Riska Yuli Nurvianthi
29 Jun 2022 at 13:11


Puasa seyogyanya membangun keintiman seorang makhluk dengan Sang Khaliq, mencapai ketakwaan, memumpa produktifitas, menyehatkan, menyejahterakan, dan membangun solidaritas.

Sebab saat ibadah puasa seseorang berinteraksi secara langsung, jujur dan rahasia dengan Allah SWT sehingga mendapat ridha-Nya.


Saat berpuasa seseorang mengurangi jadwal dan jumlah konsumsi sehingga lebih sehat, perut lebih stabil, banyak waktu untuk berkarya dan dapat merasakan betapa penderitaan menahan lapar dan haus sehingga terketuk hatinya untuk berbagi sebagai rasa solidaritas kemanusiaan. Nyatanya fenomena puasa sering kali berlawanan dan paradoks antara nilai dengan realitanya.


Acapkali orang berpuasa hanya rutinitas keagamaan tahunan, tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan suami istri di siang hari tetapi prilakunya tidak ada perubahan, pikiran dan hatinya tidak dibersihkan dari rasa hasud sehingga puasa tidak memberi efek perubahan dalam hidupnya.


Saat bulan Ramadhan seyogyanya bahan pokok lebih murah dan lebih banyak persediaan karena puasa mengurangi kebutuhan konsumsi. Nyatanya, harga bahan pokok dan kebutuhan beranjak naik.

Hal ini menunjukkan bahwa permintaan bahan pokok meningkat sehingga menimbulkan kenaikan harga. Artinya, pelaksanaan puasa tidak membuat pengurangan konsumsi tetapi malah meningkat.

Puasa seringkali menjadi alasan untuk tidak melakukan banyak aktifitas, seperti jam kantor dikurangi dua jam, sudah begitu masih banyak pegawai dan karyawan yang datang terlambat karena alasan puasa sehingga banyak pekerjaan yang tertunda dan bahkan terbengkalai.


Padahal sebenarnya saat orang berpuasa telah lebih banyak waktu, karena saat orang berpuasa telah menghilangkan jadwal makan pagi dan makan siang. Bahkan mau cepat-cepat pulang ke rumah pun masih menunggu waktu Maghrib untuk makan malam.

Puasa menambah produktifitas tetapi kenapa sering menjadi alasan untuk menghentikan banyak aktifitas karena alasan puasa.
Padahal saat berpuasa seseorang menstabilkan konsumsi, memperbanyak gerak dengan banyak beribadah sehingga tubuh dan rohani dibersihkan.

Akan tetapi nyatanya acapkali orang yang berbuka malah “balas dendam” dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam dan berlebihan. Saat puasa tak ubahnya hanya merubah jadwal makan di siang hari menjadi makan di malam hari tidak berkurang sedikitpun bahkan bertambah.


Puasa seyogyanya menyehatkan karena ada proses pencernaan yang membersihkan dan menghancurkan racun-racun di dalah tubuh. Tetapi nyatanya acapkali terjadi sebaliknya, saat berpuasa tubuhnya lemas dan banyak tidur.

Rasulullah SAW bersabda: “Cairkan makanan kalian dengan berdzikir kepada Allah SWT dan shalat, serta janganlah kalian langsung tidur setelah makan, karena dapat membuat hati kalian menjadi keras” (HR. Abu Nu’aim).


Puasa seyogyanya dapat membangkitkan rasa solidaritas. Sebab saat berpuasa dapat merasakan pedihnya lapar dan haus yang diderita oleh orang yang tidak mampu.

Nyatanya, acapkali orang yang berpuasa berlebihan mengkonsumsi saat berbuka dan saat sahur, bahkan banyak makanan yang basi dan terbuang.
Pelaksanaan ibadah puasa seyogyanya makin hari semakin meningkat hingga sepuluh terakhir dibulan Ramadhan untuk mendapatkan Lailatul Qadar.

Nyatanya, acapkali saat Ramadhan hanya semangat diawal saja dan makin hari makin menyusut semangatnya. Bahkan saat sepuluh terakhir bulan Ramadhan lebih banyak sibuk berburu diskon dan belanja di pasar untuk kepentingan lebaran.


Pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah Saw lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya” (HR. Muslim).


Sahabat damai, tidak menutup kemungkinan tuntutan puasa terkadang tidak sesuai dengan pelaksanaannya, sehingga nilai puasa tidak terinternalisasi dalam kehidupan. Maka puasa tidak memberi efek dalam merubah karakter dan pencapaian kesejatian diri manusia.

Lebaran yang seyogyanya sebagai simbol kemenangan melawan hawa nafsu, nyatanya hanya sebatas simbolik belaka tidak pada substansinya terkadang yang berubah dan yang baru hanya baju dan pakaiannya saja.


Puasa yang dilakukan hanya sekedar menahan lapar dan haus dan tidak menuntun pada perubahan dan menggapai fitrah. Puasa semestinya dilakukan oleh seluruh organ tubuh, pikiran dan hatinya untuk menyatu dengan Sang Pencipta.


Jabir bin Abdillah ra berkata: “Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa. Tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kamu berpuasa, jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa”.


Sahabat damai, semoga kita tidak menjadi bagian dari apa yang dibahas diatas, semoga kita bisa memaknai dengan penuh keseriusan hadirnya puasa dan bulan suci ramadhan sebagai bulan awal memperbaiki diri dan kembali menjadi manusia ahli ibadah.

0