Matheus Patty
22 Dec 2022 at 08:04Bagai sang surya menyinari dunia …
(sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Kamu pasti sudah nggak asing sama lirik lagu itu, kan? Mungkin dari kita balita, sampai menjelang dewasa ini, ituadalah lagu pertama yang terlintas kalau mendengar kata “Ibu”. Terlebih di Hari Ibu ini.
Hari Ibu bukanlah sekadar hari untuk mengenang hari-haribahagia bersama ibu kita. Bukan juga cuma diperuntukanuntuk para ibu rumah tangga atau mereka yang sudahmempunyai anak. “Ibu” di sini mempunyai arti yang luas, sehingga Hari Ibu merupakan hari spesial untuk para perempuan, khususnya perempuan Indonesia.
Kalau tahu peristiwa di balik peringatan Hari Ibu Nasional, pasti kamu bakal lebih terpukau lagi dengan gimanaperjuangan para perempuan Indonesia untuk hak-haknya. Yup, penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu bukan tanpa sebab. Hal ini berkaitan dengan penyelenggaraan KongresPerempuan Indonesia I.
Kongres Perempuan Indonesia I diselenggarakanpada tanggal 22 – 25 Desember 1928 di NdalemJoyodipuran Yogyakarta (sekarang, Balai PelestarianSejarah dan Nilai Budaya). Kongres ini diikuti oleh lebih dari 600 orang perempuan dari berbagai latarbelakang.
Nggak cuma itu, kongres ini menjadi sebuah pertemuanbergengsi karena diinisiasi oleh organisasi-organisasiperempuan di seluruh Indonesia, seperti: Wanita Oetomo, Aisyah, Poetri Indonesia, Wanita Katholiek, Budi Wanito, dan banyak lagi.
Sebelumnya, perempuan Indonesia memang sudahbanyak memperjuangkan hak-haknya. Sebut saja R.A Kartini dan Dewi Sartika, yang bahkan mendirikansekolah khusus perempuan untuk kesetaraan hak di masyarakat.
Namun, 22 Desember 1928—setelah diadakan KongresPerempuan Indonesia I—merupakan titik di mana perempuan Indonesia mulai masuk ke ranah perjuanganpolitik praktis. Sebuah gerakan yang sebelumnya tabu bagi seorang perempuan, kini mulai digerakkan secaraaktif demi hak-haknya.
Masih berada pada zaman kolonial Belanda, KongresPerempuan menuntut pengubahan kedudukan kaumperempuan di dalam budaya patriarki. Perempuan masih menjadi pihak yang ditindas dan dikekang oleh berbagai struktur sosial pada masa itu.
Oleh sebab itu, banyak agenda yang dibahas pada Kongres Perempuan Indonesia I, mulai dari pendidikanperempuan, nasib anak yatim piatu dan janda, sampaiperkawinan anak dan perkawinan paksa yang marakterjadi.
Kongres Perempuan Indonesia I diselenggarakan pada tanggal 22 – 25 Desember1928 di Ndalem Joyodipuran Yogyakarta (sekarang, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Budaya). Kongresini diikuti oleh lebih dari 600 orang perempuan dariberbagai latar belakang.
Nggak cuma itu, kongres ini menjadi sebuah pertemuanbergengsi karena diinisiasi oleh organisasi-organisasiperempuan di seluruh Indonesia, seperti: Wanita Oetomo, Aisyah, Poetri Indonesia, Wanita Katholiek, Budi Wanito, dan banyak lagi.
Sebelumnya, perempuan Indonesia memang sudahbanyak memperjuangkan hak-haknya. Sebut saja R.A Kartini dan Dewi Sartika, yang bahkan mendirikansekolah khusus perempuan untuk kesetaraan hak di masyarakat.
Namun, 22 Desember 1928—setelah diadakan KongresPerempuan Indonesia I—merupakan titik di mana perempuan Indonesia mulai masuk ke ranah perjuanganpolitik praktis. Sebuah gerakan yang sebelumnya tabu bagi seorang perempuan, kini mulai digerakkan secaraaktif demi hak-haknya.
Masih berada pada zaman kolonial Belanda, KongresPerempuan menuntut pengubahan kedudukan kaumperempuan di dalam budaya patriarki. Perempuan masih menjadi pihak yang ditindas dan dikekang oleh berbagai struktur sosial pada masa itu.
Oleh sebab itu, banyak agenda yang dibahas pada Kongres Perempuan Indonesia I, mulai dari pendidikanperempuan, nasib anak yatim piatu dan janda, sampaiperkawinan anak dan perkawinan paksa yang marakterjadi.
1