Hafizah Fikriah Waskan
28 Mar 2020 at 10:03


Apakah Social Distancing saja cukup mengurangi dampak Covid-19?

Coronavirus Disease atau yang lebih dikenal dengan Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemik oleh World Health Organization (WHO), karena telah menyebar ke banyak negara dan mempengaruhi orang dalam jumlah yang sangat besar.

Virus ini menyebar dengan sangat cepat, data yang dirilis oleh WHO per 28 Maret 2020 pukul 5.12 (GMT+8/WITA) ada sebanyak 512.701 kasus terkonfirmasi di seluruh dunia.

Sumber: WHO

Di tengah pandemik ini, kita diminta untuk melakukan social distancing (pembatasan sosial). Presiden Joko Widodo menghimbau agar masyarakat mengurangi interaksi antar orang di komunitas dan ruang publik, tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperlambat laju penularan Covid-19.

Kemudian pada 20 Maret lalu, WHO mengganti frasa Social Distancing menjadi Physical Distancing. Alasannya ya karena meski kita harus memutus kontak fisik dengan orang lain, tidak berarti kita harus memutus kontak secara sosial dengan orang lain.

Muncullah sebuah pemikiran tentang perlunya Social Media Distancing (Pembatasan Sosial Media). Mengapa penulis merasa ini perlu dilakukan?

Social Media Distancing sejatinya membatasi diri dari penggunaan sosial media. Di era globalisasi seperti ini, dimana informasi bisa diakses dan didapatkan dalam sekejap. Namun, hal ini tentu berpengaruh terhadap kesehatan mental kita.

Banyak informasi di sosial media yang memicu rasa takut, stres, dan kecemasan. Perasaan-perasaan tersebut salah satunya bisa menurunkan imunitas tubuh kita dan membuat kita gampang jatuh sakit.

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Andri, mengingatkan pentingnya mengelola stres dan kecemasan dalam menghadapi virus penyebab Covid-19 ini. Menurutnya, cemas berlebihan malah bisa menimbulkan gejala seperti gejala pada virus corona. Tapi yang perlu kita tahu, sesungguhnya gejala ini adalah perwujudan rasa cemas, bukan akibat infeksi virus.

Katanya sih, kalau kita baca soal gejala penyakit lain, kita juga bisa merasakan perwujudan rasa cemas semacam ini. Apalagi anak kedokteran yang baru masuk, bener gak nih? Apa hoaks doang? hehe

Gejala terkait kondisi ini dikenal dengan istilah psikosomatik, kondisi yang mengalami gejala fisik tapi sebenarnya ketika diperiksa tak ada perubahan fungsi organ dan tidak ada masalah medis.

Di tengah pandemik ini, kita berisiko lebih tinggi mengalami psikosomatik. Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik, kita disuguhi berita virus corona lewat beragam media. Apalagi semenjak #dirumahaja pasti waktu kita semakin banyak dihabiskan bersosial media ria. Ya gak? Ngaku deh!

Rasa cemas lebih gampang muncul dengan arus pemberitaan yang banyak memuat hal negatif dan tidak menyenangkan.

Etss... tapi nih ya, informasi baik dan bermakna juga kalau terus menerus bisa membuat pusat memori kita lebihan beban loh. Pusat memori ini juga merupakan pusat kecemasan, ia akan merespons dengan kecemasan seolah merasa ketakutan luar biasa akibat keadaan tersebut.

Ada yang sudah merasakannya? Penulis sih udah, makanya nulis ini tulisan biar yang lain juga tahu how to handle this situation, tau caranya menyikapi hal ini.

Tenang ya, Psikosomatik bisa dicegah kok. Kita perlu melakukan #metime, meluangkan waktu untuk diri sendiri dan lepas dari asupan berita atau informasi yang tidak pas dan terlalu sering.

Batasi diri dari informasi yang men-trigger atau memicu pikiran kita mengarahkan ke perasaan cemas. Gak perlu setiap hari update jumlah kasus, jangan membuat diri sendiri merasakan gejala psikosomatik. Hingga akhirnya malah menurunkan imunitas tubuh kita.

Ini salah satu buktinya nih, catatan untuk kita para pewarta Indonesia.

Tahu Bima Arya kan?

Wali Kota Bogor tersebut menyebut jika pemberitaan masif di media sosial membuat seseorang drop, dan akhirnya menurunkan imunitas.

"Virus ini menyerang hati dan jiwa sebelum pernapasan dan paru-paru. Gua merasa baikan setelah 'social media distancing' hari kedua di RS. Socmed itu ICU Raksasa. Runtuh mental semua orang kalau digempur berita COVID-19. Drop imunitas," kata Bima Arya seperti dalam pesan yang beredar.

Setelah melakukan social media distancing katanya sekarang kondisinya lebih baik loh. Wow!! Merasa gak sih kalau misalnya apa yang kita upload di sosial media bisa mempengaruhi orang lain?

Kadang arus informasi perlu dibendung juga ya, untuk apa? Ya untuk diri kita sendiri, kesehatan mental kita perlu dijaga. So, di samping melakukan physical distancing, kita juga perlu menerapkan yang namanya social media distancing.

ah, baca tulisan soal coronanya sampai sini aja untuk hari ini. Jaga kesehatan mentalmu ya.

(HFWaskan)

0