp. Atau melalui platform media sosial seperti instagram, facebook, atau laman resmi sekolah.

“Dengan cara ini (penggunaan sosial media) bisa meningkatkan angka kunjungan media sosial milik sekolah” tambahnya.

Yang ketiga adalah bahwa pembelajaran dari rumah berarti pembelajaran daring dan hanya menggunakan satu jalur atau cara saja. Misal hanya menggunakan satu media seperti Youtube saja, atau Google Classroom saja. Padahal setiap cara ini memiliki karakter yang beragam guna mengakomodir kebutuhan yang berbeda. Misal untuk memberikan instruksi bisa menggunakan sosial media, lalu untuk evaluasi bisa digunakan aplikasi kuis seperti Kahoot. Guna pendalaman materi bisa menggunakan Google Classroom, dan untuk feedback bisa menggunakan whatsapp.

“Jadi tidak hanya offline yang di blended, tapi juga pembelajaran online juga bisa di blended dengan berbagai media sehingga anak-anak menggunakan media yang beragam” ujarnya.

Penggunaan berbagai media yang beragam ini dapat meningkatkan kemampuan literasi digital pada anak-anak. Serta bisa memberikan pengalaman yang berbeda kepada peserta didik.

Dengan memahami kesalahpahaman ini, menurut Irfan siswa akan mendapatkan cukup waktu belajar di hadapan layar, dan juga saat berhadapan dengan orang lain seperti orang tua atau teman-temannya. Selain itu, anak juga tidak akan terganggu dalam kesehatan yang mungkin mengganggu dalam jangka panjang. Seperti diantaranya dalam penglihatan.

0