Riska Yuli Nurvianthi
13 Feb 2022 at 18:10


Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada katamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya akan sesungguhnya kepada Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS. al-Baqarah:186)

Sahabat damai dimanapun berada, Beberapa pekan kemarin yakni Selasa, (11/1/2022), kita dihebohkan dengan Viralnya video penendangan sesajen di wilayah erupsi gunung Semeru  dengan cara dakwah yang tidak etis. (” Ini yang membuat murka Allah, jarang sekali disadari bahwa inilah yang mengundang murka Allah hingga menurunkan azabnya “. Pendapat pribadi pelaku dengan sadar ini tetap salah juga merupakan  ujaran kebencian dan penghinaan terhadap suatu golongan).

Tindakan yang di perlihatkan tidak menyeru akan esensi konsep dakwah yang semestinya, sehingga sahabat damai, kita wajib mengupgrade kembali pemahaman kita akan pentingnya memberikan pelajaran  tentang konsep berdakwah yang santun dan menghormati keragaman dan kearifan lokal diantara kita.

Dakwah secara etimologis dikutip dari google.com merupakan bentuk masdar dari kata yad‟u (fi‟il mudhari‟) dan da‟a (fi‟il madli) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge) dan memohon (to prray). Sedangkan secara terminologis dakwah menurut ulama M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.

Sahabat damai, dari pengertian yang telah di utarakan di atas, kita dapat memahami bahwa esensinya dakwah adalah seruan atau panggilan untuk saling mengajak melakukan perbuatan yang baik, mendorong semangat untuk menciptakan kebaikan secara berjamaah yang tentunya dengan cara yang sopan dan santun sebab esensi berdakwah adalah mengajak bukan menginjak, merangkul bukan memukul agar dapat merealisir kebahagiaan baik secara fisik maupun secara batiniah.

Jika kita menelisik sejarah penyebar islam nusantara dahulu, mereka sama sekali tidak perna melakukan  kekerasan, konfrontatif dan destruktif pada budaya dan kearifan lokal yang di percayai turun temurun sebagai warisan leluhur nenek moyang kita melainkan dengan cara yang sehat yaitu menanamkan nilai relijius dalam kebudayaan sehingga agama mendapatkan fondasi yang kokoh dalam sistem kultur masyarakat serta cara yang damai dan menyebarkan semangat rahmatan lil ‘alamin.

Agama Islam menanggapi terkait fenomena Sesajen memang memunculkan banyak penafsiran, salah satunya  yaitu menganggap sesajen dipersembahkan untuk memohon sesuatu kepada selain Allah SWT dan jelas ini hukumnya haram atau dilarang,  beberapa pandangan lainnya memperbolehkan memberikan sesajen, di mana hal itu mungkin hanya dipandang sebagai tradisi, dan niat permohonannya tetap ditujukan kepada Allah SWT semata.

Namun apapun niat yang ada, berdakwah tidak boleh dilakukan dengan cara kasar dengan melakukan aktifitas kekerasan fisik dan herbal sebab kita tidak mampu mengetahui niat seseorang hanya melihat dari apa yang terjadi.

Rasulullah  SAW sendiri sebagai pembawa risalah dan hamba Allah yang ditunjuk sebagai utusan Allah telah bersabda kepada umatnya untuk berusaha dalam menegakkan dakwah.

Barang siapa diantara kamu melihat kemunkaran maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak kuasa maka dengan lisannya, jika tidak kuasa dengan lisannya maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Sahabat damai, hadist tersebut menunjukkan perintah kepada umat Islam untuk melakukan dakwah sesuai dengan kemampuan masing-masing dengan cara yang baik, yang dari lisan dan hati yang suci. Berdakwah sesuai dengan kemampuan kita, jangan melakukan tindakan yang mengatasnamakan dakwah namun  memerintahkan pada kemungkaran dan melarang kebaikan, atau mengetahui hukum-hukum di dalam madzhabnya dan tidak mengetahui madzhab-madzhab yang lain sehingga memunculkan tindakan yang  salah.

0