Ridwan Rustandi
09 Sep 2020 at 12:50


Media massa menjadi arena pertarungan budaya populer yang mengandaikan adanya transformasi dalam ruang-ruang interaksional manusia. Media massa mewujud menjadi perangkat budaya yang dipandang memiliki peran penting baik dalam keseharian aktivitas manusia maupun dalam ruang lingkup kebangsaan. Dalam pandangan John Hartley (2004), media massa menjadi mediasphere yakni sebuah ruang publik yang memediasi budaya sebagai sebuah praktik artifaktual dalam dimensi ruang media. Oleh sebab itu, peralihan dari ranah budaya ke ruang publik media akan beriringan dengan logika media massa yang rentan didalamnya ada proses komodifikasi dan komersialisasi budaya.

Ariel Heryanto (2015) mengandaikan budaya layar di Indonesia sebagai sebuah ruang untuk mengkonstruksi identitas dan kenikmatan. Pertarungan wacana kebudayaan dalam arena budaya populer menghubungkan identitas, interaksi, nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain, media massa berperan sebagai pembentuk realitas, cerminan identitas dan representasi ideologi yang sarat dengan tujuan dan kepentingan tertentu. Hal ini menjadi wajar, sebab menurut Agus Sudibyo (2001), media massa menjadi ruang percaturan ideologi dan pertarungan wacana dengan agenda yang jelas dan sasaran yang luas.

Di negara demokrasi seperti Indonesia, media massa menjadi salah satu kekuatan penentu dalam kehidupan kebangsaan. Media massa dipandang sebagai pilar demokrasi yang independen dan terbuka dengan berbagai wacana dan narasi kebangsaan. Media massa menjadi saluran komunikasi budaya dan ruang artifisial yang mampu menyebarluaskan persepsi, opini, nilai, norma dan perilaku tertentu dengan daya jangkau luas dan efektif. Media massa ikut menentukan budaya dari suatu bangsa, mendefinisikan diri, orang lain, lingkungan, peristiwa dan objek-objek lainnya yang berkaitan dengan dimensi-dimensi kehidupan masyarakat. Dalam pandangan Yasraf Amir Piliang (2012) bahwa media massa menjadi ruang yang menarik realitas ke dalam sebuah layar melaui pertautan teks, audio, video, image, ikon dan bentuk citra lainnya.

Teknologi Digital dan Masyarakat Layar

Teknologi layar bersifat ge-stell (berupa ruang pembingkaian) yang dapat merekayasa realitas kehidupan manusia menjadi serpihan-serpihan representasi media massa. Rekayasa realitas yang dilakukan melalui layar direpresentasikan sedemikian rupa mengikuti logika media. Logika media mengarah pada upaya rasionalisasi, birokratisasi dan konsumerisasi pesan. Teknologi layar memungkinkan terciptanya perdaban yang didasarkan pada jaringan (network). Jaringan terbentuk melalui sebuah perangkat yang menghubungkan manusia dalam satu frekuensi ruang dan waktu. Dalam pandangan Castells (1996) perwujudan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi layar dalam perangkat digital (internet) dikenal dengan istilah masyarakat jaringan (network society). Yakni, sebuah kondisi masyarakat yang terhubung dalam satu ruang layar virtual dan saling berinteraksi.

Pada gilirannya, teknologi digital ini menjadi cikal bakal transformasi masyarakat dalam membentuk sebuah peradaban baru. Peradaban mayantara yang termediasi melalui jaringan internet. Saling berkomunikasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan pola dan cara baru. Teknologi layar inilah yang menghiasi aktivitas manusia dengan berbagai struktur interaksi termediasi. Dimana, proses komunikasi berlangsung dengan bantuan media dan proses interaksi berlangsung dalam ruang virtual. Sehingga, relasi sosial yang terbentuk adalah relasi virtual, sebuah relasi layar yang mensubtitusi cara-cara komunikasi tatap langsung. Maka, peradaban digital inilah yang membentuk sebuah masyarakat layar, sebuah masyarakat yang saling terhubung melalui layar dan perangkat teknologi digital.

Narasi dalam Budaya Layar

Shoemaker dan Reese (1996) menyebutkan bahwa pengaruh terhadap media massa berasal dari pekerja media, rutinitas media, organisasi media serta ideologi. Keempat tahapan ini berpengaruh secara hierarkis dalam ruang-ruang pembingkaian realitas sosial di media massa. Media massa membentuk logika masyarakat layar. Yakni orientasi interaksional yang terjalin mengarah pada upaya rasionalisasi, birokratisasi dan konsumerisasi pesan. Logika media layar adalah menarik audiens dalam jumlah besar dan mempengaruhi persepsi dan perilaku audiens dengan daya magis yang kuat.

Maka dari itu, narasi-narasi yang ada dalam budaya layar kita adalah narasi populer yang diminati oleh logika media dan nalar masyarakat layar. Narasi-narasi budaya populer dengan mudah kita temukan dalam spektrum layar media massa tanah air, baik itu media cetak, elektronik maupun digital. Narasi yang mempertautkan antara teks, video-audio, image dan citra yang sesuai dengan selera pasar. Narasi ini mewujud dalam berbagai core issue keseharian masyarakat layar, baik berkaitan dengan politik dan identitas, ekonomi dan kapitalisme, sensitivitas agama, etnis dan ras, sosial dan kemiskinan, migrasi kebudayaan, dan lain sebagainya. Narasi budaya layar Indonesia dikemas dalam bentuk pertarungan sinematis, pertempuran wacana dan ideologi, polarisasi kelompok faksional dan oposisi, imaji perempuan dalam iklan, maupun konten-konten media sosial.

Dalam dimensi kebangsaan, budaya layar kita harus diramaikan oleh narasi-narasi positif yang mengarahkan pada upaya partisipasi dan emansipasi civil society. Narasi positif harus dibangun di atas nilai-nilai kebangsaan, perdamaian dan kemanusiaan. Fondasi nilai ini yang akan mengantarkan bangsa Indonesia menjadi negara yang kuat, dimana setiap elemen bangsa disatukan oleh visi dan cita yang sama untuk kemajuan bangsa. Narasi-narasi kebangsaan harus mendominasi budaya layar kita agar teknologi canggih menjadi jembatan untuk membentuk masyarakat layar yang senantiasa mengedepankan rasionalitas di atas berbagai kepentingan golongan yang mengarah pada rasisme dan penindasan. Budaya layar kita harus mampu menanamkan mentalitas dan mindset terbuka dan menerima perbedaan sebagai sebuah kekayaan budaya. Budaya layar kita harus mampu menggiring masyarakat menuju peradaban yang harmonis, kolaboratif, guyub, sinergis, rukun dan damai. Budaya layar kita adalah layar keragaman tanpa perpecahan.  

0