I Putu Dicky Merta Pratama
26 Nov 2024 at 05:32



Dalam peringatan Hari Guru, kita mengenang jasa para pendidik yang tidak hanya menjadi penyampai ilmu, tetapi juga pembimbing hati dan jiwa. Guru, dalam kearifan lokal Bali, sering disamakan dengan guru rupaka—sosok yang dihormati karena perannya membangun jalan menuju Dharma, kebenaran, dan harmoni. Melalui bimbingan mereka, nilai-nilai luhur seperti Tat Twam Asi (aku adalah engkau) tertanam, mengajarkan bahwa kehidupan damai dan saling menghormati adalah fondasi masyarakat yang harmonis.

Guru sebagai Penuntun dalam Jalan Dharma

Dalam sastra Bali kuno, guru disebut sebagai tri sadaka, salah satu dari tiga figur yang dihormati: guru rupaka (orang tua), guru pangajian (pendidik), dan guru wisesa (pemimpin). Guru pangajian berperan penting dalam menanamkan Dharma—prinsip moralitas dan keadilan—kepada generasi muda. Mereka tidak hanya mendidik dalam ranah intelektual tetapi juga membimbing dalam ranah spiritual dan emosional.

Dalam konteks perdamaian, guru melaksanakan tugasnya sesuai ajaran Sarwa Bhuta Hita, yang berarti “kesejahteraan bagi semua makhluk.” Ajaran ini mengajarkan siswa untuk hidup dengan welas asih, menghormati keberagaman, dan menciptakan harmoni dalam komunitas.

Keteladanan Guru dalam Nilai Bali

Di Bali, pendidikan tidak hanya terbatas pada ruang kelas, tetapi juga melibatkan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari. Guru menjadi perwujudan ajaran Siwa Guru, yakni guru sebagai pembimbing spiritual yang membebaskan muridnya dari kegelapan menuju cahaya pengetahuan dan kebijaksanaan (avidya menuju vidya). Keteladanan ini menginspirasi siswa untuk menjunjung nilai perdamaian, harmoni, dan keadilan.

Melalui upacara adat, seni, dan kebudayaan, guru juga mengajarkan pentingnya hubungan yang selaras antara manusia, alam, dan Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Sebagai contoh, melalui tradisi Tri Hita Karana, guru menanamkan pemahaman bahwa perdamaian hanya dapat tercapai ketika manusia hidup rukun dengan sesama, menjaga lingkungan, dan berbakti kepada Tuhan.

Tat Twam Asi dan Pendidikan Perdamaian

Konsep Tat Twam Asi merupakan filosofi mendalam yang sering dijadikan pedoman dalam pendidikan karakter di Bali. Guru, sebagai penyampai nilai ini, mengajarkan bahwa setiap individu adalah cerminan satu sama lain. Dengan memahami Tat Twam Asi, siswa diajarkan untuk memiliki empati, menyelesaikan konflik dengan dialog, dan menghargai perbedaan.

Guru juga sering menggunakan cerita dalam Itihasa (epos Hindu) seperti Mahabharata dan Ramayana untuk menanamkan nilai perdamaian. Misalnya, kisah Dharmayuddha dalam Mahabharata mengajarkan bahwa perdamaian adalah jalan yang lebih mulia dibandingkan konflik, sedangkan kisah Rama dalam Ramayana mengajarkan pentingnya keadilan dan pengendalian diri dalam menciptakan harmoni.

Guru sebagai Penjaga Peradaban Bali

Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan modernisasi, guru di Bali memegang peran penting sebagai penjaga nilai-nilai luhur Bali. Mereka memastikan bahwa generasi muda tetap menghormati adat dan tradisi lokal sambil bersaing di dunia global. Guru menjadi perantara antara kearifan lokal dan perkembangan modern, menjaga keseimbangan antara budaya tradisional dan kemajuan teknologi.

Dalam bidang lingkungan, misalnya, guru mengajarkan nilai Palemahan dalam Tri Hita Karana, yakni pentingnya menjaga harmoni dengan alam. Nilai ini relevan untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan di tengah ancaman kerusakan lingkungan.

Menghormati Guru sebagai Pahlawan Perdamaian

Pada Hari Guru ini, mari kita menghormati mereka sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang menanamkan nilai-nilai kebajikan, harmoni, dan perdamaian dalam setiap langkah hidup kita. Guru adalah perwujudan Sadhu Jana—orang bijak yang menyebarkan kedamaian dan kebijaksanaan.

Sebagaimana tertulis dalam Sloka Sarasamuscaya:
"Yat karoti bhavet punyam, yat karoti bhavet papam"
(“Apa yang engkau lakukan akan menjadi kebajikan, dan apa yang engkau lakukan akan menjadi dosa”).

Guru mengajarkan bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensi, dan mereka membimbing siswa untuk memilih jalan kebajikan yang membawa kedamaian, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat luas.

Penutup: Cahaya dalam Kegelapan

Guru adalah pelita yang menerangi jalan menuju masa depan yang damai, harmonis, dan berkelanjutan. Melalui dedikasi mereka, generasi penerus tidak hanya diajarkan untuk memahami dunia, tetapi juga untuk mencintainya. Dalam semangat Santih (damai) dan Jagadhita (kesejahteraan), marilah kita terus menghormati dan mendukung para guru sebagai pilar peradaban yang abadi. Selamat Hari Guru!


0