Basuki Setia Nugroho
29 Jun 2020 at 13:13Aksi terorisme selama kurun waktu 19 tahu terakhir memang terus menurun.
Namun, penyebaran pemahaman dan ideologi radikalisme semakin masif. Mengutip
dari laporan Mabes Polri, aksi terorisme di Indonesia mulai meningkat sejak
tahun 1996. Saat itu, tercatat 65 kasus insiden terorisme, kemudian aksi
terorisme memuncak pada tahun 2001 dengan salah satu aksi terorismenya adalah
Bom Bali. Setelah itu aksi terorisme mulai terus menurun. Tercatat tahun 2018
terdapat 19 kejadian dan pada tahun 2019 terdapat delapan kejadian.
Hal ini menandakan bahwa peran alat negara yakni Polisi, BNPT, dan TNI
mampu mengurangi aksi terror. Sinergritas antar aparatur keamanan negara
tersebut mampu menekan adanya aksi terorisme. Selain itu, kesigapan dalam
proses pengawasan dan penangkapan terduga pelaku teroris juga perlu
diapresiasi. Kemampuan Polisi, BNPT, dan TNI menemukan markas persembunyian
terduga terorisme sebelum melakukan aksinya dan melakukan peringkusan pelaku teror
membuat masyarakat semakin yakin bahwa alat negara ini layak dalam hal
penanggulangan terorisme.
Menurunnya aksi teror di Indonesia bukan berarti sebagai tanda bahwa
negara ini sudah aman akan bahaya terorisme. Seiring perkembangan jaman, aksi
terorisme ini juga merambat berkembang melalui perkembangan teknologi dan
komunikasi. Paham intoleransi dan radikalisme yang merupakan embrio aksi
terorisme yang mereka sebarkan. Gunanya untuk meracuni pada pengguna dunia maya
dengan paham-paham bahaya radikalisme.
Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya,
Rachmat Kriyantono, PhD mengatakan bahwa peningkatan paham radikalisme itu
salah satunya dipicu oleh factor komunikasi. Jaman tradisional dulu, penyebaran
paham radikalisme dan terorisme banyak menggunakan metode face to face atau
menggunakan brosur yang disebarkan ke kelompok-kelompok ilmu. Namun, seiring
berjalannya waktu, perkembangan teknologi dan komunikasi juga dimanfaatkan oleh
kelompok radikal untuk menyebarkan paham dan ideologinya.
Media sosial yang banyak digandrungi oleh banyak masyarakat pada umumnya
dan terkhusus generasi muda menjadi salah satu media paling banyak ditemukan
penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Biasanya pelaku radikal menyebarkan
narasi-narasi yang bernuansa intoleransi, provokasi dan hoax untuk memperkeruh
suasana media sosial Indonesia.
The Family Muslim Cyber Army (MCA) dan Saracen merupakan contoh kelompok
radikal yang sering menyebarkan isu provokasi dan kabar bohong terkait isu suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA) melalui jaringan komunikasi media sosial.
Anggota dari dua kelompok ini cukup banyak dan mengelola ratusan akun media
sosial fiktif untuk menyebarkan paham radikalisme dan terorisme di media
sosial. Sasaran dari kelompok ini adalah kalangan generasi muda. Generasi muda
lebih mudah diprovokasi dan kemungkinan untuk direkrut sebagai anggota kelompok
radikal dan teror juga cukup potensial. Sehingga sudah seharusnya kalangan muda
lebih bisa selektif dan bijak dalam menggunakan media sosial mereka.
Cara menanggulangi radikalime di media sosial.
Rachmat memberikan beberapa kiat kepada generasi muda dalam
menanggulangi penyebaran paham radikalisme di media sosial.
Pertama, Pendidikan literasi bermedia sosial perlu ditingkatkan.
Perkembangan media sosial yang semakin pesat perlu juga diimbangi dengan
literasi media sosial. Ditambah lagi keterbukaan informasi juga membuat
masyarakat lebih mudah mencari dan membuka berbagai informasi. Hal ini akan
menjadi berbahaya apabila masyarakat kurang mendapatkan Pendidikan bijak
bermedia sosial, sehingga mereka akan memanfaatkan media sosial dengan kurang
bijak.
Kedua, pemblokiran situs radikal. Langkah ini merupakan langkah yang
hanya pemerintah yang bisa melakukannya. Akan tetapi, sebagai generasi muda
yang melek media sosial bisa membantu dengan melaporkan situs-situs yang
mengandung konten radikal dan teror ke panel pelaporan yang disediakan oleh
pemerintah.
Ketiga, meningkatkan komunikasi lokal dalam beragama.
Keempat, pemberlakuan kurikulum Pendidikan agama yang lebih diarahkan
pada perwujudkan nilai-nilai kemanusiaan dan menghubungkan dengan nilai
Pancasila.
Kelima, kesadaran elit politik akan pentingnya penanggulangan
radikalisme dan terorisme. Penyebaran paham radikalisme dan terorisme di
Indonesia bisa dicegah dengan meneguhkan moderasi Islam di Indonesia. Dimana
semua masyarakatnya menanamkan jiwa nasionalisme, berpikiran terbuka dan
toleransi, tidak mudah terprovokasi oleh hasutan maupun informasi hoax, serta
melakukan jejaring denga kelompok-kelompok yang positif.
0